Dalam lanskap bahasa Indonesia, ada kalanya kita menemui frasa atau kata yang sekilas terasa akrab namun pada saat yang sama hampa makna konvensional. Salah satu di antaranya adalah "apan apan". Frasa ini, pada pendengaran pertama, mungkin memicu serangkaian pertanyaan: Apakah ini ejaan yang salah? Apakah ini istilah daerah? Atau mungkinkah ini hanya sebuah pengulangan kata yang bertujuan menekankan sesuatu yang sulit didefinisikan? Artikel ini akan menyelami kedalaman konseptual dari "apan apan", menguraikannya bukan sebagai sebuah kata dengan definisi baku, melainkan sebagai sebuah jembatan menuju pemahaman yang lebih luas tentang ketidakpastian, potensi tak terbatas, dan esensi eksplorasi manusia terhadap hal-hal yang belum terdefinisikan.
Kita hidup di dunia yang sangat terstruktur, di mana segala sesuatu cenderung diberi label, dikategorikan, dan dianalisis. Dari benda mati hingga konsep abstrak, manusia memiliki kecenderungan bawaan untuk memberi nama dan memahami lingkungan mereka. Namun, apa yang terjadi ketika kita dihadapkan pada sesuatu yang "apan apan" – sesuatu yang luput dari klasifikasi mudah, sesuatu yang berdenyut di ambang pemahaman, namun belum sepenuhnya mengambil bentuk yang konkret? Inilah titik awal petualangan kita, sebuah eksplorasi filosofis dan imajinatif ke dalam inti dari ketidakjelasan yang produktif.
Jika kita mencari "apan apan" di kamus besar bahasa Indonesia, kemungkinan besar kita tidak akan menemukan entri yang spesifik. Ini bukanlah kata benda, kata kerja, atau kata sifat yang diakui secara formal. Namun, resonansinya dalam telinga penutur bahasa Indonesia tidak sepenuhnya asing. Ia membawa gema dari frasa seperti "apa-apaan?" yang mengekspresikan keheranan atau ketidakpercayaan, atau "apa-apa" yang berarti "apapun" atau "segala sesuatu". Perbedaan kecil dalam spasi atau intonasi dapat mengubah makna secara drastis, dari pertanyaan retoris yang kuat hingga ekspresi inklusivitas yang luas.
Pada satu sisi, "apan apan" bisa diartikan sebagai cerminan dari kegagalan bahasa untuk menangkap realitas sepenuhnya. Ada kalanya, pengalaman atau ide begitu baru, begitu unik, atau begitu kompleks sehingga kata-kata yang ada terasa tidak memadai. Dalam momen-momen inilah kita mungkin secara intuitif menciptakan frasa placeholder, sebuah "apan apan" verbal yang berfungsi sebagai penunjuk ke arah sesuatu yang lebih besar dari sekadar kumpulan huruf. Ini adalah isyarat bahwa ada sesuatu yang sedang kita coba pahami, meskipun kita belum memiliki kerangka linguistik yang tepat untuk melakukannya.
Namun, di sisi lain, ketidakjelasan "apan apan" justru menjadi kekuatannya. Tanpa beban definisi yang kaku, ia menjadi kanvas kosong. Ia mengundang imajinasi, mendorong kita untuk mengisi kekosongan dengan interpretasi pribadi dan kolektif. Ia membebaskan kita dari batasan makna yang telah ditetapkan, membuka ruang bagi pemikiran lateral dan penemuan baru. Dalam konteks ini, "apan apan" bertransformasi dari sebuah anomali menjadi sebuah undangan untuk berdialog dengan yang tidak diketahui, untuk merangkul ambiguitas sebagai sumber inspirasi.
Bayangkan seorang seniman di hadapan kanvas kosong, seorang ilmuwan di ambang penemuan baru, atau seorang filsuf yang merenungkan pertanyaan eksistensial. Di setiap skenario ini, ada elemen "apan apan" – sebuah domain di mana belum ada batasan yang jelas, di mana aturan belum sepenuhnya terbentuk, dan di mana setiap kemungkinan masih terbuka. Ini adalah momen-murni potensi, sebelum ide-ide mengeras menjadi bentuk yang definitif.
