Atresia: Memahami Kondisi, Gejala, dan Penanganannya
Pengantar Atresia
Atresia adalah istilah medis yang merujuk pada kondisi di mana suatu organ atau saluran dalam tubuh gagal terbentuk secara normal, mengakibatkan penyempitan, penutupan, atau ketiadaan total dari lumen atau lubang yang seharusnya ada. Kondisi ini umumnya bersifat kongenital, artinya sudah ada sejak lahir, dan dapat memengaruhi berbagai sistem organ, mulai dari saluran pencernaan, jantung, saluran napas, hingga saluran reproduksi dan telinga. Atresia sering kali memerlukan intervensi medis atau bedah segera setelah lahir karena dapat mengganggu fungsi vital tubuh.
Meskipun kondisi ini mungkin terdengar menakutkan, kemajuan dalam diagnosis prenatal, teknik bedah, dan perawatan pascaoperasi telah meningkatkan prospek dan kualitas hidup individu yang lahir dengan atresia secara signifikan. Pemahaman mendalam tentang berbagai jenis atresia, penyebab yang mungkin, gejala yang muncul, metode diagnosis, dan pilihan penanganan adalah krusial bagi tenaga medis, keluarga, dan masyarakat luas.
Artikel ini akan mengupas tuntas seluk-beluk atresia, mulai dari definisi umum, patofisiologi, hingga pembahasan rinci mengenai berbagai jenis atresia yang paling umum dan kompleks. Kami akan membahas gejala spesifik, bagaimana diagnosis ditegakkan, pilihan terapi yang tersedia, komplikasi yang mungkin timbul, serta prospek jangka panjang bagi individu yang hidup dengan atresia. Tujuan kami adalah memberikan informasi yang komprehensif dan mudah dipahami, membantu meningkatkan kesadaran dan dukungan bagi mereka yang terkena dampak kondisi ini.
Patofisiologi dan Embriologi Umum Atresia
Pembentukan atresia sebagian besar terjadi selama perkembangan janin. Organ dan saluran tubuh berkembang melalui serangkaian proses kompleks yang melibatkan proliferasi sel, migrasi, diferensiasi, dan remodeling. Kesalahan pada salah satu tahapan ini dapat menyebabkan atresia.
- Kegagalan Rekanalisasi: Banyak saluran tubuh awalnya terbentuk sebagai tabung padat yang kemudian mengalami rekanalizasi (pembentukan kembali saluran) di bagian tengahnya. Jika proses rekanalizasi ini tidak lengkap atau gagal, dapat terjadi atresia. Contoh klasik adalah atresia duodenum.
- Peristiwa Vaskular: Dalam beberapa kasus, terutama atresia usus halus (jejunum dan ileum), kondisi ini diyakini disebabkan oleh gangguan aliran darah ke segmen usus tertentu selama kehamilan. Iskemia (kekurangan darah) dapat menyebabkan nekrosis (kematian jaringan) dan resorpsi segmen usus tersebut, meninggalkan diskontinuitas atau atresia.
- Defek Perkembangan: Beberapa jenis atresia merupakan bagian dari sindrom genetik atau anomali perkembangan multifaktorial yang lebih luas. Misalnya, atresia esofagus sering dikaitkan dengan anomali VACTERL (Vertebral, Anorectal, Cardiac, Tracheo-esophageal, Renal, Limb).
- Faktor Lingkungan atau Genetik: Meskipun penyebab pasti banyak jenis atresia belum sepenuhnya dipahami, diyakini ada interaksi antara predisposisi genetik dan faktor lingkungan tertentu selama kehamilan yang dapat meningkatkan risiko.
Diagnosis Atresia: Pendekatan Prenatal dan Postnatal
Deteksi atresia dapat dilakukan sebelum atau sesudah kelahiran, tergantung pada jenis dan keparahannya.
Diagnosis Prenatal
Banyak atresia dapat dicurigai selama pemeriksaan USG rutin kehamilan.
- Polihidramnion: Kelebihan cairan ketuban adalah tanda umum atresia pada saluran pencernaan bagian atas (misalnya, atresia esofagus, duodenal). Ini terjadi karena janin tidak dapat menelan cairan ketuban dengan efektif.
- Pembesaran Kantung Lambung atau Usus: Atresia duodenum dapat menunjukkan "double bubble sign" pada USG, yang merupakan gambaran lambung dan duodenum yang membesar. Atresia usus lain mungkin menunjukkan gambaran loop usus yang dilatasi.
- Anomali Jantung: Atresia jantung (misalnya, atresia pulmonal, atresia trikuspid) dapat terdeteksi melalui ekokardiografi janin.
- Anomali Lain: USG juga dapat mendeteksi anomali lain yang terkait, seperti masalah ginjal atau tulang belakang, yang dapat menjadi bagian dari sindrom.
Diagnosis prenatal memungkinkan orang tua dan tim medis untuk mempersiapkan rencana perawatan segera setelah kelahiran.
Diagnosis Postnatal
Setelah lahir, gejala spesifik akan memandu proses diagnostik.
- Pemeriksaan Fisik: Gejala seperti distensi abdomen, muntah bilious (hijau empedu), kesulitan bernapas, sianosis, atau kesulitan buang air besar/kecil akan memicu kecurigaan.
- Pencitraan:
- Rontgen Abdomen: Sering menjadi langkah pertama untuk menilai atresia saluran pencernaan. Dapat menunjukkan pola gas usus yang abnormal, "double bubble sign", atau tidak adanya gas di usus distal.
- Studi Kontras (misalnya, Barium Swallow, Enema Barium): Dapat membantu memvisualisasikan lokasi dan luasnya atresia.
- USG: Berguna untuk atresia bilier, ginjal, atau memverifikasi temuan USG prenatal.
- Ekokardiografi: Penting untuk diagnosis atresia jantung.
