Alah Bisa Tegah Biasa: Merangkai Keunggulan Diri Melalui Ketekunan
Dalam khazanah peribahasa Melayu, terdapat sebuah ungkapan yang sarat makna dan relevansi abadi: "Alah Bisa Tegah Biasa". Peribahasa ini, yang secara harfiah dapat diartikan sebagai "kalau sudah biasa (terbiasa), maka hilanglah susahnya", adalah sebuah kearifan lokal yang menggarisbawahi kekuatan adaptasi, ketekunan, dan transformasi diri. Pada dasarnya, ia mengajarkan kita bahwa setiap kesulitan, setiap tantangan baru, betapapun beratnya di awal, akan menjadi lebih mudah, bahkan lumrah, seiring dengan waktu dan latihan yang konsisten. Ini bukan sekadar pepatah kuno; ini adalah fondasi psikologis dan neurologis yang mendalam tentang bagaimana manusia belajar, tumbuh, dan menguasai berbagai aspek kehidupan.
Artikel ini akan mengupas tuntas filosofi di balik "Alah Bisa Tegah Biasa", menelusuri bagaimana prinsip ini bekerja dalam diri kita, serta menyajikan strategi praktis untuk menerapkannya dalam berbagai dimensi kehidupan. Dari pengembangan keterampilan baru hingga pembentukan kebiasaan positif, dari mengatasi ketakutan hingga meraih keunggulan profesional, kita akan melihat bagaimana ketekunan dan pengulangan adalah kunci untuk membuka potensi tak terbatas dalam diri kita. Mari kita selami perjalanan mengubah yang sulit menjadi mudah, yang mustahil menjadi mungkin, dan yang asing menjadi bagian tak terpisahkan dari diri kita.
Memahami Filosofi "Alah Bisa Tegah Biasa"
Inti dari "Alah Bisa Tegah Biasa" adalah pengakuan atas sifat alami manusia yang cenderung menghindari ketidaknyamanan dan mencari kenyamanan. Setiap kali kita dihadapkan pada hal baru — belajar bahasa asing, mengoperasikan perangkat lunak baru, memulai rutinitas olahraga, atau berbicara di depan umum — respons awal kita sering kali adalah rasa canggung, ketidakpastian, atau bahkan ketakutan. Ada friksi, resistensi, dan kadang-kadang kegagalan. Ini adalah fase "alah bisa" yang sesungguhnya: periode di mana kita merasa kalah oleh kesulitan, merasa tidak mampu, atau menganggap tugas tersebut terlalu besar.
Namun, peribahasa ini tidak berhenti pada pengakuan kesulitan. Ia menawarkan solusi: "Tegah Biasa". Kata "biasa" di sini bukan sekadar tentang melakukan sesuatu secara rutin, tetapi tentang integrasi aktivitas tersebut ke dalam alam bawah sadar kita, ke dalam pola saraf kita, hingga ia menjadi respons otomatis yang tidak lagi memerlukan usaha kognitif yang besar. Saat kita terus-menerus mempraktikkan sesuatu, bahkan ketika itu sulit, kita sedang membangun jembatan di antara neuron-neuron otak kita, membentuk jalur baru yang semakin kuat dengan setiap pengulangan. Inilah yang mengubah rasa "alah" menjadi "mudah", atau bahkan "alami".
Filosofi ini mengajarkan kita tentang kesabaran, tentang menghargai proses, dan tentang kekuatan transformatif dari pengulangan yang disengaja. Ia menantang kita untuk melampaui zona nyaman, untuk merangkul ketidaknyamanan sebagai bagian integral dari pertumbuhan, dan untuk percaya bahwa dengan cukup waktu dan upaya, apa pun dapat dikuasai.
"Kehidupan ini adalah serangkaian kebiasaan. Semakin banyak kebiasaan positif yang kita tanam, semakin kuat kita."
Neuroplastisitas dan Adaptasi Otak: Fondasi Ilmiah "Alah Bisa"
Di balik kearifan "Alah Bisa Tegah Biasa", terdapat ilmu pengetahuan modern yang memvalidasinya: konsep neuroplastisitas. Neuroplastisitas adalah kemampuan luar biasa otak untuk mengubah struktur dan fungsinya sebagai respons terhadap pengalaman, pembelajaran, dan cedera. Seiring kita terus-menerus mempraktikkan suatu keterampilan atau kebiasaan, otak kita secara fisik mulai berubah.