Untuk memahami inti dari "apan apan," penting untuk membedakannya dari frasa-frasa yang terdengar mirip namun memiliki makna yang sudah mapan. Frasa "apa-apaan?" yang ditulis dengan tanda hubung dan tanda tanya, secara inheren adalah sebuah interogasi atau ekspresi ketidaksetujuan, keheranan, atau kemarahan. "Apa-apaan ini?!" adalah seruan yang menuntut penjelasan, yang menunjukkan bahwa ada sesuatu yang tidak pada tempatnya atau tidak dapat diterima. Ia menunjukkan bahwa ada sebuah "sesuatu" yang konkret, meskipun tidak dikehendaki atau dipahami.
Sementara itu, "apa-apa" (tanpa tanda hubung, seringkali diikuti dengan negasi atau di dalam konteks inklusif) berarti "apapun" atau "segala sesuatu". Contohnya, "Saya tidak membawa apa-apa" berarti "Saya tidak membawa apapun." Atau, "Silakan ambil apa-apa yang kamu mau" berarti "Silakan ambil apapun yang kamu inginkan." Di sini, "apa-apa" berfungsi sebagai penunjuk ke arah ruang kemungkinan yang luas namun tetap memiliki batasan kontekstual yang jelas.
"Apan apan", dengan ejaan yang unik ini, justru melampaui kedua interpretasi tersebut. Ia tidak menuntut penjelasan, melainkan menyajikan sebuah area tanpa penjelasan. Ia tidak merujuk pada "apapun" dalam pengertian yang inklusif, melainkan pada esensi dari ketidakberbentukkan itu sendiri. Ia berdiri sebagai sebuah entitas independen, sebuah simbol linguistik untuk kekosongan yang dapat diisi, untuk pertanyaan yang lebih mendalam dari sekadar "apa ini?" Ia adalah 'pra-penjelasan', 'pra-definisi', sebuah isyarat terhadap sesuatu yang belum lahir dalam bentuk kata yang sepenuhnya. Ini adalah sebuah cerminan dari batas-batas pemahaman kita, sebuah pengingat bahwa tidak semua hal dapat atau harus segera diklasifikasikan.
Salah satu interpretasi paling kuat dari "apan apan" adalah sebagai simbol dari potensi murni. Ketika kita dihadapkan pada sesuatu yang belum terdefinisikan, kita juga dihadapkan pada sebuah kesempatan tak terbatas untuk membentuknya. Ini adalah ruang di mana imajinasi dapat berkembang biak tanpa batasan, di mana ide-ide radikal dapat berakar sebelum dibatasi oleh konvensi. Dalam konteks kreativitas, "apan apan" adalah fase awal yang krusial: momen sebelum garis pertama ditarik, sebelum nada pertama dimainkan, sebelum kata pertama ditulis.
Seniman, penulis, musisi, dan inovator seringkali mencari "apan apan" ini dalam pekerjaan mereka. Mereka sengaja menciptakan atau mencari ruang di mana mereka dapat melepaskan diri dari ekspektasi dan struktur yang ada untuk menemukan bentuk-bentuk baru, suara-suara baru, dan narasi-narasi baru. Momen "apan apan" adalah saat di mana mereka merasakan ketidakpastian yang menggetarkan, kegelisahan yang memicu eksplorasi, dan kegembiraan dari penemuan yang akan datang. Tanpa periode ketidakjelasan ini, kreativitas akan tercekik oleh pengulangan dan prediktabilitas.
Dalam dunia inovasi, konsep "apan apan" juga sangat relevan. Sebelum sebuah produk revolusioner lahir, sebelum sebuah teknologi mengubah dunia, ada periode di mana ide itu hanyalah sebuah bisikan, sebuah kemungkinan yang belum teruji, sebuah "apan apan" yang samar. Para inovator ulung adalah mereka yang berani melangkah masuk ke dalam ruang ketidakjelasan ini, yang tidak takut akan kegagalan, dan yang melihat setiap tantangan sebagai sebuah peluang untuk mengisi kekosongan dengan solusi yang belum terpikirkan. Mereka adalah para penjelajah "apan apan", yang mengubah spekulasi menjadi realitas yang transformatif.
"Ketidakjelasan adalah tanah subur bagi imajinasi. Tanpa ruang untuk hal-hal yang belum terdefinisikan, kita hanya akan mengulang apa yang sudah ada. Apan apan adalah janji akan kemungkinan yang belum terwujud."