- CT Scan/MRI: Dapat memberikan gambaran detail anatomi yang lebih kompleks, terutama untuk anomali yang lebih rumit atau perencanaan bedah.
- Endoskopi: Untuk atresia esofagus atau saluran cerna bagian atas lainnya.
- Biopsi Hati: Krusial untuk diagnosis definitif atresia bilier.
Prinsip Umum Penanganan Atresia
Penanganan atresia sebagian besar melibatkan intervensi bedah untuk memperbaiki anomali struktural dan mengembalikan fungsi organ yang terganggu. Pendekatan spesifik bervariasi tergantung pada jenis atresia, tingkat keparahan, dan ada tidaknya anomali terkait lainnya.
Penanganan Pra-Bedah
- Stabilisasi: Bayi dengan atresia mungkin memerlukan stabilisasi pernapasan (misalnya, intubasi dan ventilasi mekanis), dukungan sirkulasi, dan pengelolaan elektrolit.
- Dekompresi: Untuk atresia saluran cerna, selang orogastrik atau nasogastrik mungkin dipasang untuk mendekompresi lambung atau usus yang distensi dan mencegah aspirasi.
- Nutrisi: Nutrisi parenteral (melalui infus) sering diperlukan sebelum dan sesudah operasi.
- Pencegahan Infeksi: Pemberian antibiotik profilaksis.
Intervensi Bedah
Tujuan utama operasi adalah untuk membuat atau menyambungkan kembali saluran yang terganggu, memungkinkan fungsi normal. Ini bisa melibatkan:
- Anastomosis: Menghubungkan kembali dua ujung saluran yang terpisah.
- Pembentukan Stoma: Membuat lubang buatan (misalnya, kolostomi, ileostomi) untuk mengalihkan isi saluran jika anastomosis segera tidak mungkin atau untuk dekompresi.
- Rekonstruksi: Membangun kembali struktur yang hilang atau tidak terbentuk sempurna.
- Prosedur Palliative atau Staged: Untuk atresia yang sangat kompleks atau pada kondisi pasien yang tidak stabil, mungkin diperlukan serangkaian operasi bertahap.
Perawatan Pasca-Bedah dan Jangka Panjang
- Manajemen Nyeri: Penting untuk kenyamanan bayi.
- Dukungan Nutrisi: Pemberian nutrisi bertahap, beralih dari parenteral ke enteral (melalui mulut atau selang).
- Pemantauan Komplikasi: Seperti kebocoran anastomosis, infeksi, striktur (penyempitan kembali), atau masalah fungsional.
- Fisioterapi dan Rehabilitasi: Khususnya untuk atresia dengan dampak pada mobilitas atau pernapasan.
- Follow-up Jangka Panjang: Banyak bayi dengan atresia memerlukan pemantauan rutin oleh berbagai spesialis untuk mengelola potensi masalah jangka panjang, seperti masalah pencernaan, pertumbuhan, atau perkembangan.
Jenis-Jenis Atresia Spesifik
1. Atresia Esofagus (AE) dan Fistula Trakeoesofagus (FTE)
Atresia esofagus adalah kondisi di mana esofagus (kerongkongan) tidak terbentuk secara sempurna, seringkali terpisah menjadi dua segmen yang tidak terhubung. Kondisi ini sangat sering disertai dengan fistula trakeoesofagus (FTE), sebuah koneksi abnormal antara esofagus dan trakea (saluran napas).
Klasifikasi Atresia Esofagus (Berdasarkan Gross)
- Tipe C (85%): Segmen esofagus proksimal (atas) berakhir buntu dan segmen distal (bawah) terhubung ke trakea melalui fistula. Ini adalah tipe yang paling umum.
- Tipe A (8%): Kedua segmen esofagus berakhir buntu tanpa FTE. Gap di antara keduanya bisa sangat panjang.
- Tipe B (1%): Segmen proksimal terhubung ke trakea melalui FTE, dan segmen distal berakhir buntu. Ini sangat jarang.
- Tipe D (1%): Kedua segmen esofagus terhubung ke trakea melalui FTE yang terpisah. Ini juga sangat jarang.
- Tipe H (4%): Dikenal juga sebagai FTE tanpa AE, di mana esofagus utuh tetapi ada koneksi abnormal ke trakea.
Etiologi dan Insidensi
Atresia esofagus terjadi pada sekitar 1 dari 2.500 hingga 4.500 kelahiran hidup. Penyebabnya multifaktorial, melibatkan kombinasi genetik dan lingkungan. Sekitar 50% bayi dengan AE/FTE memiliki anomali kongenital lain, terutama yang termasuk dalam asosiasi VACTERL (Vertebral, Anorectal, Cardiac, Tracheo-esophageal, Renal, Limb).
Gejala
Gejala biasanya muncul segera setelah lahir:
- Drooling (air liur berlebihan): Karena bayi tidak bisa menelan air liur.
- Batuk dan Tersedak: Terutama saat mencoba diberi makan.
- Distress Pernapasan dan Sianosis: Akibat aspirasi air liur atau isi lambung ke paru-paru.
- Distensi Abdomen: Terutama pada tipe C, karena udara dari trakea masuk ke lambung melalui FTE distal.
- Kegagalan Memasukkan Selang Nasogastrik: Selang akan tersangkut di segmen esofagus proksimal yang buntu.
Diagnosis
- Prenatal: Polihidramnion pada USG dapat menjadi indikasi.
- Postnatal: Kecurigaan tinggi jika selang nasogastrik tidak dapat dimasukkan lebih dari 10-12 cm dari hidung. Rontgen dada dan abdomen dengan selang di esofagus proksimal akan mengkonfirmasi diagnosis dan tipe atresia.
Penanganan
Atresia esofagus adalah keadaan darurat bedah. Tujuan utama adalah untuk mengikat FTE (jika ada) dan menyambungkan kembali ujung esofagus (anastomosis esofagus primer).