Membangun Jalur Saraf Baru
Setiap kali kita belajar hal baru atau melakukan suatu tindakan, sinyal listrik mengalir di antara neuron-neuron di otak kita. Jika tindakan itu diulang, koneksi (sinapsis) antara neuron-neuron yang terlibat akan semakin kuat. Ini seperti membuat jalan setapak di hutan belantara; pertama kali sulit dan lambat, tetapi semakin sering dilalui, semakin jelas dan mudah jalan itu dilewati. Dalam konteks otak, jalur saraf yang kuat ini memungkinkan informasi diproses lebih cepat dan efisien, sehingga tugas yang awalnya sulit menjadi lebih mudah dan otomatis.
- Penguatan Sinapsis: Pengulangan meningkatkan efisiensi transmisi sinyal antar neuron.
- Mielinasi: Proses di mana sel-sel glia membentuk lapisan lemak (mielin) di sekitar akson neuron, mempercepat transmisi sinyal saraf. Semakin banyak mielin, semakin cepat dan otomatis tindakan tersebut dilakukan.
- Pembentukan Kebiasaan: Area otak yang terlibat dalam pembentukan kebiasaan, seperti ganglia basal, menjadi lebih aktif seiring dengan pengulangan, memungkinkan kita melakukan tugas tanpa perlu berpikir secara sadar.
Melampaui Zona Nyaman
Awalnya, belajar hal baru sering kali mengaktifkan korteks prefrontal, bagian otak yang bertanggung jawab untuk pemikiran sadar, perencanaan, dan pengambilan keputusan. Ini membutuhkan banyak energi mental dan terasa melelahkan. Namun, seiring waktu dan pengulangan, tugas tersebut "bergeser" ke bagian otak yang lebih tua dan lebih otomatis, seperti ganglia basal. Ini membebaskan korteks prefrontal untuk fokus pada tugas-tugas yang lebih kompleks, sembari kita melakukan kebiasaan baru kita dengan "pilot otomatis". Inilah mengapa seorang pianis berpengalaman dapat memainkan melodi kompleks sambil berbicara, atau seorang pengemudi dapat menavigasi lalu lintas tanpa berpikir keras tentang setiap gerakan roda kemudi.
Memahami neuroplastisitas memberi kita perspektif ilmiah tentang mengapa "Alah Bisa Tegah Biasa" adalah kebenaran universal. Ini bukan hanya masalah kemauan, tetapi juga masalah fisiologi otak yang mampu beradaptasi dan bertransformasi. Dengan pengetahuan ini, kita dapat mendekati setiap tantangan baru dengan keyakinan bahwa otak kita *dirancang* untuk menguasainya, asalkan kita memberinya kesempatan untuk membentuk jalur baru melalui ketekunan.
Mengatasi Hambatan Awal: Langkah Pertama Menuju "Biasa"
Meskipun filosofi "Alah Bisa Tegah Biasa" sangat memotivasi, langkah pertama seringkali adalah yang paling sulit. Fase "alah bisa" dapat terasa sangat berat karena berbagai hambatan psikologis dan praktis. Mengidentifikasi dan mengatasi hambatan-hambatan ini adalah kunci untuk memulai perjalanan menuju "biasa".
1. Ketakutan akan Kegagalan atau Kesempurnaan
Banyak dari kita enggan mencoba hal baru karena takut tidak sempurna atau gagal. Kita ingin segera mahir, dan ketika kenyataan menunjukkan bahwa kita harus memulai dari nol dan akan membuat banyak kesalahan, kita cenderung mundur. Ini adalah jebakan perfeksionisme.
- Solusi: Ubah persepsi tentang kegagalan. Anggap kegagalan sebagai umpan balik dan bagian tak terpisahkan dari proses pembelajaran. Fokus pada kemajuan kecil, bukan kesempurnaan instan. Ingat, "biasa" tidak berarti sempurna, tetapi berarti mahir dan nyaman.
2. Prokrastinasi dan Kurangnya Motivasi
Tugas-tugas yang terasa besar atau tidak menyenangkan sering kali ditunda. Kurangnya motivasi untuk memulai bisa menjadi penghalang serius, terutama jika hasil tidak terlihat dalam waktu singkat.
- Solusi:
- Mulai Kecil: Jangan mencoba melakukan semuanya sekaligus. Pecah tugas besar menjadi langkah-langkah yang sangat kecil dan mudah dikelola. Misalnya, jika ingin belajar bahasa, mulai dengan 5 menit setiap hari.
- Aturan 2 Menit: Jika suatu tugas memakan waktu kurang dari 2 menit, lakukan segera. Ini membangun momentum.
- Tetapkan Tujuan yang Jelas dan Realistis: Pahami *mengapa* Anda ingin melakukan ini dan apa yang ingin Anda capai dalam jangka pendek dan panjang.