Bahkan dalam kehidupan pribadi kita, kita seringkali menghadapi momen "apan apan." Masa transisi, pilihan karir yang tidak pasti, atau tantangan hubungan yang kompleks. Saat-saat ini terasa seperti kita berada di tengah-tengah "apa-apaan" – sebuah situasi yang tidak memiliki jawaban yang jelas, tidak ada peta jalan yang pasti. Namun, justru dalam kekosongan inilah terletak potensi pertumbuhan dan transformasi pribadi yang paling signifikan. Dengan merangkul "apan apan" ini, alih-alih menghindarinya, kita membuka diri terhadap pelajaran baru, perspektif baru, dan versi diri kita yang lebih kuat dan lebih bijaksana.
Meskipun "apan apan" menawarkan potensi yang luar biasa, tidak dapat dipungkiri bahwa manusia memiliki kecenderungan alami untuk menghindari ketidakjelasan. Otak kita dirancang untuk mencari pola, membuat prediksi, dan menemukan makna. Ketidakpastian seringkali memicu kecemasan, rasa takut, dan keinginan kuat untuk kembali ke zona nyaman yang terstruktur. Kita ingin tahu "apa ini?" atau "apa yang harus saya lakukan?", bukan dihadapi dengan pertanyaan tanpa jawaban. Rasa tidak nyaman terhadap "apan apan" ini adalah mekanisme pertahanan evolusioner; di masa lalu, ketidakjelasan bisa berarti bahaya yang tidak terdeteksi.
Namun, di dunia modern yang serba cepat dan terus berubah, kemampuan untuk mentolerir dan bahkan merangkul "apan apan" telah menjadi keterampilan yang sangat berharga. Perusahaan yang tidak dapat beradaptasi dengan teknologi baru atau tren pasar yang muncul akan gagal. Individu yang tidak dapat mengatasi perubahan dalam hidup mereka akan merasa kewalahan. Kehidupan tidak selalu menyajikan kita dengan masalah yang jelas dan solusi yang rapi. Seringkali, kita harus beroperasi di ruang abu-abu, di mana tidak ada jawaban yang benar atau salah, hanya "apan apan" yang harus kita navigasi dengan hati-hati dan kreatif.
Mengelola "apan apan" berarti mengembangkan toleransi terhadap ambiguitas. Ini melibatkan kemampuan untuk tetap tenang dan fokus ketika situasi tidak jelas, untuk menunda penilaian, dan untuk tetap terbuka terhadap berbagai kemungkinan. Ini juga berarti melatih pikiran kita untuk melihat ketidakjelasan bukan sebagai ancaman, melainkan sebagai kesempatan. Bagaimana kita bisa mengubah "apan apan" ini menjadi sesuatu yang berarti, sesuatu yang inovatif, atau sesuatu yang bermanfaat?
Salah satu cara untuk melakukannya adalah dengan memecah "apan apan" yang besar menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan lebih mudah dikelola. Meskipun gambaran keseluruhannya mungkin tidak jelas, mungkin ada aspek-aspek tertentu yang bisa kita mulai pahami atau kerjakan. Proses ini mirip dengan seorang detektif yang dihadapkan pada kasus "apan apan" – sebuah kejahatan tanpa petunjuk yang jelas. Ia tidak menyerah, melainkan mulai mengumpulkan setiap serpihan informasi, setiap kemungkinan, hingga pola mulai terbentuk dan misteri mulai terurai.
Selain itu, membangun ketahanan mental adalah kunci. Ketika kita tahu bahwa kita memiliki kapasitas untuk bangkit kembali dari kegagalan atau kekecewaan, kita cenderung lebih berani untuk menjelajahi domain "apan apan." Kita memahami bahwa tidak semua eksplorasi akan menghasilkan penemuan yang gemilang, tetapi setiap langkah adalah pembelajaran, dan setiap kegagalan adalah data yang berharga. Ini adalah mentalitas seorang penjelajah sejati, yang memahami bahwa peta mungkin tidak selalu lengkap, tetapi perjalanan itu sendiri adalah tujuannya.
Pada tingkat filosofis yang lebih dalam, "apan apan" dapat diinterpretasikan sebagai representasi dari pertanyaan-pertanyaan eksistensial yang fundamental. "Apa makna hidup?" "Apa tujuan keberadaan?" "Siapakah saya?" Ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang seringkali tidak memiliki jawaban tunggal atau definitif, melainkan sebuah "apan apan" yang terus-menerus kita renungkan sepanjang hidup.