- Pra-Operasi: Bayi ditempatkan dalam posisi tegak untuk mencegah aspirasi, selang proksimal dipasang untuk drainase isapan kontinu.
- Bedah: Dilakukan melalui torakotomi (sayatan di dada). FTE diidentifikasi dan diikat, kemudian kedua ujung esofagus dihubungkan.
- Jika celah terlalu panjang (long-gap AE): Mungkin diperlukan pendekatan bertahap, seperti esofagostomi servikal (lubang di leher untuk drainase ludah) dan gastrostomi (selang makan di lambung) untuk nutrisi, diikuti oleh prosedur anastomosis definitif beberapa bulan kemudian atau esofagus dapat direkonstruksi menggunakan segmen usus atau lambung.
Komplikasi dan Prognosis
Komplikasi pasca-operasi meliputi kebocoran anastomosis, striktur esofagus (penyempitan di tempat jahitan), refluks gastroesofagus (GER), trakeomalasia (kelemahan dinding trakea), dan masalah motilitas esofagus jangka panjang. Namun, dengan perawatan bedah yang tepat, angka kelangsungan hidup sangat tinggi (di atas 90%), meskipun banyak pasien memerlukan pemantauan dan intervensi jangka panjang untuk masalah terkait esofagus dan pernapasan.
2. Atresia Duodenum
Atresia duodenum adalah sumbatan kongenital pada duodenum, bagian pertama dari usus halus. Ini adalah bentuk atresia usus paling umum. Sumbatan ini dapat berupa membran (membran atresia) atau diskontinuitas lengkap dari saluran usus.
Etiologi dan Insidensi
Terjadi pada sekitar 1 dari 5.000 hingga 10.000 kelahiran hidup. Sekitar 30-50% bayi dengan atresia duodenum juga memiliki sindrom Down (Trisomi 21). Anomali lain juga sering ditemukan, termasuk anomali jantung (30%), ginjal (10%), dan vertebra.
Patogenesis utamanya adalah kegagalan rekanalizasi lumen duodenum selama perkembangan embrio, yang biasanya terjadi antara minggu ke-8 dan ke-10 kehamilan.
Gejala
Gejala biasanya muncul dalam 24-48 jam pertama setelah lahir:
- Muntah Bilious (Hijau Empedu): Ini adalah gejala klasik dan paling sering, menunjukkan sumbatan di bawah ampula Vater (tempat saluran empedu bermuara ke duodenum). Jika sumbatan di atas ampula, muntahan tidak akan bilious.
- Distensi Epigastrik: Pembengkakan di area perut atas.
- Tidak Buang Air Besar (Mekonium): Atau hanya sedikit mekonium yang keluar.
- Polihidramnion: Sering terdeteksi pada prenatal karena janin tidak bisa menelan cairan ketuban.
Diagnosis
- Prenatal: "Double bubble sign" pada USG (lambung dan duodenum proksimal yang dilatasi).
- Postnatal: Rontgen abdomen tegak akan mengkonfirmasi "double bubble sign" dengan tidak adanya gas di usus distal.
Penanganan
Penanganan adalah bedah. Setelah stabilisasi bayi (dekompresi lambung, hidrasi, elektrolit), operasi dilakukan untuk membuat bypass pada area yang tersumbat, biasanya dengan duodenoduodenostomi (menghubungkan duodenum proksimal ke duodenum distal yang melebar). Prognosis setelah operasi sangat baik, terutama jika tidak ada anomali lain yang signifikan.
3. Atresia Jejunum dan Ileum
Atresia jejunum dan ileum adalah sumbatan kongenital pada bagian tengah dan akhir usus halus. Ini adalah jenis atresia usus kedua yang paling umum.
Klasifikasi (Berdasarkan Coran dan Grosfeld)
- Tipe I (20%): Atresia membranosa, di mana ada membran intraluminal yang menghalangi usus, tetapi kontinuitas usus utuh.
- Tipe II (35%): Dua ujung usus terpisah dan dihubungkan oleh tali fibrosa.
- Tipe IIIa (35%): Dua ujung usus terpisah sepenuhnya dengan celah mesenterium.
- Tipe IIIb (5%): Dikenal sebagai "apple peel" atau "christmas tree" deformity, di mana sebagian besar usus halus hilang, dan bagian distal usus melilit pembuluh darah tunggal. Ini adalah tipe yang paling parah.
- Tipe IV (5%): Multiple atresia, di mana ada beberapa area atresia yang terpisah.
Etiologi dan Insidensi
Terjadi pada sekitar 1 dari 3.000 kelahiran hidup. Tidak seperti atresia duodenum, atresia jejunum dan ileum jarang dikaitkan dengan sindrom genetik atau anomali kongenital lainnya. Penyebab utamanya diyakini adalah peristiwa iskemia vaskular intrauterin, seperti volvulus (puntiran usus), intususepsi, atau hernia strangulata, yang menyebabkan kematian jaringan usus dan resorpsi segmen yang terkena.
Gejala
Gejala juga muncul dalam 24-48 jam pertama:
- Muntah Bilious: Umumnya lebih sering daripada pada atresia duodenum karena sumbatan biasanya di bawah ampula Vater.
- Distensi Abdomen: Lebih jelas dan meluas daripada atresia duodenum, karena loop usus proksimal yang dilatasi.
- Tidak Buang Air Besar (Mekonium): Atau sangat sedikit.
Diagnosis
- Prenatal: Mungkin ada loop usus yang dilatasi atau polihidramnion, tetapi kurang spesifik dibandingkan atresia duodenum.
- Postnatal: Rontgen abdomen menunjukkan loop usus yang dilatasi dengan batas cairan udara dan sedikit atau tidak ada gas di rektum. Studi kontras mungkin dilakukan untuk menentukan lokasi atresia yang tepat.