3. Terlalu Banyak Informasi (Overwhelm)
Di era digital, kita dibombardir dengan informasi. Ketika memulai hal baru, seringkali kita merasa kewalahan dengan banyaknya metode, tutorial, atau alat yang tersedia.
- Solusi: Pilih satu sumber atau metode dan patuhi itu untuk sementara waktu. Hindari "paralysis by analysis." Mulailah dengan dasar-dasar, dan perluas pengetahuan Anda secara bertahap.
4. Kurangnya Lingkungan yang Mendukung
Lingkungan kita, baik fisik maupun sosial, memiliki dampak besar pada kemampuan kita untuk membentuk kebiasaan baru. Jika lingkungan tidak mendukung, akan lebih sulit untuk bertahan.
- Solusi:
- Desain Lingkungan: Jadikan lingkungan fisik Anda kondusif. Jika ingin membaca, letakkan buku di tempat yang mudah dijangkau. Jika ingin berolahraga, siapkan pakaian olahraga malam sebelumnya.
- Cari Dukungan Sosial: Temukan teman, keluarga, atau komunitas yang memiliki tujuan serupa. Berbagi pengalaman dan dukungan dapat meningkatkan motivasi dan akuntabilitas.
Mengatasi hambatan-hambatan ini membutuhkan kesadaran diri, perencanaan, dan yang terpenting, kesediaan untuk memulai meskipun tidak sempurna. Ingatlah bahwa setiap langkah kecil, setiap upaya yang dilakukan, adalah investasi dalam proses "alah bisa tegah biasa" Anda.
Penerapan "Alah Bisa" dalam Berbagai Aspek Kehidupan
Prinsip "Alah Bisa Tegah Biasa" adalah lensa universal yang dapat diterapkan untuk mencapai keunggulan di hampir setiap area kehidupan. Dari pertumbuhan pribadi hingga kesuksesan profesional, kekuatan kebiasaan dan ketekunan adalah fondasi yang kokoh.
1. Pengembangan Keterampilan Baru: Bahasa, Musik, dan Lainnya
Salah satu area paling jelas di mana "Alah Bisa Tegah Biasa" bersinar adalah dalam pembelajaran keterampilan baru. Siapa pun yang pernah mencoba belajar bahasa asing, memainkan alat musik, atau menguasai perangkat lunak kompleks pasti merasakan fase "alah" di awal.
- Bahasa Asing: Kata kerja yang tidak beraturan, tata bahasa yang rumit, pelafalan yang aneh—semuanya terasa seperti tembok besar. Namun, dengan latihan harian (mendengarkan, berbicara, membaca, menulis), kosakata mulai menempel, pola kalimat menjadi intuitif, dan percakapan yang dulu terasa mustahil kini mengalir lancar. Dari "alah bisa" memahami frasa dasar menjadi "tegah biasa" bercakap-cakap dengan lancar.
- Alat Musik: Jari-jari yang kaku, nada yang sumbang, koordinasi yang sulit. Latihan berulang pada tangga nada, akor, dan lagu-lagu sederhana secara bertahap membangun memori otot dan kepekaan musikal. Dari berjuang menekan satu senar menjadi mahir memainkan komposisi yang indah.
- Pemrograman Komputer: Sintaks yang membingungkan, logika yang rumit, dan bug yang tak terhitung jumlahnya. Dengan menulis kode setiap hari, memecahkan masalah, dan membangun proyek kecil, sintaks menjadi kebiasaan, logika menjadi intuitif, dan debugging menjadi bagian dari rutinitas.
Kunci di sini adalah konsistensi, bukan intensitas sesaat. Sedikit demi sedikit, lama-lama menjadi bukit, dan kesulitan akan luntur menjadi kemahiran.
2. Pembentukan Kebiasaan Positif: Kesehatan Fisik dan Mental
Menerapkan "Alah Bisa Tegah Biasa" untuk membentuk kebiasaan yang meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan adalah investasi terbaik yang bisa Anda lakukan.
- Olahraga Teratur: Memulai rutinitas olahraga bisa terasa sangat berat. Rasa sakit setelah latihan pertama, kelelahan, dan godaan untuk menunda. Namun, jika Anda berkomitmen untuk berolahraga, bahkan 15-20 menit setiap hari, tubuh Anda akan beradaptasi. Otot akan menguat, stamina meningkat, dan yang terpenting, otak Anda akan mulai mengasosiasikan olahraga dengan pelepasan endorfin. Dari "alah bisa" merasa lesu untuk berolahraga menjadi "tegah biasa" merasa ada yang kurang jika tidak berolahraga.