Dalam tradisi filsafat eksistensialisme, manusia dihadapkan pada kebebasan yang memusingkan untuk menciptakan makna mereka sendiri di alam semesta yang pada dasarnya acuh tak acuh. Hidup itu sendiri adalah sebuah "apan apan" raksasa – sebuah kanvas kosong di mana kita harus melukis tujuan, nilai, dan identitas kita sendiri. Tidak ada resep yang telah ditentukan sebelumnya, tidak ada definisi universal yang berlaku untuk semua. Kita adalah arsitek dari keberadaan kita sendiri, dan dalam proses itu, kita terus-menerus bergulat dengan "apan apan" dari potensi kita yang belum terwujud.
Konsep ini juga beresonansi dengan gagasan tentang tabula rasa, di mana setiap individu dilahirkan sebagai lembaran kosong yang kemudian diisi oleh pengalaman, pengetahuan, dan pilihan. Dalam konteks ini, masa depan kita adalah "apan apan" – belum tertulis, belum terdefinisikan, menunggu untuk dibentuk oleh keputusan dan tindakan kita. Ini adalah kekuatan yang membebaskan sekaligus menakutkan, karena ia menempatkan tanggung jawab yang besar di pundak setiap individu untuk menciptakan jalannya sendiri.
Memahami "apan apan" dari perspektif filosofis membantu kita untuk menerima ketidakpastian sebagai bagian integral dari kondisi manusia. Ini bukan kelemahan yang harus diatasi, melainkan sebuah karakteristik fundamental dari keberadaan. Dengan merangkul "apan apan" dalam refleksi kita, kita bisa mencapai tingkat kedalaman pemahaman diri yang lebih tinggi, memungkinkan kita untuk hidup dengan lebih otentik dan bertujuan, bahkan di tengah-tengah ketidakjelasan yang inheren.
Di era digital dan revolusi teknologi yang tak henti-hentinya, konsep "apan apan" menjadi semakin relevan. Setiap hari, kita dihadapkan pada terobosan baru yang belum sepenuhnya kita pahami implikasinya. Kecerdasan Buatan (AI), realitas virtual, komputasi kuantum, dan bioteknologi – semua ini adalah "apan apan" yang besar dan kompleks, yang secara fundamental mengubah cara kita hidup, bekerja, dan berinteraksi. Kita berada di garis depan sebuah masa depan yang belum terdefinisikan, di mana batas-batas antara yang mungkin dan yang tidak mungkin terus-menerus digeser.
Bagi para visioner di Silicon Valley, di laboratorium penelitian, dan di startup-startup inovatif di seluruh dunia, "apan apan" adalah bahan bakar. Mereka tidak takut untuk mempertanyakan status quo, untuk membayangkan solusi untuk masalah yang belum muncul, dan untuk menciptakan kebutuhan yang belum kita sadari. Mereka beroperasi di wilayah "apan apan" ini dengan keberanian, didorong oleh keyakinan bahwa di balik setiap ketidakjelasan terdapat peluang untuk mendefinisikan ulang realitas. Ini adalah mentalitas "go-big-or-go-home", di mana risiko diimbangi dengan potensi imbalan yang mengubah paradigma.
Pertimbangkan kemunculan internet itu sendiri. Pada awalnya, internet adalah "apan apan" bagi sebagian besar orang. Sebuah jaringan yang rumit, terbatas pada akademisi dan militer, yang tujuannya tidak sepenuhnya jelas bagi masyarakat umum. Namun, para pionir melihat melampaui ketidakjelasan itu, membayangkan sebuah dunia yang terhubung, di mana informasi dapat mengalir bebas, dan di mana setiap orang dapat berpartisipasi dalam ekosistem global. Mereka mengisi "apan apan" itu dengan situs web, aplikasi, dan platform yang kini menjadi tulang punggung kehidupan modern kita.
Demikian pula, perkembangan AI saat ini adalah sebuah "apan apan" yang masif. Kita baru saja menggaruk permukaan dari apa yang bisa dilakukan oleh mesin cerdas. Ada kekhawatiran yang sah tentang etika, keamanan, dan dampak sosialnya, tetapi juga ada potensi yang luar biasa untuk memecahkan masalah kompleks dalam ilmu pengetahuan, kedokteran, dan lingkungan. Bagaimana kita akan mendefinisikan ulang pekerjaan, pendidikan, dan bahkan interaksi manusia di dunia yang semakin didominasi oleh AI? Semua pertanyaan ini adalah bagian dari "apan apan" yang harus kita navigasi dengan bijaksana dan bertanggung jawab.