Penanganan
Penanganan adalah bedah. Bagian usus yang atretik diangkat, dan ujung-ujung yang sehat dihubungkan (anastomosis). Pada kasus Tipe IIIb atau Tipe IV, mungkin diperlukan beberapa anastomosis atau reseksi usus yang ekstensif, yang dapat menyebabkan sindrom usus pendek.
Komplikasi dan Prognosis
Komplikasi meliputi striktur anastomosis, enterokolitis, dan malabsorpsi jika terjadi sindrom usus pendek. Prognosis umumnya baik, terutama untuk atresia tunggal, tetapi kasus yang kompleks atau yang melibatkan sindrom usus pendek memerlukan perawatan nutrisi dan dukungan jangka panjang yang intensif.
4. Malformasi Anorektal (Atresia Ani/Imperforate Anus)
Malformasi anorektal (MAR) adalah spektrum cacat lahir di mana anus dan rektum tidak terbentuk dengan benar. Ini berkisar dari kelainan ringan pada posisi anus hingga ketidakadaan anus total dengan fistula (saluran abnormal) ke organ lain seperti saluran kemih atau reproduksi.
Klasifikasi
MAR diklasifikasikan berdasarkan letak ujung rektum relatif terhadap otot levator ani:
- Rendah: Fistula ke perineum, atau anus ektopik anterior. Umumnya prognosis lebih baik.
- Intermediate: Fistula ke uretra, vagina, atau skrotum.
- Tinggi: Ujung rektum berakhir di atas otot levator ani, sering dengan fistula ke kandung kemih atau uretra posterior. Ini adalah tipe yang paling kompleks.
Etiologi dan Insidensi
Terjadi pada sekitar 1 dari 5.000 kelahiran hidup. Penyebabnya belum sepenuhnya dipahami, tetapi melibatkan kegagalan perkembangan septum urorektal selama kehamilan. Sekitar 50-60% bayi dengan MAR juga memiliki anomali terkait, terutama VACTERL.
Gejala
Biasanya terdeteksi saat pemeriksaan fisik pertama setelah lahir:
- Tidak adanya lubang anus yang terlihat.
- Fistula ke lokasi abnormal: Misalnya, mekonium keluar dari uretra, vagina, atau skrotum.
- Distensi Abdomen: Jika tidak ada fistula atau fistula terlalu kecil.
- Muntah: Jika terjadi obstruksi usus lengkap.
Diagnosis
- Pemeriksaan Fisik: Visualisasi area perineum.
- Rontgen Invertogram: Untuk membantu menentukan tinggi atresia (jarang digunakan sekarang).
- USG Abdomen/Pelvis, ECOCardiografi, USG Ginjal: Untuk mencari anomali terkait.
- MRI Pelvis: Memberikan detail anatomi otot panggul dan ujung rektum, penting untuk perencanaan bedah.
Penanganan
Penanganan adalah bedah, yang dapat dilakukan dalam satu atau beberapa tahap:
- Kolostomi: Untuk MAR tinggi atau intermediate, kolostomi (pembuatan lubang usus besar di perut untuk buang air besar) sering dilakukan pada bayi baru lahir untuk mengalihkan tinja dan melindungi saluran kemih/reproduksi dari kontaminasi.
- Posterior Sagittal Anorectoplasty (PSARP): Ini adalah operasi definitif untuk rekonstruksi anus dan rektum, biasanya dilakukan saat bayi berusia beberapa bulan.
- Penutupan Kolostomi: Setelah penyembuhan PSARP, kolostomi ditutup.
Komplikasi dan Prognosis
Komplikasi pasca-operasi meliputi inkontinensia fekal (ketidakmampuan mengontrol buang air besar), konstipasi kronis, dan striktur anus. Prognosis fungsional sangat bervariasi tergantung pada jenis atresia, ada tidaknya otot sfingter yang berkembang dengan baik, dan anomali terkait lainnya. Perawatan jangka panjang oleh tim multidisiplin sangat penting.
5. Atresia Bilier
Atresia bilier adalah kondisi langka tetapi serius di mana saluran empedu di dalam atau di luar hati tidak terbentuk dengan baik, menyebabkan empedu terperangkap di hati. Hal ini menyebabkan kerusakan hati yang progresif dan sirosis.
Etiologi dan Insidensi
Terjadi pada sekitar 1 dari 10.000 hingga 20.000 kelahiran hidup. Penyebabnya belum sepenuhnya dipahami, tetapi diduga melibatkan kombinasi faktor genetik, infeksi virus (misalnya, Cytomegalovirus), dan respons autoimun yang menyebabkan kerusakan dan obliterasi saluran empedu setelah lahir (bentuk perinatal) atau selama perkembangan embrio (bentuk embrionik).
Gejala
Gejala biasanya muncul beberapa minggu setelah lahir:
- Jaundice (Kuning): Menguningnya kulit dan mata yang memburuk atau tidak membaik setelah usia 2 minggu. Ini adalah gejala paling penting.
- Tinjak Acholic (Pucat atau Dempul): Warna tinja sangat pucat atau putih karena tidak ada empedu yang mencapai usus.
- Urine Gelap: Akibat empedu yang diekskresikan melalui urine.
- Pembesaran Hati dan Limpa: Terdeteksi pada pemeriksaan fisik.
- Gagal Tumbuh: Seiring waktu, bayi mungkin mengalami kesulitan menambah berat badan.
Diagnosis
Diagnosis atresia bilier adalah urgensi medis karena intervensi dini sangat memengaruhi prognosis.
- Pemeriksaan Fisik: Jaundice, tinja pucat, hepatosplenomegali.
- Tes Darah: Peningkatan bilirubin terkonjugasi, enzim hati yang tinggi.
- USG Abdomen: Dapat menunjukkan tidak adanya kandung empedu atau kandung empedu yang kecil dan saluran empedu yang dilatasi.
