Anggaran Berbasis Kinerja

Meningkatkan Efisiensi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Publik

Pendahuluan

Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) adalah sebuah konsep penting dalam pengelolaan keuangan publik yang bertujuan untuk menggeser fokus dari sekadar pengeluaran (input) menuju pencapaian hasil (output dan outcome). Dalam konteks tata kelola pemerintahan yang baik, ABK menjadi instrumen krusial untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas dalam penggunaan dana publik. Pendekatan ini mewakili perubahan paradigma yang signifikan dari sistem anggaran tradisional yang seringkali hanya berpusat pada ketersediaan dana dan kepatuhan administratif.

Sejak diperkenalkan dan diimplementasikan di berbagai negara, termasuk Indonesia, ABK telah menjadi pilar reformasi manajemen keuangan sektor publik. Tujuannya adalah memastikan bahwa setiap rupiah yang dibelanjakan oleh pemerintah benar-benar memberikan nilai tambah bagi masyarakat dan mendukung pencapaian tujuan pembangunan nasional. Ini bukan hanya tentang berapa banyak uang yang dihabiskan, tetapi lebih kepada apa yang dicapai dengan uang tersebut.

Artikel ini akan mengupas tuntas Anggaran Berbasis Kinerja, mulai dari definisi dasarnya, prinsip-prinsip yang mendasarinya, komponen-komponen utama, manfaat yang ditawarkan, hingga berbagai tantangan dalam implementasinya. Pemahaman mendalam tentang ABK sangat relevan bagi para pengambil kebijakan, praktisi keuangan, akademisi, serta masyarakat luas yang ingin memahami bagaimana pemerintah mengelola sumber daya untuk kesejahteraan bersama. Mari kita telusuri lebih jauh esensi dan implikasi dari Anggaran Berbasis Kinerja.

Ilustrasi Visi dan Misi Anggaran Sebuah ilustrasi target sasaran dengan anak panah dan grafik batang yang menunjukkan arah dan tujuan keuangan.

Apa Itu Anggaran Berbasis Kinerja?

Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) adalah sebuah sistem penganggaran yang menyelaraskan alokasi sumber daya dengan tujuan strategis dan hasil yang diharapkan. Berbeda dengan pendekatan tradisional yang cenderung berfokus pada pos-pos pengeluaran atau input semata, ABK menekankan pada korelasi antara dana yang dikeluarkan dengan kinerja yang dicapai oleh suatu entitas atau program. Ini berarti bahwa setiap pengeluaran harus dapat dijustifikasi oleh kontribusinya terhadap pencapaian target kinerja tertentu.

Inti dari ABK adalah kemampuan untuk mengukur dan mengevaluasi seberapa efektif dan efisien program atau kegiatan pemerintah dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hal ini dilakukan melalui penetapan indikator kinerja yang jelas, terukur, dapat dicapai, relevan, dan memiliki batas waktu (SMART). Dengan demikian, ABK bukan hanya sekadar daftar belanja, melainkan sebuah rencana kerja yang terintegrasi dengan strategi dan visi organisasi.

Dalam praktiknya, ABK melibatkan proses identifikasi tujuan yang jelas, penentuan indikator kinerja untuk mengukur kemajuan menuju tujuan tersebut, alokasi sumber daya berdasarkan kebutuhan untuk mencapai kinerja yang diinginkan, serta pelaporan dan evaluasi kinerja secara berkala. Proses ini menciptakan siklus perbaikan berkelanjutan di mana hasil evaluasi kinerja digunakan untuk menyempurnakan perencanaan dan penganggaran di masa mendatang.

Konsep ABK berakar dari teori manajemen sektor publik baru (New Public Management) yang mendorong pemerintah untuk mengadopsi prinsip-prinsip manajemen sektor swasta, termasuk fokus pada hasil, efisiensi, dan akuntabilitas. Tujuannya adalah untuk menciptakan pemerintahan yang lebih responsif, efisien, dan efektif dalam melayani masyarakat.

Perbedaan dengan Anggaran Tradisional

Untuk lebih memahami ABK, penting untuk membandingkannya dengan model anggaran tradisional yang telah lama digunakan.

Dengan demikian, ABK merupakan evolusi dari anggaran tradisional, bergerak dari sekadar kontrol administratif menuju manajemen yang berorientasi pada hasil.