Untuk sukses di era "apan apan" ini, kita perlu memupuk literasi masa depan. Ini bukan tentang memprediksi masa depan secara akurat – itu adalah tugas yang mustahil. Sebaliknya, ini tentang mengembangkan kemampuan untuk berpikir secara adaptif, untuk melihat pola-pola yang muncul, dan untuk mempersiapkan diri menghadapi berbagai skenario yang mungkin terjadi. Ini adalah tentang mengembangkan pola pikir yang fleksibel dan ingin tahu, yang memungkinkan kita untuk tidak hanya bertahan tetapi juga berkembang di tengah-tengah gelombang perubahan yang terus-menerus. Kita harus menjadi pembelajar seumur hidup, siap untuk terus mengisi kekosongan "apan apan" dengan pengetahuan dan keterampilan baru.
Di luar ranah filosofi agung atau inovasi teknologi canggih, konsep "apan apan" juga memiliki tempat dalam kehidupan kita sehari-hari, seringkali dalam bentuk yang lebih halus. Ini adalah saat-saat ketika kita dihadapkan pada pertanyaan-pertanyaan kecil yang belum terjawab, pada ketidakpastian yang tidak mengancam, atau pada momen-momen refleksi sederhana yang membuka pikiran kita pada kemungkinan-kemungkinan baru.
Misalnya, ketika kita mencoba resep masakan baru dan hasilnya adalah "apan apan" – belum pasti enak atau tidak, belum sepenuhnya terdefinisikan rasanya. Dalam momen ini, kita belajar untuk bereksperimen, menyesuaikan, dan mungkin menemukan kombinasi rasa yang tak terduga. Atau ketika seorang anak kecil bertanya tentang fenomena alam yang rumit, dan jawabannya bukanlah sesuatu yang dapat dijelaskan dengan mudah, tetapi lebih merupakan sebuah "apan apan" yang mengundang mereka untuk terus bertanya dan menjelajah.
Penerimaan "apan apan" dalam kehidupan sehari-hari mengajarkan kita tentang fleksibilitas dan rasa ingin tahu. Ini adalah ajakan untuk tidak selalu mencari jawaban yang instan dan pasti, tetapi untuk menikmati proses pencarian itu sendiri. Terkadang, keindahan terletak pada pertanyaan, bukan pada jawaban. Ini adalah seni hidup di tengah-tengah misteri, dan menemukan kedamaian di dalamnya.
Bahkan dalam percakapan informal, "apan apan" dapat muncul sebagai cara untuk mengisi jeda, untuk merujuk pada sesuatu yang belum bisa kita ucapkan, atau untuk mengekspresikan gagasan yang masih dalam tahap pembentukan. "Ada apan apan nih di pikiran saya, tapi belum bisa saya jelaskan." Frasa seperti ini menunjukkan bahwa proses pemikiran itu sendiri adalah sebuah "apan apan" yang dinamis, sebuah perjalanan dari ketidakjelasan menuju kejelasan.
Dengan merayakan "apan apan", kita juga merayakan keunikan setiap individu. Tidak semua orang memiliki definisi yang sama untuk kebahagiaan, kesuksesan, atau tujuan hidup. Apa yang "apan apan" bagi satu orang mungkin adalah realitas yang jelas bagi orang lain, dan sebaliknya. Ini mendorong kita untuk menghormati perbedaan perspektif, untuk mendengarkan dengan empati, dan untuk memahami bahwa setiap orang sedang dalam perjalanan mereka sendiri untuk mengisi "apan apan" dalam keberadaan mereka.
Ini juga mengajarkan kita tentang kesederhanaan. Terkadang, kita terlalu terpaku pada keinginan untuk mendefinisikan segalanya, untuk mengontrol setiap variabel, dan untuk merencanakan setiap langkah. Tetapi hidup, pada intinya, adalah sebuah "apan apan" yang kaya dan tak terduga. Dengan melepaskan kebutuhan akan kontrol mutlak dan merangkul ketidakpastian yang ada, kita dapat menemukan kebebasan dan kegembiraan yang lebih besar.