- HIDA Scan (Hidroxy Iminodiacetic Acid Scan): Menilai aliran empedu dari hati ke usus.
- Biopsi Hati: Krusial untuk diagnosis definitif, menunjukkan proliferasi duktulus empedu dan fibrosis hati.
- Kolangiografi Intraoperatif: Pemeriksaan paling definitif, dilakukan selama operasi untuk memvisualisasikan saluran empedu.
Penanganan
Satu-satunya penanganan bedah untuk atresia bilier adalah prosedur Kasai (hepatoportoenterostomi).
- Prosedur Kasai: Dilakukan sebelum usia 60-90 hari (semakin dini semakin baik) di mana saluran empedu ekstrahepatik yang rusak diangkat, dan loop usus dihubungkan langsung ke porta hepatis (area tempat saluran empedu keluar dari hati) untuk memungkinkan empedu mengalir ke usus.
- Transplantasi Hati: Jika prosedur Kasai gagal atau kerusakan hati sudah parah, transplantasi hati menjadi satu-satunya pilihan untuk kelangsungan hidup jangka panjang. Banyak anak dengan atresia bilier akhirnya memerlukan transplantasi hati, bahkan setelah Kasai yang berhasil.
Komplikasi dan Prognosis
Komplikasi setelah Kasai meliputi kolangitis (infeksi saluran empedu), refluks empedu, dan striktur porta hepatis. Prognosis sangat bervariasi. Sekitar 20-30% bayi akan memiliki fungsi hati yang baik jangka panjang setelah Kasai. Mayoritas akan mengalami sirosis progresif dan membutuhkan transplantasi hati di masa kanak-kanak. Dukungan nutrisi, vitamin yang larut dalam lemak, dan pengelolaan komplikasi sirosis sangat penting.
6. Atresia Pulmonal (Jantung)
Atresia pulmonal adalah cacat jantung kongenital yang parah di mana katup pulmonal (katup yang mengontrol aliran darah dari bilik kanan jantung ke arteri pulmonal) tidak terbentuk, sehingga darah tidak dapat mengalir dari ventrikel kanan ke paru-paru untuk mengambil oksigen. Kondisi ini selalu disertai dengan anomali lain agar bayi dapat bertahan hidup.
Klasifikasi
- Dengan Septum Ventrikel Utuh (AP/IVS): Ini adalah bentuk yang lebih umum. Ventrikel kanan mungkin sangat kecil (hipoplastik).
- Dengan Defek Septum Ventrikel (AP/VSD): Ini lebih jarang. VSD memungkinkan darah dari ventrikel kanan dan kiri bercampur.
Patofisiologi
Pada AP/IVS, darah harus mencapai paru-paru melalui duktus arteriosus paten (PDA), saluran yang biasanya menutup setelah lahir, atau melalui sirkulasi kolateral bronkial. Darah yang kaya oksigen dan miskin oksigen bercampur melalui foramen ovale atau defek septum atrium.
Gejala
Gejala biasanya muncul segera setelah lahir:
- Sianosis: Warna kebiruan pada kulit, bibir, dan kuku karena kurangnya oksigen dalam darah. Ini adalah gejala dominan.
- Takipnea (Napas Cepat): Upaya tubuh untuk mengompensasi kekurangan oksigen.
- Kesulitan Makan dan Kelesuan.
- Murmur Jantung: Dapat terdengar, tetapi tidak selalu.
Diagnosis
- Prenatal: Ekokardiografi janin dapat mendeteksi kelainan katup dan struktur jantung.
- Postnatal: Sianosis yang persisten, saturasi oksigen rendah. Ekokardiografi adalah metode diagnostik utama, menunjukkan tidak adanya katup pulmonal, ukuran ventrikel kanan, dan adanya PDA. Kateterisasi jantung mungkin diperlukan untuk evaluasi lebih lanjut.
Penanganan
Ini adalah keadaan darurat medis.
- Prostaglandin E1 (PGE1): Pemberian infus PGE1 segera setelah lahir untuk menjaga duktus arteriosus tetap terbuka, memastikan aliran darah ke paru-paru.
- Intervensi:
- Kateterisasi Jantung: Balon valvuloplasti pulmonal (jika ada katup rudimenter) atau penempatan stent di duktus arteriosus.
- Bedah:
- Prosedur Blalock-Taussig (BT) Shunt: Membuat koneksi buatan antara arteri subklavia dan arteri pulmonal untuk meningkatkan aliran darah ke paru-paru.
- Perbaikan Staged (Bertahap): Untuk AP/IVS dengan ventrikel kanan hipoplastik, serangkaian operasi mungkin diperlukan (misalnya, BT shunt, kemudian prosedur Glenn, dan akhirnya prosedur Fontan) untuk mengalihkan darah vena langsung ke paru-paru tanpa melalui ventrikel kanan.
Komplikasi dan Prognosis
Prognosis tergantung pada ukuran ventrikel kanan dan adanya anomali lain. Pasien dengan AP/IVS yang parah mungkin memerlukan transplantasi jantung di kemudian hari. Pasien yang menjalani prosedur Fontan memiliki risiko komplikasi jangka panjang seperti gagal jantung, enteropati kehilangan protein, dan irama jantung abnormal. Pemantauan kardiologis seumur hidup diperlukan.
7. Atresia Trikuspid (Jantung)
Atresia trikuspid adalah cacat jantung kongenital langka di mana katup trikuspid (antara atrium kanan dan ventrikel kanan) tidak terbentuk. Ini berarti tidak ada aliran darah langsung dari atrium kanan ke ventrikel kanan. Untuk bertahan hidup, bayi harus memiliki defek septum atrium (ASD) untuk mengalirkan darah dari atrium kanan ke atrium kiri, dan defek septum ventrikel (VSD) untuk memungkinkan aliran darah ke ventrikel kanan (jika ada) dan kemudian ke paru-paru atau aorta.