- Pola Makan Sehat: Mengubah kebiasaan makan yang sudah berakar puluhan tahun adalah tantangan besar. Godaan makanan cepat saji dan gula ada di mana-mana. Namun, dengan secara bertahap memperkenalkan lebih banyak sayuran, buah-buahan, dan protein tanpa lemak, serta mengurangi makanan olahan, indra perasa Anda akan beradaptasi. Tubuh Anda akan mulai merasa lebih baik dengan makanan sehat.
- Meditasi atau Mindfulness: Duduk diam dan mengamati napas selama beberapa menit mungkin terasa aneh atau membosankan pada awalnya. Pikiran mungkin melayang ke mana-mana. Tetapi dengan latihan harian, Anda akan mulai merasakan ketenangan, fokus yang lebih baik, dan kemampuan yang lebih besar untuk mengelola stres. Dari "alah bisa" menenangkan pikiran menjadi "tegah biasa" menemukan kedamaian batin.
3. Mengatasi Ketakutan dan Kecemasan: Berbicara di Depan Umum atau Interaksi Sosial
Ketakutan seringkali adalah hasil dari ketidaktahuan atau kurangnya pengalaman. Dengan menghadapi ketakutan secara bertahap dan berulang, kita dapat mengubah respons emosional kita.
- Berbicara di Depan Umum: Bagi banyak orang, ini adalah ketakutan terbesar. Jantung berdebar, tangan berkeringat, pikiran kosong. Namun, dengan mengambil kesempatan berbicara di depan kelompok kecil, presentasi di rapat, atau bahkan berlatih di depan cermin, kepercayaan diri akan terbangun. Paparan berulang-ulang mengubah kecemasan menjadi kenyamanan.
- Interaksi Sosial: Kecemasan sosial dapat membuat seseorang menghindari keramaian atau percakapan. Mulailah dengan interaksi kecil: menyapa tetangga, memesan kopi dengan senyuman, bergabung dalam diskusi kelompok. Setiap interaksi yang berhasil membangun keyakinan bahwa Anda dapat menangani situasi sosial.
4. Produktivitas dan Efisiensi Kerja: Mengelola Waktu dan Tugas
Di lingkungan kerja yang serba cepat, menguasai produktivitas adalah kunci. Kebiasaan-kebiasaan kecil dapat membuat perbedaan besar.
- Manajemen Waktu: Menggunakan teknik seperti "Pomodoro Technique" (bekerja 25 menit, istirahat 5 menit) atau membuat daftar tugas harian mungkin terasa kaku di awal. Tetapi dengan konsisten menerapkan kerangka kerja ini, Anda akan menemukan ritme kerja yang efisien, mengurangi prokrastinasi, dan meningkatkan fokus.
- Menguasai Perangkat Lunak Baru: Setiap program baru memiliki kurva pembelajaran. Awalnya lambat dan canggung. Namun, dengan menggunakannya secara teratur untuk tugas-tugas kecil, mengeksplorasi fitur-fiturnya, dan mencari pintasan keyboard, Anda akan mencapai kemahiran.
- Kebiasaan Organisasi: Merapikan meja kerja di akhir hari, mengelola email, atau membuat catatan yang terstruktur. Kebiasaan-kebiasaan kecil ini, ketika dilakukan secara konsisten, menciptakan lingkungan kerja yang lebih rapi dan pikiran yang lebih jernih.
5. Hubungan Interpersonal: Empati dan Komunikasi Efektif
Hubungan yang sehat tidak hanya tentang cinta atau kebetulan, tetapi juga tentang keterampilan yang diasah melalui praktik.
- Mendengarkan Aktif: Ini adalah keterampilan yang sering diabaikan. Awalnya, mungkin sulit untuk tidak menyela atau berpikir tentang respons Anda sendiri. Tetapi dengan sengaja melatih diri untuk mendengarkan dengan penuh perhatian, mengajukan pertanyaan klarifikasi, dan memvalidasi perasaan orang lain, Anda akan menjadi pendengar yang lebih baik, memperkuat ikatan.
- Mengungkapkan Perasaan: Bagi sebagian orang, mengekspresikan emosi secara terbuka adalah hal yang menakutkan. Dengan berlatih mengungkapkan perasaan Anda secara jujur namun konstruktif dalam situasi yang kurang mengancam, Anda membangun keberanian dan kemahiran untuk komunikasi yang lebih dalam.
- Resolusi Konflik: Menghadapi konflik seringkali tidak nyaman. Namun, dengan berlatih teknik-teknik seperti "I statements", mencari solusi bersama, dan berkompromi, Anda dapat mengubah konflik dari pertempuran menjadi kesempatan untuk memahami dan tumbuh bersama.
6. Kesehatan Mental dan Emosional: Mengelola Stres dan Resiliensi
Membangun kesehatan mental yang kuat adalah proses berkelanjutan yang melibatkan kebiasaan sehari-hari.