Sejarah dan Latar Belakang

Ide untuk mengaitkan anggaran dengan kinerja bukanlah hal baru. Konsep serupa telah muncul sejak awal abad ke-20 di Amerika Serikat dengan gerakan reformasi manajemen ilmiah. Namun, adopsi secara luas di sektor publik baru marak pada paruh kedua abad tersebut, terutama setelah munculnya gerakan New Public Management pada tahun 1980-an dan 1990-an. Gerakan ini menekankan pentingnya efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas dalam pelayanan publik, seringkali dengan mengadaptasi praktik-praktik manajemen dari sektor swasta.

Di Indonesia, penerapan ABK mulai menguat seiring dengan reformasi manajemen keuangan negara yang didorong oleh berbagai peraturan perundang-undangan. Tujuannya adalah untuk menciptakan birokrasi yang lebih profesional, transparan, dan berorientasi pada hasil, sejalan dengan tuntutan masyarakat akan pelayanan publik yang lebih baik dan penggunaan anggaran yang lebih bertanggung jawab.

ABK bukan sekadar tren sesaat, melainkan sebuah kebutuhan fundamental dalam upaya mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. Dengan ABK, pemerintah dituntut untuk berpikir lebih strategis, merencanakan dengan lebih cermat, melaksanakan dengan lebih efisien, dan melaporkan hasilnya dengan lebih transparan kepada publik.

Prinsip dan Komponen Utama Anggaran Berbasis Kinerja

Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja yang efektif memerlukan pemahaman mendalam tentang prinsip-prinsip dasarnya serta komponen-komponen utama yang membentuk kerangka kerjanya. Tanpa pilar-pilar ini, ABK berisiko hanya menjadi formalitas tanpa dampak substansial.

Prinsip-Prinsip ABK

Beberapa prinsip kunci yang harus dipegang teguh dalam implementasi ABK meliputi:

  1. Fokus pada Hasil (Outcomes): Ini adalah prinsip inti. Anggaran tidak lagi hanya tentang berapa banyak uang yang dikeluarkan, melainkan tentang apa yang ingin dicapai dan dampak apa yang dihasilkan dari pengeluaran tersebut. Ini berarti menggeser perhatian dari input menuju output dan outcome.
  2. Keterkaitan Strategis: Setiap program dan kegiatan yang dianggarkan harus secara jelas terhubung dengan tujuan strategis organisasi atau pemerintah daerah. Anggaran harus menjadi alat untuk mewujudkan visi dan misi yang lebih besar.
  3. Pengukuran Kinerja: Diperlukan sistem pengukuran kinerja yang robust dan indikator kinerja yang jelas, terukur, dan relevan. Tanpa pengukuran yang akurat, sulit untuk menilai apakah tujuan telah tercapai.
  4. Transparansi dan Akuntabilitas: Proses penganggaran dan hasil kinerja harus dapat diakses dan dipertanggungjawabkan kepada publik. Informasi kinerja harus tersedia dan mudah dipahami oleh pemangku kepentingan.
  5. Efisiensi dan Efektivitas: Mendorong penggunaan sumber daya yang optimal untuk mencapai hasil yang maksimal. Efisiensi berarti mencapai hasil dengan biaya terendah, sementara efektivitas berarti mencapai tujuan yang ditetapkan.
  6. Perbaikan Berkelanjutan: Hasil evaluasi kinerja harus digunakan untuk umpan balik dan penyempurnaan perencanaan serta penganggaran di periode berikutnya. Ini menciptakan siklus pembelajaran dan peningkatan.
  7. Partisipasi dan Keterlibatan: Melibatkan berbagai pemangku kepentingan dalam proses perencanaan, penetapan tujuan, dan evaluasi kinerja untuk memastikan relevansi dan penerimaan.

Komponen Utama ABK

ABK terdiri dari beberapa komponen kunci yang saling terkait dan mendukung satu sama lain:

1. Indikator Kinerja

Ini adalah elemen vital ABK. Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif atau kualitatif yang digunakan untuk menilai sejauh mana program atau kegiatan telah mencapai tujuannya. Indikator yang baik harus SMART: Specific (spesifik), Measurable (terukur), Achievable (dapat dicapai), Relevant (relevan), dan Time-bound (memiliki batas waktu).