Patofisiologi
Darah miskin oksigen dari tubuh masuk ke atrium kanan, kemudian mengalir melalui ASD ke atrium kiri. Di atrium kiri, darah miskin oksigen bercampur dengan darah kaya oksigen dari paru-paru. Campuran darah ini dipompa oleh ventrikel kiri ke aorta dan ke seluruh tubuh. Aliran darah ke paru-paru tergantung pada adanya VSD dan/atau PDA.
Gejala
Gejala muncul segera setelah lahir, mirip dengan atresia pulmonal:
- Sianosis: Derajat sianosis bervariasi tergantung pada seberapa banyak darah yang mencapai paru-paru.
- Takipnea dan Dispnea (Napas Pendek).
- Kesulitan Makan dan Gagal Tumbuh.
- Murmur Jantung.
Diagnosis
- Prenatal: Ekokardiografi janin dapat mendeteksi atresia trikuspid dan anomali terkait.
- Postnatal: Sianosis, ekokardiografi (menunjukkan tidak adanya katup trikuspid, ASD, VSD, ukuran ventrikel).
Penanganan
Penanganan melibatkan serangkaian operasi bertahap (single-ventricle palliation) untuk mengalihkan sirkulasi:
- Prostaglandin E1 (PGE1): Untuk menjaga PDA tetap terbuka.
- Operasi Tahap 1 (misalnya, BT Shunt): Untuk memastikan aliran darah yang cukup ke paru-paru, jika terlalu sedikit. Atau banding arteri pulmonal jika aliran darah ke paru-paru terlalu banyak.
- Operasi Tahap 2 (Prosedur Glenn): Sekitar usia 4-6 bulan, vena cava superior dihubungkan langsung ke arteri pulmonal, mengalihkan darah dari tubuh bagian atas langsung ke paru-paru.
- Operasi Tahap 3 (Prosedur Fontan): Sekitar usia 2-4 tahun, vena cava inferior juga dihubungkan ke arteri pulmonal, menyelesaikan sirkulasi Fontan di mana seluruh darah vena mengalir pasif ke paru-paru.
Komplikasi dan Prognosis
Prognosis telah meningkat secara dramatis dengan prosedur Fontan, tetapi ini bukan "penyembuhan." Pasien yang menjalani Fontan memiliki risiko komplikasi jangka panjang seperti aritmia, gagal jantung, enteropati kehilangan protein, dan penyakit hati terkait Fontan. Pemantauan kardiologis seumur hidup diperlukan.
8. Atresia Koana
Atresia koana adalah penyumbatan pada bagian belakang saluran hidung (koana), mencegah aliran udara dari hidung ke faring. Kondisi ini dapat unilateral (satu sisi) atau bilateral (kedua sisi).
Etiologi dan Insidensi
Terjadi pada sekitar 1 dari 7.000 hingga 8.000 kelahiran hidup. Ini lebih sering pada anak perempuan dan lebih sering unilateral. Penyebabnya adalah kegagalan rekanalizasi dari oro-nasal membran selama perkembangan embrio. Sekitar 50% kasus dikaitkan dengan anomali lain, terutama CHARGE syndrome (Coloboma, Heart defects, Atresia choanae, Retardation of growth and development, Genital abnormalities, Ear abnormalities).
Gejala
- Atresia Koana Bilateral: Ini adalah keadaan darurat medis karena bayi adalah pernapasan hidung obligat. Gejala meliputi:
- Sianosis Siklik: Bayi menjadi biru saat istirahat dan membaik saat menangis (karena mulut terbuka).
- Retraksi Sternum: Lekukan pada dada saat bernapas.
- Kesulitan Bernapas yang Parah.
- Atresia Koana Unilateral: Sering kali tidak terdiagnosis sampai masa kanak-kanak atau bahkan dewasa. Gejala meliputi:
- Drainase hidung kronis dari sisi yang terkena.
- Hidung tersumbat pada satu sisi.
- Kesulitan bernapas saat makan.
Diagnosis
- Gagal Memasukkan Selang Nasogastrik: Selang tidak dapat melewati koana ke faring.
- Endoskopi Nasal: Visualisasi langsung sumbatan.
- CT Scan: Memberikan gambaran detail tulang dan jaringan lunak di daerah koana, mengkonfirmasi diagnosis dan membedakan antara sumbatan tulang dan membran.
Penanganan
- Atresia Bilateral: Darurat. Pemasangan oral airway atau intubasi untuk menjaga jalan napas. Bedah koreksi dilakukan sesegera mungkin, melibatkan pengeboran atau pemotongan sumbatan tulang/membran, sering dengan penempatan stent untuk beberapa minggu untuk mencegah striktur ulang.
- Atresia Unilateral: Bedah elektif dapat ditunda hingga usia lebih tua jika tidak ada distress pernapasan.
Komplikasi dan Prognosis
Komplikasi pasca-operasi meliputi striktur ulang (re-stenosis) yang memerlukan operasi ulang. Namun, prognosis jangka panjang umumnya baik setelah koreksi bedah yang berhasil, meskipun pemantauan dan manajemen mungkin diperlukan untuk anomali terkait lainnya.
9. Atresia Aural (Atresia Kanal Telinga Eksternal)
Atresia aural adalah kondisi kongenital di mana saluran telinga eksternal tidak terbentuk atau tidak berkembang sepenuhnya, mengakibatkan gangguan pendengaran. Kondisi ini sering dikaitkan dengan mikrotia (malformasi telinga luar).
Etiologi dan Insidensi
Terjadi pada sekitar 1 dari 5.000 hingga 10.000 kelahiran hidup. Lebih sering unilateral dan pada laki-laki. Penyebabnya adalah gangguan perkembangan telinga tengah dan luar pada minggu ke-8 kehamilan. Kadang-kadang terkait dengan sindrom seperti Treacher Collins atau Goldenhar syndrome.
Jenis Atresia Aural
- Atresia Membranosa: Sumbatan berupa jaringan lunak atau membran.
- Atresia Bony: Sumbatan berupa tulang, lebih umum dan lebih kompleks.
Gejala
- Gangguan Pendengaran Konduktif: Ini adalah gejala utama, karena gelombang suara tidak dapat mencapai gendang telinga dan tulang-tulang pendengaran.
- Mikrotia: Telinga luar yang tidak terbentuk sempurna, berkisar dari deformitas ringan hingga tidak adanya daun telinga.
- Masalah Perkembangan Bicara: Terutama jika atresia bilateral atau unilateral yang tidak diobati.
Diagnosis
- Pemeriksaan Fisik: Visualisasi telinga luar dan upaya untuk memeriksa saluran telinga.
- Audiometri: Tes pendengaran untuk mengukur tingkat gangguan pendengaran.
- CT Scan Tulang Temporal: Memberikan gambaran rinci tentang struktur telinga tengah dan dalam, penting untuk perencanaan bedah.
Penanganan
Tujuan penanganan adalah untuk mengembalikan pendengaran dan, jika diinginkan, merekonstruksi telinga luar.
- Alat Bantu Dengar:
- Alat Bantu Dengar Konduksi Tulang (BAHA - Bone Anchored Hearing Aid): Gelombang suara ditransmisikan melalui tulang tengkorak langsung ke telinga dalam, melewati saluran telinga yang atretik. Ini sering menjadi pilihan pertama, terutama pada anak-anak.
- Bedah (Atresiaplasti): Rekonstruksi saluran telinga. Ini adalah operasi yang kompleks dan berisiko, biasanya ditunda hingga anak lebih besar (misalnya, usia 5-7 tahun) agar struktur telinga sudah lebih matang.
- Rekonstruksi Daun Telinga: Untuk mikrotia, dapat dilakukan dalam beberapa tahap menggunakan tulang rawan iga pasien atau implan prostetik.
Komplikasi dan Prognosis
Komplikasi bedah atresiaplasti meliputi penyempitan ulang saluran, infeksi, kerusakan saraf wajah, dan tidak tercapainya perbaikan pendengaran yang signifikan. Namun, dengan teknik yang tepat, banyak pasien mengalami peningkatan pendengaran. Intervensi dini sangat penting untuk mendukung perkembangan bicara dan bahasa.
10. Atresia Vagina
Atresia vagina adalah kondisi langka di mana vagina tidak terbentuk sepenuhnya atau tidak ada. Ini dapat bervariasi dari segmen vagina yang tidak ada hingga ketiadaan vagina total.
Etiologi dan Insidensi
Terjadi pada sekitar 1 dari 4.000 hingga 5.000 kelahiran perempuan. Paling sering merupakan bagian dari sindrom Mayer-Rokitansky-Küster-Hauser (MRKH) di mana terjadi aplasia (tidak terbentuk) uterus dan bagian atas vagina, tetapi ovarium dan fungsi hormon normal.
Gejala
Biasanya tidak terdiagnosis sampai pubertas ketika seorang gadis tidak mengalami menstruasi (amenore primer) dan mengalami nyeri perut berulang akibat penumpukan darah menstruasi di rahim yang tidak dapat keluar (hematokolpos).
- Amenore Primer: Tidak menstruasi pada usia yang seharusnya.
- Nyeri Pelvis Berulang: Jika ada rahim fungsional yang menampung darah menstruasi.
- Ketidakmampuan untuk berhubungan seksual: Pada usia dewasa.
Diagnosis
- Pemeriksaan Fisik: Tidak adanya bukaan vagina atau vagina yang sangat pendek.
- USG Pelvis: Untuk menilai adanya rahim, ovarium, dan ginjal (anomali ginjal sering terjadi pada MRKH).
- MRI Pelvis: Memberikan gambaran anatomi yang lebih rinci tentang organ reproduksi.
Penanganan
Penanganan bertujuan untuk membuat vagina yang fungsional.
- Dilatasi Vagina: Teknik non-bedah menggunakan dilator untuk meregangkan area lekukan vagina, merangsang pembentukan neovagina. Ini sering menjadi pilihan pertama.
- Vaginoplasti Bedah: Jika dilatasi gagal, berbagai prosedur bedah dapat dilakukan untuk membuat neovagina menggunakan kulit cangkok, segmen usus, atau jaringan lain.
Komplikasi dan Prognosis
Komplikasi dapat meliputi striktur neovagina, disfungsi seksual, dan infeksi. Namun, sebagian besar pasien dapat mencapai fungsi seksual yang memuaskan setelah penanganan. Prognosis untuk kesuburan tergantung pada keberadaan rahim fungsional.
Hidup dengan Atresia: Dukungan dan Tantangan Jangka Panjang
Meskipun kemajuan medis telah meningkatkan kelangsungan hidup secara signifikan bagi individu dengan atresia, hidup dengan kondisi ini sering kali melibatkan serangkaian tantangan dan kebutuhan dukungan yang berkelanjutan. Perjalanan setiap individu bervariasi, tergantung pada jenis atresia, tingkat keparahannya, adanya anomali terkait, dan respons terhadap penanganan.
Tantangan Medis Berkelanjutan
- Masalah Pencernaan: Pasien dengan atresia saluran cerna mungkin mengalami masalah refluks gastroesofagus, kesulitan menelan (disfagia), striktur berulang, gangguan motilitas, dan masalah malabsorpsi. Beberapa mungkin memerlukan suplementasi nutrisi jangka panjang atau diet khusus.
- Masalah Pernapasan: Terutama pada atresia esofagus dengan riwayat FTE atau atresia koana, masalah pernapasan kronis, bronkiolitis berulang, atau trakeomalasia dapat menjadi tantangan.
- Fungsi Jantung: Individu dengan atresia jantung sering memerlukan pemantauan kardiologis seumur hidup, pembatasan aktivitas fisik tertentu, dan manajemen komplikasi terkait prosedur Fontan atau shunt.
- Fungsi Hati: Untuk atresia bilier, risiko sirosis progresif, kolangitis, dan kebutuhan transplantasi hati tetap ada sepanjang hidup.
- Perkembangan: Beberapa anak mungkin menghadapi keterlambatan perkembangan motorik, bicara, atau kognitif, terutama jika ada anomali terkait atau periode sakit yang berkepanjangan.
- Operasi Berulang: Striktur atau komplikasi lain mungkin memerlukan intervensi bedah berulang sepanjang hidup.
Dampak Psikososial
- Keluarga: Orang tua dan pengasuh menghadapi stres emosional, beban finansial, dan tantangan dalam mengelola perawatan medis yang kompleks. Dukungan psikologis dan kelompok dukungan keluarga sangat penting.
- Anak-anak dan Remaja: Individu yang lebih tua mungkin bergumul dengan citra tubuh (terutama dengan stoma, bekas luka, atau perbedaan fisik lainnya), masalah harga diri, kecemasan, dan isolasi sosial. Integrasi ke sekolah dan lingkungan sosial dapat menjadi tantangan.
- Transisi ke Perawatan Dewasa: Perpindahan dari perawatan pediatrik ke dewasa dapat menjadi periode yang rentan, membutuhkan perencanaan yang cermat untuk memastikan kelangsungan perawatan oleh tim yang berpengalaman.
Pentingnya Tim Perawatan Multidisiplin
Mengingat kompleksitas atresia, pendekatan tim multidisiplin sangat penting. Tim ini dapat meliputi:
- Ahli bedah pediatri
- Gastroenterolog pediatri
- Kardiolog pediatri
- Pulmonolog pediatri
- Hepatolog pediatri
- Dokter spesialis THT
- Nutrisionis
- Fisioterapis, terapis okupasi, terapis wicara
- Psikolog/Pekerja sosial
- Spesialis perkembangan anak
Tim ini bekerja sama untuk mengelola gejala, mencegah komplikasi, mendukung perkembangan, dan meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan.
Penelitian dan Prospek Masa Depan
Bidang penelitian atresia terus berkembang, didorong oleh kebutuhan untuk meningkatkan hasil dan mengurangi beban jangka panjang bagi pasien. Beberapa area fokus meliputi:
- Genetika: Identifikasi gen-gen spesifik yang terlibat dalam patogenesis atresia dapat membuka jalan bagi skrining prenatal yang lebih baik, konseling genetik, dan bahkan terapi gen potensial di masa depan.
- Intervensi Prenatal: Meskipun masih dalam tahap awal, penelitian eksplorasi tentang intervensi bedah atau farmakologis selama kehamilan untuk mengoreksi atau mengurangi keparahan atresia tertentu sedang berlangsung.
- Teknik Bedah yang Ditingkatkan: Pengembangan teknik bedah minimal invasif (laparoskopi, torakoskopi) terus maju, berpotensi mengurangi rasa sakit, waktu pemulihan, dan pembentukan jaringan parut. Inovasi dalam rekonstruksi jaringan dan biomaterial juga menjanjikan.
- Manajemen Jangka Panjang: Studi jangka panjang (longitudinal) terhadap pasien atresia membantu mengidentifikasi faktor risiko komplikasi dan mengembangkan pedoman untuk perawatan seumur hidup.
- Regenerasi Jaringan: Bidang rekayasa jaringan dan sel punca menawarkan harapan untuk meregenerasi segmen organ yang rusak atau tidak ada, suatu hari nanti dapat menyediakan alternatif untuk transplantasi atau rekonstruksi.
Dengan dedikasi para peneliti, dokter, dan keluarga, masa depan bagi individu dengan atresia tampak semakin cerah, dengan harapan kualitas hidup yang lebih baik dan penanganan yang semakin efektif.
Kesimpulan
Atresia adalah kondisi kongenital yang beragam dan kompleks, memengaruhi berbagai sistem organ dengan manifestasi dan tantangan yang unik. Dari atresia esofagus yang mengancam pernapasan, atresia bilier yang merusak hati, hingga atresia jantung yang mengubah sirkulasi, setiap jenis memerlukan pemahaman mendalam dan penanganan yang spesifik.
Meskipun diagnosis atresia dapat menjadi momen yang mengkhawatirkan bagi keluarga, kemajuan luar biasa dalam kedokteran prenatal, teknik bedah pediatri, dan perawatan intensif telah mengubah prospek kondisi ini dari yang sering fatal menjadi dapat dikelola dengan tingkat kelangsungan hidup yang tinggi. Deteksi dini melalui skrining prenatal, diagnosis postnatal yang cepat, dan intervensi bedah yang tepat waktu adalah kunci untuk mencapai hasil terbaik.
Namun, perjalanan tidak berakhir setelah operasi. Individu yang hidup dengan atresia sering menghadapi tantangan kesehatan jangka panjang yang memerlukan pemantauan berkelanjutan, intervensi medis berulang, dan dukungan multidisiplin. Dukungan psikososial bagi pasien dan keluarga juga sangat penting untuk membantu mereka mengatasi dampak emosional dan praktis dari kondisi kronis ini.
Kesadaran masyarakat, pendidikan medis yang berkelanjutan, dan investasi dalam penelitian adalah fondasi untuk terus meningkatkan perawatan dan kualitas hidup bagi mereka yang lahir dengan atresia. Dengan pemahaman yang lebih baik dan dukungan yang kuat, individu dengan atresia dapat tumbuh, berkembang, dan menjalani kehidupan yang bermakna.