- Jurnal Syukur: Menuliskan tiga hal yang Anda syukuri setiap hari mungkin terasa dipaksakan di awal. Namun, latihan ini secara bertahap melatih otak Anda untuk mencari hal-hal positif, bahkan di tengah kesulitan, yang mengarah pada peningkatan optimisme dan kebahagiaan.
- Refleksi Diri: Meluangkan waktu setiap hari atau minggu untuk merenungkan pengalaman, emosi, dan pembelajaran. Ini membantu Anda memahami diri sendiri lebih baik, mengidentifikasi pola-pola yang tidak sehat, dan membuat penyesuaian yang diperlukan.
- Pengelolaan Stres: Belajar teknik relaksasi seperti pernapasan dalam, yoga, atau tai chi. Awalnya, mungkin terasa canggung atau tidak efektif. Namun, dengan latihan konsisten, teknik-teknik ini menjadi alat yang ampuh untuk menenangkan sistem saraf dan merespons stres dengan lebih tenang.
7. Kewirausahaan dan Inovasi: Adaptasi dan Pembelajaran Berkelanjutan
Dunia bisnis dan inovasi adalah arena di mana "Alah Bisa Tegah Biasa" adalah filosofi esensial untuk bertahan hidup dan berkembang.
- Belajar dari Kegagalan: Setiap wirausahawan akan menghadapi kegagalan. Rasa "alah bisa" saat proyek tidak berhasil atau ide ditolak adalah hal yang wajar. Namun, dengan membiasakan diri untuk menganalisis kegagalan, mengekstrak pelajaran berharga, dan bangkit kembali dengan strategi baru, mereka membangun resiliensi yang tak tergoyahkan.
- Adaptasi Pasar: Pasar dan teknologi terus berubah. Perusahaan atau individu yang "alah bisa" dengan perubahan akan tertinggal. Dengan secara aktif mencari informasi baru, berinovasi secara rutin, dan bersedia mengubah model bisnis, mereka menjadikan adaptasi sebagai "biasa".
- Jejaring (Networking): Membangun jaringan profesional mungkin terasa tidak nyaman bagi banyak orang. Namun, dengan secara teratur menghadiri acara, menghubungi koneksi baru, dan menjalin hubungan, ini menjadi kebiasaan yang membuka pintu peluang tak terduga.
Dalam setiap contoh ini, benang merahnya jelas: kesulitan awal adalah bagian yang tak terhindarkan dari proses. Namun, dengan ketekunan, kesabaran, dan praktik yang disengaja, apa pun yang awalnya terasa "alah bisa" akan bertransformasi menjadi "tegah biasa", membuka jalan menuju penguasaan dan keunggulan diri.
Seni Latihan yang Disengaja (Deliberate Practice): Mempercepat Proses "Alah Bisa"
Meskipun pengulangan adalah kunci, tidak semua pengulangan diciptakan sama. Untuk benar-benar mempercepat proses "Alah Bisa Tegah Biasa" dan mencapai tingkat penguasaan yang tinggi, kita perlu beralih dari sekadar latihan rutin ke latihan yang disengaja (deliberate practice).
Konsep latihan yang disengaja dipopulerkan oleh psikolog K. Anders Ericsson, yang penelitiannya menunjukkan bahwa bukan hanya jumlah jam latihan yang penting, tetapi juga *cara* kita berlatih. Latihan yang disengaja adalah aktivitas terstruktur dan fokus yang dirancang untuk meningkatkan kinerja, seringkali dengan mendorong kita keluar dari zona nyaman.
Ciri-ciri Latihan yang Disengaja:
- Tujuan yang Jelas dan Spesifik: Bukan hanya "berlatih gitar," tetapi "berlatih akor G minor dengan kecepatan 60 bpm tanpa kesalahan." Fokus pada satu aspek kecil untuk ditingkatkan.
- Fokus Penuh dan Konsentrasi Tinggi: Latihan yang disengaja membutuhkan perhatian penuh, bukan multitasking atau latihan sambil lalu. Setiap sesi adalah kesempatan untuk memperbaiki detail.
- Umpan Balik Instan dan Akurat: Anda perlu tahu apakah Anda berhasil atau gagal, dan mengapa. Ini bisa datang dari pelatih, mentor, rekan, atau bahkan dari diri sendiri jika Anda belajar mengamati kinerja Anda secara objektif. Umpan balik membantu Anda menyesuaikan pendekatan Anda.