Penting untuk membedakan antara output dan outcome. Output adalah apa yang kita lakukan, sementara outcome adalah apa yang terjadi sebagai hasilnya. Misalnya, membangun sekolah adalah output, tetapi peningkatan angka kelulusan dan kualitas pendidikan adalah outcome.

2. Tujuan dan Sasaran Strategis

Setiap alokasi anggaran harus didasarkan pada tujuan dan sasaran strategis yang jelas, yang biasanya diturunkan dari rencana pembangunan jangka menengah atau rencana strategis organisasi. Tujuan ini harus spesifik, dapat diukur, dan relevan dengan misi entitas.

3. Rencana Kinerja

Dokumen ini merinci tujuan, sasaran, indikator kinerja, target yang ingin dicapai, serta kegiatan dan program yang akan dilaksanakan untuk mencapai target tersebut. Rencana kinerja menjadi panduan bagi unit kerja dalam melaksanakan tugasnya dan menjadi dasar untuk evaluasi.

4. Anggaran (Alokasi Sumber Daya)

Alokasi dana dilakukan berdasarkan rencana kinerja yang telah disusun. Artinya, dana diberikan kepada program atau kegiatan yang dianggap paling efektif dan efisien dalam mencapai target kinerja yang telah ditetapkan. Ini adalah bagian di mana anggaran berfungsi sebagai alat insentif untuk pencapaian kinerja.

5. Pelaporan Kinerja

Setelah pelaksanaan, unit kerja harus menyusun laporan kinerja yang berisi informasi tentang pencapaian indikator kinerja, realisasi anggaran, serta analisis terhadap kesenjangan antara target dan capaian. Pelaporan ini harus dilakukan secara periodik dan transparan.

6. Evaluasi Kinerja

Proses sistematis untuk menilai efisiensi dan efektivitas program atau kegiatan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Evaluasi ini dapat dilakukan secara internal maupun eksternal, dan hasilnya digunakan untuk memberikan umpan balik, mengidentifikasi area perbaikan, serta menjadi dasar pengambilan keputusan untuk perencanaan anggaran di masa mendatang.

Ilustrasi Komponen Sistem Empat kotak yang saling terhubung oleh panah, melambangkan input, proses, output, dan outcome dalam sebuah sistem. Input Proses Output Outcome

Manfaat Anggaran Berbasis Kinerja

Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja membawa sejumlah manfaat signifikan bagi pemerintah dan masyarakat. Manfaat ini tidak hanya terbatas pada aspek keuangan, tetapi juga mencakup perbaikan tata kelola, efisiensi operasional, dan peningkatan kualitas pelayanan publik secara keseluruhan.

1. Peningkatan Efisiensi dan Efektivitas

2. Peningkatan Akuntabilitas dan Transparansi

3. Peningkatan Perencanaan dan Pengelolaan Strategis

4. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

5. Peningkatan Motivasi dan Moral Pegawai

Secara keseluruhan, Anggaran Berbasis Kinerja adalah alat manajemen yang kuat untuk mendorong pemerintahan yang lebih baik, di mana setiap pengeluaran dipertimbangkan dampaknya, dan setiap program diarahkan pada pencapaian tujuan yang bermanfaat bagi seluruh masyarakat.

Ilustrasi Manfaat dan Efisiensi Sebuah ilustrasi roda gigi berputar yang melambangkan efisiensi, dan daun serta koin yang melambangkan pertumbuhan dan nilai.

Tantangan dalam Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja

Meskipun Anggaran Berbasis Kinerja menawarkan banyak manfaat, implementasinya tidak selalu mulus dan seringkali dihadapkan pada berbagai tantangan. Tantangan ini dapat berasal dari faktor internal organisasi maupun lingkungan eksternal. Mengidentifikasi dan memahami tantangan ini sangat penting untuk merancang strategi implementasi yang berhasil.

1. Kesulitan dalam Menentukan dan Mengukur Indikator Kinerja

2. Perubahan Budaya dan Resistensi Internal

3. Kapasitas Sumber Daya Manusia dan Kelembagaan

4. Dukungan Politik dan Kepemimpinan

5. Risiko Manipulasi dan Gaming

6. Integrasi dengan Sistem Lain

Mengatasi tantangan-tantangan ini memerlukan pendekatan yang komprehensif, melibatkan investasi dalam pengembangan kapasitas, perubahan budaya organisasi, dukungan kepemimpinan yang kuat, serta perancangan sistem yang cermat dan adaptif. Implementasi ABK adalah perjalanan panjang yang membutuhkan kesabaran dan komitmen berkelanjutan.