Setelah menjelajahi berbagai dimensi "apan apan," pertanyaan selanjutnya adalah: bagaimana kita dapat secara aktif menumbuhkan pola pikir yang merangkul ketidakjelasan ini dalam hidup kita? Ini bukan tentang menjadi pasif atau tanpa tujuan, melainkan tentang mengembangkan kapasitas untuk berinteraksi secara konstruktif dengan hal-hal yang belum terdefinisikan.
Dengan mengintegrasikan praktik-praktik ini ke dalam kehidupan kita, kita dapat mengubah "apan apan" dari sebuah sumber kebingungan menjadi sebuah kekuatan pendorong. Kita akan belajar untuk melihatnya bukan sebagai rintangan, melainkan sebagai lahan subur untuk penemuan, pertumbuhan, dan inovasi. Ini adalah jalan menuju kehidupan yang lebih kaya, lebih fleksibel, dan lebih bermakna.
Perjalanan kita melalui konsep "apan apan" telah membawa kita melintasi batas-batas linguistik, menembus lapisan filosofis, menyentuh inti kreativitas dan inovasi, dan meresap ke dalam kehidupan kita sehari-hari. Dari sekadar frasa yang membingungkan, "apan apan" telah menjelma menjadi sebuah simbol yang kaya makna: simbol ketidakjelasan yang produktif, potensi tak terbatas, dan undangan untuk terus mengeksplorasi yang tidak diketahui.
Kita telah belajar bahwa "apan apan" bukanlah kekosongan yang menakutkan, melainkan sebuah kanvas yang menunggu untuk dilukis, sebuah melodi yang menunggu untuk dimainkan, sebuah ide yang menunggu untuk diwujudkan. Ia adalah pengingat bahwa tidak semua hal harus memiliki definisi yang kaku untuk menjadi penting, dan bahwa seringkali, di dalam ambiguitas itulah terletak keindahan sejati dari penemuan.
Dalam dunia yang terus berubah, kemampuan untuk berinteraksi dengan "apan apan" – untuk merangkul ketidakpastian, untuk menoleransi ambiguitas, dan untuk melihat setiap kekosongan sebagai peluang – adalah keterampilan yang tak ternilai. Ini adalah kunci untuk inovasi, adaptasi, dan pertumbuhan pribadi. Ini adalah filosofi yang memungkinkan kita untuk tidak hanya bertahan tetapi juga berkembang di tengah-tengah kompleksitas kehidupan.
Maka, mari kita berhenti takut pada "apan apan." Mari kita melihatnya sebagai teman, sebagai guru, dan sebagai pemicu inspirasi. Mari kita berani melangkah masuk ke dalam ruang yang belum terdefinisikan, membawa rasa ingin tahu sebagai kompas dan fleksibilitas sebagai peta. Karena pada akhirnya, esensi dari kehidupan itu sendiri adalah sebuah "apan apan" yang besar, sebuah perjalanan tanpa akhir yang penuh dengan potensi dan misteri yang menunggu untuk kita urai, satu per satu, dengan semangat petualangan yang tak terbatas.
Dengan demikian, "apan apan" bukanlah sekadar frasa kosong, melainkan sebuah undangan untuk hidup lebih penuh, lebih berani, dan lebih terbuka terhadap segala kemungkinan yang belum terungkap. Ia adalah pengingat bahwa makna tidak selalu ditemukan, melainkan seringkali diciptakan. Dan dalam penciptaan itu, kita menemukan kebebasan terbesar kita.
Semoga eksplorasi ini memberikan wawasan baru dan menginspirasi Anda untuk melihat "apan apan" dalam hidup Anda dengan mata yang berbeda, dengan hati yang lebih terbuka, dan dengan semangat yang siap untuk merangkul segala sesuatu yang belum terdefinisikan. Karena di situlah, di tengah-tengah ketidakjelasan yang indah ini, terletak janji akan sebuah masa depan yang tak terbatas dan diri kita yang belum sepenuhnya terwujud.
Artikel ini adalah sebuah upaya untuk memberikan substansi pada sesuatu yang secara inheren tidak memiliki substansi, untuk membuktikan bahwa bahkan dari kekosongan linguistik yang paling sederhana sekalipun, kita dapat menarik benang-benang pemikiran yang kompleks dan mendalam. Apan apan adalah bukti bahwa kadang-kadang, hal-hal yang tidak bisa kita definisikan adalah hal-hal yang paling penting untuk kita renungkan.