- Mendorong Diri Keluar dari Zona Nyaman: Latihan yang disengaja tidak nyaman. Ini melibatkan secara aktif mencoba hal-hal yang sulit, membuat kesalahan, dan memperbaiki kelemahan. Ini adalah proses yang menantang dan kadang-kadang membuat frustrasi.
- Pengulangan yang Bertujuan: Bukan hanya mengulang hal yang sama, tetapi mengulang dengan niat untuk meningkatkan, mencoba pendekatan yang berbeda, atau meningkatkan kecepatan/akurasi.
- Membutuhkan Upaya Mental yang Signifikan: Karena harus fokus dan keluar dari zona nyaman, latihan yang disengaja lebih melelahkan secara mental dibandingkan latihan biasa.
Contoh dalam Praktik:
- Seorang Penulis: Bukan hanya menulis artikel, tetapi menulis kalimat dengan struktur yang berbeda, mencoba gaya narasi baru, atau fokus pada pengembangan karakter tertentu dalam sebuah cerita pendek, kemudian meminta umpan balik kritis.
- Seorang Atlet: Bukan hanya berlari keliling lapangan, tetapi berlatih start balap berulang kali dengan analisis video, atau fokus pada teknik pernapasan tertentu selama lari interval, lalu mengevaluasi datanya.
- Seorang Profesional Bisnis: Bukan hanya melakukan presentasi, tetapi berlatih bagian tertentu dari presentasi yang terasa paling sulit, merekam diri sendiri, menganalisis bahasa tubuh, dan meminta rekan kerja untuk memberikan kritik yang jujur.
Dengan menerapkan prinsip-prinsip latihan yang disengaja, kita tidak hanya mengandalkan waktu untuk membuat sesuatu "biasa", tetapi secara aktif membentuk dan mempercepat proses adaptasi otak kita. Ini mengubah "alah bisa" menjadi "cepat bisa" dan "tegah biasa" menjadi "menguasai". Ini adalah cara untuk tidak hanya menjadi kompeten, tetapi untuk mencapai keunggulan sejati.
Tantangan dan Jebakan dalam Perjalanan "Alah Bisa"
Meskipun janji "Alah Bisa Tegah Biasa" sangat menggiurkan, perjalanan menuju penguasaan tidak selalu mulus. Ada berbagai tantangan dan jebakan yang dapat menggagalkan upaya kita. Mengenali dan mempersiapkan diri untuk menghadapinya adalah bagian penting dari ketekunan.
1. Plateau atau Kemandegan
Setelah periode kemajuan yang pesat di awal, seringkali kita mencapai titik di mana kemajuan terasa melambat atau bahkan terhenti sama sekali. Ini adalah "plateau", dan dapat sangat mengecilkan hati.
- Mengatasi:
- Identifikasi Akar Masalah: Apakah Anda berhenti berlatih dengan disengaja? Apakah ada kelemahan mendasar yang perlu diperbaiki?
- Cari Metode Baru: Jika satu metode tidak lagi efektif, coba pendekatan lain, sumber belajar baru, atau minta saran dari ahli.
- Variasi: Kadang-kadang, cukup dengan memperkenalkan variasi dalam latihan atau kebiasaan Anda untuk memicu kembali kemajuan.
- Istirahat yang Cukup: Terkadang, plateau adalah tanda kelelahan. Istirahat yang cukup dapat membantu otak mengonsolidasi pembelajaran.
2. Kejenuhan dan Kebosanan
Melakukan hal yang sama berulang kali, terutama jika itu menantang, bisa sangat membosankan. Kebosanan adalah musuh utama konsistensi.
- Mengatasi:
- Temukan Kembali Tujuan Anda: Ingatkan diri Anda mengapa Anda memulai ini. Apa manfaat jangka panjangnya?
- Gamifikasi: Buat latihan menjadi permainan. Tantang diri sendiri dengan tujuan kecil, berikan hadiah, atau bersaing (sehat) dengan orang lain.
- Variasi dan Kreativitas: Cari cara baru untuk melakukan latihan yang sama. Jika Anda berlatih menulis, coba format yang berbeda. Jika Anda berolahraga, coba jenis latihan yang berbeda.
- Latihan Sosial: Ajak teman atau bergabung dengan kelompok untuk membuat proses lebih menyenangkan.
3. Terlalu Banyak Tekanan atau Perfeksionisme
Paradoksnya, keinginan untuk "sempurna" dapat menghambat kemajuan. Menetapkan standar yang terlalu tinggi atau terlalu banyak menekan diri sendiri dapat menyebabkan kelelahan dan menyerah.
- Mengatasi:
- Fokus pada Proses, Bukan Hasil: Rayakan konsistensi dan upaya, bukan hanya hasil akhir.