Ilustrasi Tantangan dan Hambatan Sebuah ilustrasi orang yang mencoba memanjat dinding tinggi, melambangkan hambatan dan kesulitan dalam mencapai tujuan.

Langkah-Langkah Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja

Implementasi Anggaran Berbasis Kinerja adalah proses yang kompleks dan bertahap, yang memerlukan perencanaan matang, koordinasi lintas sektor, serta komitmen jangka panjang. Berikut adalah langkah-langkah kunci yang umumnya diikuti dalam penerapan ABK:

1. Tahap Perencanaan dan Desain

2. Tahap Sosialisasi dan Peningkatan Kapasitas

3. Tahap Perencanaan Anggaran dan Pelaksanaan

4. Tahap Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan

Setiap langkah ini memerlukan komitmen, sumber daya, dan kemampuan adaptasi. Implementasi ABK bukan proyek sekali jadi, melainkan proses evolusioner yang terus disempurnakan seiring berjalannya waktu dan pengalaman yang diperoleh.

Ilustrasi Tahapan Implementasi Sebuah ilustrasi siklus dengan panah melingkar yang menunjukkan proses berkelanjutan dari perencanaan hingga evaluasi.

Strategi Pendukung dan Faktor Keberhasilan ABK

Keberhasilan implementasi Anggaran Berbasis Kinerja tidak hanya bergantung pada langkah-langkah teknis, tetapi juga pada strategi pendukung dan faktor-faktor non-teknis yang kuat. Mengabaikan aspek-aspek ini dapat menggagalkan upaya terbaik sekalipun.

1. Kepemimpinan dan Komitmen Politik yang Kuat

2. Perencanaan Strategis yang Efektif

3. Pengembangan Kapasitas Sumber Daya Manusia

4. Sistem Informasi dan Teknologi yang Mendukung

5. Budaya Organisasi yang Berorientasi Kinerja

6. Partisipasi Pemangku Kepentingan

7. Sistem Pemantauan dan Evaluasi yang Robust

ABK bukan sekadar alat teknis akuntansi, melainkan sebuah filosofi manajemen yang membutuhkan perubahan mendalam dalam cara pemerintah beroperasi. Oleh karena itu, faktor-faktor pendukung ini sangat krusial untuk memastikan ABK dapat memberikan manfaat maksimal dan berkelanjutan.

Perbandingan Anggaran Tradisional dengan Anggaran Berbasis Kinerja

Untuk lebih memahami signifikansi Anggaran Berbasis Kinerja (ABK), penting untuk membandingkannya secara langsung dengan Anggaran Tradisional (sering disebut juga Line-Item Budgeting atau Anggaran Garis Besar). Perbandingan ini akan menyoroti perbedaan mendasar dalam filosofi, fokus, proses, dan hasil yang diharapkan dari kedua pendekatan ini.

Anggaran Tradisional (Line-Item Budgeting)

Anggaran tradisional adalah sistem penganggaran yang paling tua dan umum digunakan. Fokus utamanya adalah pada kontrol pengeluaran dan kepatuhan terhadap aturan keuangan.

Anggaran Berbasis Kinerja (ABK)

Anggaran Berbasis Kinerja muncul sebagai respons terhadap keterbatasan anggaran tradisional, dengan fokus utama pada hasil dan efisiensi.

Tabel Perbandingan Singkat

Fitur Anggaran Tradisional Anggaran Berbasis Kinerja (ABK)
Fokus Input (pos pengeluaran) Output & Outcome (hasil dan dampak)
Orientasi Kontrol pengeluaran, kepatuhan Efisiensi, efektivitas, akuntabilitas
Pertanyaan Kunci Berapa yang dibelanjakan? Apa yang dicapai dengan uang ini?
Pengukuran Tidak ada pengukuran kinerja eksplisit Indikator kinerja yang terukur
Hubungan Strategis Lemah atau tidak ada Kuat, integral dengan perencanaan strategis
Fleksibilitas Kaku Relatif lebih fleksibel
Kompleksitas Implementasi Rendah Tinggi, membutuhkan SDM & sistem

Pergeseran dari anggaran tradisional ke ABK mencerminkan evolusi dalam pemikiran manajemen publik, dari sekadar "mengelola uang" menjadi "mengelola untuk hasil". Ini adalah langkah penting menuju tata kelola pemerintahan yang lebih modern, responsif, dan akuntabel.

Studi Kasus dan Contoh Penerapan ABK

Penerapan Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) telah dilakukan di berbagai tingkatan pemerintahan dan sektor, baik di tingkat nasional maupun daerah, serta di berbagai jenis organisasi publik. Meskipun detail implementasinya bervariasi, prinsip-prinsip inti ABK tetap konsisten. Bagian ini akan memberikan gambaran umum mengenai contoh-contoh penerapan ABK tanpa menyebutkan tahun spesifik atau entitas tertentu, untuk menjaga relevansi yang abadi.

Contoh Penerapan di Tingkat Nasional

Pada level pemerintahan pusat, ABK seringkali diintegrasikan ke dalam sistem perencanaan dan penganggaran seluruh kementerian dan lembaga. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa alokasi anggaran mendukung pencapaian tujuan pembangunan nasional yang tertuang dalam rencana pembangunan jangka menengah.

Dalam setiap kasus ini, alokasi anggaran bukan lagi sekadar memberi uang kepada kementerian, tetapi mengikatkan uang tersebut pada pencapaian kinerja yang jelas dan terukur, serta secara berkala dievaluasi.

Contoh Penerapan di Tingkat Daerah

Pemerintah daerah juga mengadopsi ABK untuk mengelola anggaran provinsi atau kabupaten/kota. Tujuannya serupa: mengoptimalkan penggunaan APBD untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat di wilayah masing-masing.

Pelajaran Penting dari Studi Kasus

Dari berbagai contoh penerapan, ada beberapa pelajaran penting yang dapat dipetik:

  1. Pentingnya Indikator yang Jelas: Keberhasilan ABK sangat bergantung pada kualitas indikator kinerja. Indikator yang terlalu umum atau tidak terukur akan membuat evaluasi menjadi sulit.
  2. Dukungan Data: Ketersediaan data yang valid dan sistematis adalah fondasi. Tanpa data yang kuat, pengukuran kinerja hanyalah dugaan.
  3. Perubahan Budaya: Penerapan ABK seringkali membutuhkan waktu lama karena melibatkan perubahan fundamental dalam pola pikir dan perilaku birokrasi, dari sekadar menjalankan prosedur menjadi berorientasi hasil.
  4. Komitmen Berkelanjutan: ABK bukan proyek sekali jadi. Ia memerlukan komitmen politik dan manajerial yang berkelanjutan, peninjauan dan penyempurnaan sistem secara periodik, serta adaptasi terhadap kondisi yang berubah.
  5. Keterlibatan Semua Pihak: Melibatkan unit kerja yang akan melaksanakan program, departemen keuangan, pimpinan, dan bahkan masyarakat dalam perumusan tujuan dan indikator akan meningkatkan rasa memiliki dan akuntabilitas.

Studi kasus di atas menunjukkan bahwa ABK adalah alat yang ampuh untuk meningkatkan efisiensi dan akuntabilitas sektor publik. Namun, implementasinya membutuhkan lebih dari sekadar perubahan di atas kertas; ia menuntut perubahan mendalam dalam cara pemerintah merencanakan, mengelola, dan mengevaluasi kinerja.

Ilustrasi Analisis dan Data Sebuah ilustrasi kaca pembesar di atas grafik batang dan dokumen, melambangkan analisis data dan studi kasus.

Masa Depan Anggaran Berbasis Kinerja dan Inovasi

Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) terus berkembang seiring dengan evolusi teknologi dan tuntutan masyarakat akan tata kelola pemerintahan yang lebih baik. Masa depan ABK kemungkinan akan ditandai dengan inovasi dalam metodologi, integrasi dengan sistem yang lebih luas, dan pemanfaatan teknologi canggih.