- Fleksibilitas: Terimalah bahwa akan ada hari-hari yang tidak sempurna. Lebih baik melakukan sedikit daripada tidak sama sekali.
- Self-Compassion: Perlakukan diri Anda dengan kebaikan dan pengertian, terutama saat Anda membuat kesalahan atau berjuang.
4. Distraksi dan Prioritas yang Berubah
Dunia modern penuh dengan distraksi. Prioritas kita juga dapat bergeser, membuat kita kehilangan fokus pada tujuan awal.
- Mengatasi:
- Lingkungan yang Optimal: Minimalisir gangguan di lingkungan latihan Anda. Matikan notifikasi, cari tempat yang tenang.
- Jadwal yang Konsisten: Alokasikan waktu khusus untuk kebiasaan atau latihan Anda dan perlakukan itu sebagai janji yang tidak dapat dibatalkan.
- Tinjau Prioritas: Secara berkala, tinjau kembali tujuan Anda dan pastikan mereka masih selaras dengan nilai-nilai dan aspirasi Anda.
5. Kurangnya Dukungan atau Akuntabilitas
Mencoba sendirian dapat terasa berat. Kurangnya dukungan atau akuntabilitas dapat mengurangi motivasi.
- Mengatasi:
- Cari Mentor atau Pelatih: Seseorang yang berpengalaman dapat memberikan panduan, umpan balik, dan motivasi.
- Temukan Partner Akuntabilitas: Berbagi tujuan dengan teman atau keluarga dan saling mendukung.
- Bergabung dengan Komunitas: Menjadi bagian dari kelompok yang memiliki minat serupa dapat memberikan inspirasi dan rasa memiliki.
Perjalanan "Alah Bisa Tegah Biasa" adalah sebuah maraton, bukan sprint. Akan ada rintangan, tetapi dengan kesadaran dan strategi yang tepat, Anda dapat melewati setiap tantangan dan terus maju menuju penguasaan diri.
Transformasi Jangka Panjang: Buah dari "Alah Bisa Tegah Biasa"
Meskipun perjuangan di awal dapat terasa berat, imbalan dari menerapkan prinsip "Alah Bisa Tegah Biasa" bersifat transformatif dan berkelanjutan. Ini bukan hanya tentang menguasai satu keterampilan atau membentuk satu kebiasaan, tetapi tentang menumbuhkan pola pikir dan gaya hidup yang memungkinkan pertumbuhan tanpa henti.
1. Penguasaan dan Keunggulan Diri
Manfaat paling jelas adalah penguasaan. Ketika sesuatu yang dulu terasa sulit kini menjadi "biasa" dan otomatis, Anda telah mencapai tingkat kompetensi yang tinggi. Ini bisa berarti Anda fasih berbahasa baru, mahir dalam instrumen musik, seorang ahli di bidang pekerjaan Anda, atau memiliki kendali penuh atas kebiasaan sehat Anda. Penguasaan ini tidak hanya meningkatkan kemampuan fungsional Anda, tetapi juga membuka pintu ke peluang baru dan pengalaman yang lebih kaya.
2. Peningkatan Kepercayaan Diri dan Efikasi Diri
Setiap kali Anda mengubah sesuatu yang "alah bisa" menjadi "tegah biasa", Anda membuktikan kepada diri sendiri bahwa Anda mampu. Ini membangun kepercayaan diri yang mendalam dan rasa efikasi diri—keyakinan pada kemampuan Anda untuk berhasil dalam situasi tertentu. Kepercayaan diri ini menyebar ke area lain dalam hidup Anda, membuat Anda lebih berani mengambil risiko, mengatasi tantangan baru, dan percaya pada potensi Anda.
3. Pola Pikir Berkembang (Growth Mindset)
Perjalanan "Alah Bisa Tegah Biasa" secara inheren menumbuhkan pola pikir berkembang, di mana Anda melihat kemampuan dan kecerdasan sebagai sesuatu yang dapat dikembangkan melalui dedikasi dan kerja keras, bukan sebagai sifat tetap yang tidak dapat diubah. Ini adalah antidot terhadap pola pikir tetap yang percaya bahwa bakat adalah satu-satunya penentu kesuksesan. Dengan pola pikir berkembang, setiap tantangan adalah kesempatan untuk belajar, dan setiap kesalahan adalah batu loncatan menuju peningkatan.
4. Resiliensi yang Lebih Besar
Melewati fase "alah bisa" berulang kali membangun resiliensi—kemampuan untuk bangkit kembali dari kesulitan. Anda belajar bahwa ketidaknyamanan adalah sementara, dan bahwa dengan ketekunan, Anda dapat mengatasi rintangan. Ini membuat Anda lebih siap menghadapi tantangan hidup lainnya, baik pribadi maupun profesional, dengan kekuatan dan ketenangan.
5. Perluasan Zona Nyaman
Setiap kali Anda berhasil membuat sesuatu yang baru menjadi "biasa", zona nyaman Anda secara efektif meluas. Apa yang dulu terasa menakutkan atau asing kini menjadi bagian dari repertoar Anda. Ini menciptakan ruang untuk petualangan baru, pembelajaran lebih lanjut, dan eksplorasi diri yang berkelanjutan. Anda menjadi pribadi yang lebih adaptif dan terbuka terhadap pengalaman baru.
6. Kebebasan dan Otonomi
Ketika tindakan menjadi otomatis dan Anda menguasai keterampilan, Anda merasakan kebebasan. Anda tidak lagi terbebani oleh perjuangan kognitif atau emosional yang melelahkan. Anda dapat melakukan tugas-tugas dengan lebih sedikit usaha, membebaskan energi mental untuk kreativitas, pemikiran strategis, atau sekadar menikmati hidup. Misalnya, seorang penutur bahasa asing yang mahir tidak lagi berjuang dengan setiap kata, tetapi dapat fokus pada nuansa percakapan dan hubungan antarmanusia.
Pada akhirnya, "Alah Bisa Tegah Biasa" bukan hanya tentang mencapai tujuan, tetapi tentang menjadi pribadi yang lebih kuat, lebih percaya diri, dan lebih adaptif. Ini adalah filosofi hidup yang, jika dipeluk, dapat membuka pintu menuju transformasi diri yang tak terbatas, di mana setiap kesulitan adalah peluang tersembunyi untuk tumbuh dan berkembang menjadi versi terbaik dari diri Anda.
Kesimpulan: Merangkul Perjalanan Menuju Penguasaan
Dari penggalan kearifan lokal "Alah Bisa Tegah Biasa", kita belajar sebuah kebenaran fundamental tentang pertumbuhan dan potensi manusia. Setiap hal besar yang pernah dicapai, setiap keterampilan yang pernah dikuasai, dan setiap kebiasaan positif yang pernah terbentuk, semuanya dimulai dari fase "alah bisa"—rasa canggung, sulit, dan kadang-kadang menyakitkan. Namun, dengan ketekunan, konsistensi, dan praktik yang disengaja, kita memiliki kemampuan luar biasa untuk mengubah kesulitan-kesulitan itu menjadi "tegah biasa", bahkan lumrah.
Kita telah menelusuri fondasi ilmiah dari prinsip ini melalui neuroplastisitas, yang menunjukkan bahwa otak kita memang dirancang untuk beradaptasi dan membentuk jalur saraf baru. Kita juga telah melihat bagaimana berbagai hambatan awal seperti ketakutan, prokrastinasi, dan kejenuhan dapat diatasi dengan strategi yang tepat.
Penerapan "Alah Bisa Tegah Biasa" bersifat universal, mencakup pengembangan keterampilan baru, pembentukan kebiasaan kesehatan, mengatasi ketakutan, meningkatkan produktivitas, memperkaya hubungan, hingga menumbuhkan resiliensi mental. Ini adalah panduan praktis untuk mencapai keunggulan di setiap aspek kehidupan Anda.
Dan yang terpenting, kita memahami bahwa imbalan dari perjalanan ini jauh melampaui penguasaan satu hal. Ia melahirkan kepercayaan diri yang tak tergoyahkan, pola pikir berkembang yang tak terbatas, resiliensi yang kokoh, dan perluasan zona nyaman yang berkelanjutan. Ini adalah transformasi pribadi yang mengubah cara kita memandang tantangan dan kemampuan diri kita sendiri.
Maka, pertanyaan yang perlu kita ajukan pada diri sendiri adalah: Apa yang akan Anda mulai jadikan "biasa" hari ini? Mungkin itu adalah kebiasaan membaca 10 menit setiap malam, mempelajari 5 kata bahasa baru setiap hari, atau meluangkan waktu 30 menit untuk berolahraga. Mungkin itu adalah memberanikan diri memulai proyek yang selama ini tertunda, atau menghadapi ketakutan yang telah lama bersembunyi.
Ingatlah, setiap master dulunya adalah seorang pemula. Setiap kebiasaan yang mudah sekarang, dulunya adalah sebuah perjuangan. Jangan biarkan kesulitan awal menghalangi Anda. Rangkullah ketidaknyamanan, percayalah pada proses, dan saksikan bagaimana dengan konsistensi, apa pun yang "alah bisa" akan menjadi "tegah biasa". Ini adalah jalan menuju penguasaan diri, keunggulan, dan kehidupan yang lebih penuh potensi.