1. Integrasi Lebih Lanjut dengan Perencanaan Strategis

Di masa depan, kita akan melihat ABK semakin terintegrasi secara mulus dengan proses perencanaan strategis di semua tingkatan. Anggaran tidak lagi hanya mengikuti rencana, tetapi menjadi bagian intrinsik dari perumusan strategi itu sendiri, dengan proses "top-down" (strategi ke anggaran) dan "bottom-up" (proposal program berbasis kinerja) yang lebih seimbang. Ini berarti setiap program atau kegiatan harus memiliki benang merah yang jelas menuju tujuan strategis nasional atau daerah.

2. Pemanfaatan Teknologi dan Big Data

3. Fokus pada Outcome Jangka Panjang dan Dampak Sosial

ABK akan bergeser dari sekadar mengukur output langsung menuju pengukuran outcome dan dampak sosial ekonomi jangka panjang. Ini memerlukan pengembangan metodologi evaluasi dampak yang lebih canggih, seperti Randomized Control Trials (RCTs) atau metode kuasi-eksperimen lainnya, untuk secara akurat mengukur kontribusi program terhadap perubahan sosial.

4. Keterlibatan Publik yang Lebih Luas dan Transparansi Berbasis Digital

5. Penggabungan dengan Pendekatan Anggaran Lain

ABK kemungkinan akan terus berintegrasi dengan pendekatan anggaran modern lainnya, seperti Anggaran Nol Berbasis (Zero-Based Budgeting) untuk membenarkan setiap pengeluaran dari awal, atau anggaran partisipatif untuk melibatkan masyarakat dalam pengambilan keputusan alokasi. Ini akan menciptakan kerangka penganggaran yang lebih holistik dan adaptif.

6. Peningkatan Kapasitas dan Profesionalisme

Akan ada penekanan yang lebih besar pada pengembangan kapasitas berkelanjutan bagi para perencana anggaran, analis kinerja, dan manajer program. Profesionalisme di bidang ini akan ditingkatkan melalui sertifikasi, pendidikan berkelanjutan, dan praktik terbaik internasional.

7. Adaptasi terhadap Tantangan Global

ABK perlu beradaptasi untuk menjawab tantangan global seperti perubahan iklim, pandemi, dan ketidaksetaraan. Ini berarti mengintegrasikan indikator kinerja yang relevan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dan fokus pada ketahanan serta keberlanjutan.

Masa depan ABK adalah tentang menjadi lebih cerdas, lebih responsif, dan lebih berorientasi pada dampak nyata bagi masyarakat. Ini adalah perjalanan tanpa akhir dalam upaya menciptakan pemerintahan yang lebih efektif dan akuntabel.

Kesimpulan

Anggaran Berbasis Kinerja (ABK) merupakan evolusi penting dalam manajemen keuangan publik, menggeser paradigma dari sekadar kontrol pengeluaran menuju pencapaian hasil dan dampak yang terukur. Melalui penetapan tujuan yang jelas, indikator kinerja yang spesifik, dan evaluasi yang sistematis, ABK bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas dalam penggunaan dana publik.

Manfaat ABK sangat beragam, mulai dari optimalisasi penggunaan sumber daya, pengambilan keputusan berbasis bukti, peningkatan kualitas pelayanan publik, hingga penguatan perencanaan strategis. Namun, implementasinya tidak terlepas dari berbagai tantangan, seperti kesulitan dalam pengukuran outcome, resistensi budaya, keterbatasan kapasitas SDM, dan kebutuhan akan dukungan politik yang kuat.

Untuk mengatasi tantangan tersebut, strategi pendukung seperti kepemimpinan yang berkomitmen, sistem informasi yang terintegrasi, pengembangan kapasitas berkelanjutan, dan budaya organisasi yang berorientasi kinerja menjadi krusial. ABK bukan hanya alat teknis, melainkan filosofi manajemen yang menuntut perubahan mendalam dalam cara pemerintah beroperasi dan berinteraksi dengan masyarakat.

Masa depan ABK akan semakin cerah dengan pemanfaatan teknologi canggih seperti big data, AI, dan integrasi yang lebih dalam dengan perencanaan strategis serta partisipasi publik. Pada akhirnya, tujuan dari ABK adalah mewujudkan pemerintahan yang lebih responsif, efisien, dan efektif dalam memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat, serta mencapai tujuan pembangunan yang berkelanjutan. Dengan komitmen yang kuat dan implementasi yang adaptif, Anggaran Berbasis Kinerja akan terus menjadi pilar utama dalam menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik.