Avesta: Kitab Suci Zoroastrianisme, Ajaran dan Warisan Abadi
Avesta adalah nama kolektif untuk kumpulan teks suci agama Zoroastrianisme, salah satu agama monoteistik tertua di dunia yang masih dipraktikkan hingga hari ini. Sebagai inti spiritual dan doktrinal dari iman Zoroaster, Avesta tidak hanya menjadi sumber ajaran bagi para penganutnya tetapi juga merupakan jendela penting untuk memahami peradaban kuno Iran dan pengaruhnya yang luas terhadap agama-agama besar lainnya. Kitab ini, yang sebagian besar ditulis dalam bahasa Avestan—sebuah bahasa Indo-Iran kuno—menyimpan hymne, doa, mitos, hukum, dan filosofi yang diyakini berasal dari Nabi Zarathustra (atau Zoroaster) sendiri.
Meskipun sering disebut sebagai "kitab", Avesta bukanlah satu volume utuh yang disusun secara kronologis seperti Alkitab atau Al-Qur'an. Sebaliknya, ia adalah sebuah antologi yang berkembang selama berabad-abad, mencakup berbagai genre dan periode linguistik. Bagian-bagian tertuanya, Gathas, diyakini secara langsung berasal dari Zarathustra dan merupakan inti filosofis dari seluruh korpus. Bagian-bagian lain, yang dikenal sebagai Avesta Muda, dikompilasi kemudian dan mencerminkan pengembangan ritual, mitologi, dan praktik keagamaan seiring waktu.
Studi tentang Avesta menghadapi tantangan unik. Sebagian besar dari karya aslinya telah hilang sepanjang sejarah, terutama selama invasi dan penaklukan Persia. Apa yang kita miliki saat ini adalah fragmen-fragmen yang selamat, dikompilasi ulang dan dilestarikan oleh para imam Zoroaster (Magi) yang setia. Meskipun demikian, nilai historis, linguistik, dan religius dari Avesta yang tersisa tidak dapat diremehkan. Ia menawarkan wawasan mendalam tentang konsep-konsep etika, dualisme kosmik, kehendak bebas manusia, dan eskatologi yang kemudian memengaruhi Yudeo-Kristen dan tradisi Islam.
Asal-usul dan Sejarah Kompilasi Avesta
Sejarah Avesta sangat kompleks dan seringkali diselimuti misteri, mencerminkan pergolakan dan perubahan zaman yang dialami peradaban Iran. Para sarjana umumnya sepakat bahwa Avesta tidak muncul sebagai satu kesatuan tunggal, melainkan sebagai akumulasi teks-teks yang ditulis dan diturunkan secara lisan selama rentang waktu yang sangat panjang, mungkin berabad-abad. Jantung dari Avesta, Gathas, diyakini disusun oleh Nabi Zarathustra sendiri.
Nabi Zarathustra dan Periode Awal
Zarathustra, pendiri Zoroastrianisme, adalah seorang tokoh yang hidup di suatu tempat di Iran timur laut atau Asia Tengah pada zaman kuno. Penentuan tanggal pasti kehidupannya menjadi subjek perdebatan sengit di kalangan sarjana. Beberapa sumber tradisional Zoroaster menempatkannya sekitar abad ke-6 SM, menjadikannya sezaman dengan figur-figur besar seperti Buddha dan Konfusius. Namun, analisis linguistik terhadap bahasa Avestan Kuno yang digunakan dalam Gathas, yang mirip dengan bahasa Veda dari India dan bahasa Het dari Anatolia, menunjukkan periode yang jauh lebih awal, mungkin antara 1500 SM hingga 1000 SM. Jika ini benar, Zarathustra akan menjadi salah satu tokoh profetik tertua yang dikenal dalam sejarah agama.
Awalnya, ajaran Zarathustra dan Gathas diturunkan secara lisan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Dalam masyarakat kuno, tradisi lisan adalah metode utama untuk melestarikan pengetahuan, dan para imam Zoroaster (disebut Magav atau Maga) memainkan peran krusial dalam menghafal dan menyampaikan teks-teks suci ini dengan presisi. Keakuratan transmisi lisan ini seringkali sangat tinggi, didukung oleh teknik memori yang ketat dan ritual pengulangan.
Perkembangan dan Kehilangan Naskah
Seiring berjalannya waktu, ajaran Zarathustra mulai menyebar, dan teks-teks baru ditambahkan untuk melengkapi Gathas. Teks-teks ini, yang dikenal sebagai Avesta Muda (Younger Avestan), mencakup doa-doa, himne untuk entitas ilahi (Yazata), peraturan ritual, dan narasi mitologis. Bahasa Avesta Muda menunjukkan evolusi dari Avesta Kuno, dengan perbedaan gramatikal dan leksikal yang signifikan, menunjukkan bahwa teks-teks ini disusun pada periode yang berbeda dan mungkin oleh penulis yang berbeda, meskipun masih dalam kerangka tradisi Zoroaster.
Periode Kekaisaran Akhemeniyah (sekitar 550-330 SM) adalah masa ketika Zoroastrianisme menjadi agama dominan di Persia. Meskipun tidak ada bukti langsung bahwa Avesta ditulis dalam bentuk kodifikasi pada masa ini, diperkirakan bahwa naskah-naskah suci ini sudah tersebar luas dan dihormati. Namun, tragedi menimpa ketika Alexander Agung menaklukkan Persia pada tahun 330 SM. Menurut tradisi Zoroaster, Alexander menghancurkan banyak perpustakaan dan membakar salinan Avesta yang telah dikumpulkan dan ditulis di atas 12.000 lembar kulit sapi. Peristiwa ini menandai kerugian besar bagi korpus Avesta dan menyebabkan sebagian besar pengetahuan suci itu hilang.
Periode Sassanid dan Kodifikasi
Setelah periode Helenistik dan Parthia, Zoroastrianisme kembali bangkit di bawah Kekaisaran Sassanid (224-651 M). Para penguasa Sassanid, yang menjadikan Zoroastrianisme sebagai agama negara, menyadari pentingnya melestarikan dan mengkodifikasi sisa-sisa Avesta. Ini adalah periode ketika upaya besar-besaran dilakukan untuk mengumpulkan kembali semua teks yang masih ada, baik yang diturunkan secara lisan maupun yang ditemukan dalam bentuk tulisan.
Di bawah kepemimpinan para imam terkemuka seperti Tansar dan Adurbad Mahraspand, Avesta yang tersebar dikumpulkan dan disusun menjadi sebuah kanon tertulis. Konon, Avesta yang lengkap pada masa ini terdiri dari 21 "Nask" (kitab), yang mencakup beragam topik dari teologi dan ritual hingga kedokteran, astronomi, dan hukum. Setiap Nask memiliki sekitar 1000 bab, menunjukkan skala yang luar biasa dari koleksi aslinya. Sayangnya, hanya sekitar seperempat dari 21 Nask ini yang selamat hingga hari ini dalam bentuk Avesta yang kita kenal.
Selain Avesta itu sendiri, pada masa Sassanid juga berkembang literatur Pahlavi, yaitu terjemahan dan komentar atas Avesta dalam bahasa Persia Tengah. Karya-karya Pahlavi ini sangat penting karena mereka memberikan wawasan tentang bagian-bagian Avesta yang telah hilang dan membantu para sarjana modern memahami makna teks-teks Avestan yang seringkali samar.
Penurunan dan Pelestarian Pasca-Sassanid
Kejatuhan Kekaisaran Sassanid ke tangan penakluk Muslim pada abad ke-7 Masehi membawa tantangan besar bagi Zoroastrianisme. Banyak penganut Zoroaster yang berpindah agama, sementara sebagian lainnya beremigrasi ke India, membentuk komunitas Parsi yang vital. Komunitas-komunitas ini, baik di Iran maupun di India, menjadi penjaga setia Avesta dan tradisi Zoroaster.
Meskipun ada kehilangan lebih lanjut dan penurunan jumlah penganut, para imam Zoroaster terus menyalin, menghafal, dan mempelajari Avesta. Upaya mereka memastikan bahwa inti ajaran dan sebagian besar teks suci tetap terpelihara, bahkan jika sebagian besar korpus Sassanid telah hilang secara permanen. Hingga hari ini, para penganut Zoroaster terus menggunakan Avesta dalam ibadah dan upacara mereka, menjaga api suci tradisi kuno ini tetap menyala.
Struktur dan Pembagian Avesta
Avesta yang kita miliki saat ini adalah fragmen dari kumpulan yang jauh lebih besar. Meskipun demikian, para sarjana telah mengidentifikasi beberapa bagian utama yang menyusun korpus ini, masing-masing dengan karakteristik linguistik, teologis, dan ritualistiknya sendiri. Pembagian ini penting untuk memahami evolusi dan kekayaan ajaran Zoroaster.
1. Gathas (Avesta Kuno)
Gathas (secara harfiah "himne" atau "lagu") adalah bagian tertua dan paling suci dari Avesta. Mereka terdiri dari 17 himne puitis yang diyakini secara langsung dikarang oleh Nabi Zarathustra sendiri. Gathas adalah jantung filosofis Zoroastrianisme, mengungkapkan inti ajaran Nabi dalam bentuk yang seringkali penuh teka-teki dan mendalam. Bahasa yang digunakan di sini adalah Avesta Kuno, sebuah dialek Indo-Iran yang arcaik, sangat mirip dengan bahasa Veda dalam Rigveda India.
- Yungsinya: Gathas terintegrasi dalam Yasna (lihat di bawah) sebagai Yasna 28-34, 43-46, 47-50, 51, dan 53.
- Isi Utama: Gathas berfokus pada monoteisme Ahura Mazda (Allah Yang Bijaksana), dualisme etis antara Spenta Mainyu (Roh Kudus/Baik) dan Angra Mainyu (Roh Jahat/Perusak), kehendak bebas manusia untuk memilih antara kebenaran (Asha) dan dusta (Druj), pentingnya pikiran baik, perkataan baik, dan perbuatan baik (Humata, Hukhta, Hvarshta), serta janji akan pemurnian kosmik di akhir zaman (Frashokereti). Gathas juga seringkali berbentuk dialog atau refleksi Zarathustra tentang Tuhan dan keadilan di dunia.
- Signifikansi: Mereka adalah sumber otoritas tertinggi dalam Zoroastrianisme dan dianggap sebagai suara otentik Nabi. Penafsirannya telah menjadi dasar bagi seluruh teologi dan etika Zoroaster.
2. Yasna
Yasna (secara harfiah "pemujaan" atau "pengorbanan") adalah kumpulan liturgi utama yang digunakan oleh para imam selama upacara Yasna, ritual penyembahan api sentral Zoroastrianisme. Yasna terdiri dari 72 bab, di mana Gathas menjadi bagian integralnya.
- Yungsinya: Selain Gathas, Yasna mencakup teks-teks Avesta Muda lainnya yang berkaitan dengan persiapan dan pelaksanaan ritual. Ini termasuk doa-doa, invokasi kepada Ahura Mazda dan Amesha Spentas (Entitas Ilahi), serta pernyataan iman.
- Isi Utama: Teks-teks Yasna menjelaskan proses persembahan, termasuk penggunaan haoma (minuman sakramental yang mungkin bersifat halusinogenik di masa lampau, namun kini disimbolkan oleh jus delima), air suci, dan persembahan lain kepada api suci. Tujuannya adalah untuk memperkuat Asha (kebenaran/ketertiban) di dunia dan melawan Druj (dusta/kekacauan).
- Signifikansi: Yasna adalah dasar dari praktik ritual Zoroaster dan menyediakan konteks untuk memahami bagaimana ajaran Gathas diterapkan dalam ibadah.
3. Visperad
Visperad (berasal dari "Vispe Ratavo", yang berarti "semua ketua" atau "semua pelindung") adalah kumpulan liturgi yang lebih kecil yang selalu dibacakan bersamaan dengan Yasna. Teks ini berfungsi sebagai tambahan dan perluasan dari Yasna.
- Yungsinya: Visperad menambahkan invocasi dan pujian kepada "semua ketua" atau "semua entitas yang layak disembah" yang tidak secara eksplisit disebutkan dalam Yasna. Ini termasuk semua Amesha Spentas, Yazata (makhluk ilahi), dan Fravashi (roh penjaga).
- Isi Utama: Teks-teks Visperad menekankan pentingnya semua ciptaan baik Ahura Mazda, baik spiritual maupun material, dan pengakuan atas kesucian mereka.
- Signifikansi: Visperad memperkaya ritual Yasna dengan memastikan bahwa seluruh spektrum entitas ilahi dan ciptaan yang baik dihormati dan diundang untuk berpartisipasi dalam upacara.
4. Yashts
Yashts (berasal dari "yashti", yang berarti "ibadah dengan pujian") adalah kumpulan 21 hymne atau ode yang ditujukan untuk memuji berbagai Yazata (makhluk ilahi atau entitas layak disembah) selain Ahura Mazda. Yashts ditulis dalam Avesta Muda dan mencerminkan aspek mitologi dan kosmologi Zoroaster yang lebih luas dibandingkan Gathas.
- Yungsinya: Setiap Yasht didedikasikan untuk Yazata tertentu, seperti Mithra (penjaga perjanjian, kebenaran, dan keadilan), Anahita (dewi air dan kesuburan), Tishtrya (Yazata bintang hujan), Verethragna (Yazata kemenangan), dan Haoma (Yazata tanaman dan minuman sakramental).
- Isi Utama: Yashts seringkali menceritakan kisah-kisah mitologis, petualangan para pahlawan dan raja kuno Iran yang berinteraksi dengan Yazata, serta deskripsi detail tentang Yazata itu sendiri. Mereka seringkali berisi deskripsi yang sangat puitis dan seringkali epik.
- Signifikansi: Yashts memberikan wawasan yang kaya tentang pantheon Zoroaster di luar Ahura Mazda dan Amesha Spentas, menunjukkan bagaimana kepercayaan kuno Iran diintegrasikan ke dalam kerangka Zoroaster. Mereka juga menjadi sumber penting untuk studi mitologi Indo-Iran.
5. Vendidad
Vendidad (berasal dari "Vi-daevo-data", yang berarti "hukum anti-iblis") adalah sebuah kodeks hukum dan ritual yang sangat detail, berurusan dengan kemurnian dan polusi, eksorsisme, dan berbagai pelanggaran terhadap Asha. Bagian ini juga ditulis dalam Avesta Muda.
- Yungsinya: Vendidad adalah satu-satunya Nask (kitab) yang bertahan secara hampir utuh dari 21 Nask asli Sassanid. Ini berisi dialog antara Ahura Mazda dan Zarathustra, di mana Ahura Mazda memberikan instruksi tentang cara menjaga kemurnian fisik dan spiritual.
- Isi Utama: Vendidad membahas berbagai topik praktis dan ritualistik, termasuk:
- Hukum tentang kebersihan dan pembuangan orang mati (sangat detail, termasuk cara menghindari polusi dari mayat).
- Aturan untuk upacara pemurnian.
- Sanksi untuk berbagai kejahatan dan pelanggaran, termasuk yang berkaitan dengan kebersihan.
- Beberapa bagian juga berisi mitos penciptaan dan narasi tentang banjir besar.
- Signifikansi: Meskipun tidak selalu populer di kalangan Zoroaster modern karena sifatnya yang sangat preskriptif dan terkadang tampak kuno, Vendidad adalah sumber tak ternilai untuk memahami praktik keagamaan sehari-hari, sistem hukum, dan pandangan dunia Zoroaster kuno tentang interaksi antara yang kudus dan yang profan, hidup dan mati.
6. Khordeh Avesta (Avesta Kecil/Pendek)
Khordeh Avesta adalah kumpulan doa-doa harian, himne-himne pendek, dan teks-teks ritual yang diambil dari bagian-bagian lain dari Avesta (terutama Yasna dan Yashts). Ini adalah kitab doa yang digunakan oleh umat awam Zoroaster dalam kehidupan sehari-hari mereka.
- Yungsinya: Ini adalah versi "saku" dari Avesta yang dirancang untuk penggunaan pribadi, bukan untuk upacara imam yang kompleks.
- Isi Utama: Khordeh Avesta berisi doa-doa untuk berbagai waktu dalam sehari (salat lima waktu), doa-doa untuk bulan dan tahun, doa untuk Yazata tertentu, dan doa-doa untuk acara-acara khusus seperti pernikahan, kelahiran, atau kematian.
- Signifikansi: Khordeh Avesta adalah jembatan penting antara tradisi imam yang kompleks dan praktik keagamaan umat awam, memungkinkan setiap penganut untuk terlibat langsung dengan teks-teks suci dalam kehidupan mereka. Ini juga merupakan indikasi penting tentang bagaimana ajaran Avesta diintegrasikan ke dalam ritme kehidupan sehari-hari.
Selain bagian-bagian utama ini, ada juga fragmen-fragmen Avesta lain yang bertahan, yang hanya kita ketahui dari referensi dalam literatur Pahlavi. Keberadaan fragmen-fragmen ini menegaskan bahwa korpus Avesta yang asli jauh lebih luas dan beragam daripada yang kita miliki saat ini.
Ajaran Pokok dalam Avesta
Inti ajaran Zoroastrianisme, sebagaimana diungkapkan dalam Avesta, adalah sebuah sistem etika dan filosofi yang mendalam, berpusat pada dualisme moral dan kebebasan memilih manusia. Ajaran ini tidak hanya membentuk pandangan dunia Zoroaster tetapi juga meninggalkan jejak yang tak terhapuskan pada tradisi keagamaan lainnya.
1. Monoteisme Ahura Mazda
Di jantung Avesta, terutama Gathas, adalah pemujaan terhadap Ahura Mazda (Tuhan Yang Bijaksana) sebagai satu-satunya pencipta yang tidak tercipta, mahatahu, mahabijaksana, dan mahabaik. Dia adalah sumber dari segala kebenaran, ketertiban, dan kebaikan di alam semesta. Ahura Mazda bukanlah pencipta kejahatan, melainkan kebaikan semata.
Ajaran ini merupakan bentuk monoteisme yang unik. Ahura Mazda adalah puncak dari segalanya, Dia adalah Sang Pencipta segala sesuatu yang baik, dan Dia adalah Tuhan yang harus disembah di atas segalanya. Tidak ada Tuhan lain yang setara atau melebihi Dia. Kebaikan-Nya mutlak, dan Dia mewujudkan kebenaran, keadilan, dan ketertiban kosmik (Asha).
2. Dualisme Kosmik dan Etis
Salah satu ajaran yang paling khas dan sering disalahpahami dalam Zoroastrianisme adalah dualisme. Avesta memperkenalkan konsep dua Roh Primordial, Spenta Mainyu (Roh Kudus/Kreatif/Baik) dan Angra Mainyu (Roh Destruktif/Jahat/Rusak). Kedua Roh ini tidak setara dengan Ahura Mazda. Spenta Mainyu adalah emanasi dari Ahura Mazda, manifestasi dari aspek kreatif dan baik-Nya. Angra Mainyu adalah kebalikannya, roh kejahatan yang memilih jalan kerusakan dan kebohongan sejak awal.
Dualisme ini bukanlah dualisme ontologis di mana ada dua dewa yang setara. Sebaliknya, ini adalah dualisme etis dan kosmik yang menjelaskan keberadaan kebaikan dan kejahatan di dunia. Ahura Mazda sendiri adalah transenden dari dualisme ini; Dia adalah pencipta Spenta Mainyu, dan Dia secara fundamental baik. Pertempuran antara Spenta Mainyu dan Angra Mainyu berlangsung di alam semesta dan di dalam hati setiap manusia.
Konflik ini memanifestasikan dirinya dalam setiap aspek keberadaan: terang melawan gelap, kehidupan melawan kematian, kebenaran melawan kebohongan, kesehatan melawan penyakit. Manusia diberi kehendak bebas untuk memilih salah satu dari dua Roh ini, sebuah pilihan yang memiliki konsekuensi kosmik.
3. Asha (Kebenaran, Keteraturan Ilahi)
Asha adalah konsep sentral dan paling penting dalam teologi Zoroaster, diungkapkan berulang kali dalam Gathas. Ini melampaui sekadar "kebenaran" dalam pengertian sehari-hari; Asha mencakup kebenaran kosmik, kebenaran moral, ketertiban ilahi, dan keadilan. Ini adalah prinsip universal yang mendasari keberadaan alam semesta dan semua makhluk baik.
- Keteraturan Kosmik: Asha mengatur pergerakan bintang, siklus musim, dan pertumbuhan tanaman. Ini adalah tatanan alami alam semesta yang diciptakan oleh Ahura Mazda.
- Kebenaran Moral: Asha juga merupakan prinsip etika yang menuntun manusia pada pikiran baik, perkataan baik, dan perbuatan baik. Melakukan kebaikan dan menjauhi kejahatan adalah hidup sesuai dengan Asha.
- Keadilan: Keadilan dan kesetaraan adalah manifestasi dari Asha dalam interaksi sosial manusia.
Melawan Asha adalah Druj (kebohongan, kekacauan, kerusakan). Kehidupan manusia adalah perjuangan untuk mempertahankan Asha dan melawan Druj. Kemenangan Asha pada akhirnya akan tercapai pada Frashokereti.
4. Vohu Manah (Pikiran Baik) dan Amesha Spentas
Amesha Spentas (secara harfiah "Keabadian Suci" atau "Entitas Ilahi yang Bermanfaat") adalah enam emanasi atau aspek dari Ahura Mazda. Mereka dapat dipahami sebagai atribut ilahi Ahura Mazda atau sebagai entitas spiritual yang membantu mengelola ciptaan-Nya. Mereka adalah:
- Vohu Manah (Pikiran Baik): Ini adalah yang pertama dan paling penting. Vohu Manah mewakili kebijaksanaan ilahi, pemahaman, dan kemampuan untuk membedakan yang baik dari yang jahat. Ini adalah saluran di mana manusia dapat memahami Ahura Mazda dan ajaran Zarathustra. Ini juga dikaitkan dengan ternak yang baik dan hewan yang bermanfaat.
- Asha Vahishta (Kebenaran Terbaik/Keteraturan Terbaik): Manifestasi dari Asha sendiri dalam bentuknya yang paling murni, dikaitkan dengan api suci dan panas. Ini adalah kebenaran, keadilan, dan ketertiban tertinggi.
- Khshathra Vairya (Kekuasaan yang Diinginkan): Mewakili kerajaan yang baik, kekuatan ilahi, dan kekuasaan yang adil. Ini adalah kekuatan yang diperlukan untuk menegakkan kebenaran dan keadilan. Ini juga dikaitkan dengan logam dan mineral.
- Spenta Armaiti (Kesalehan Suci/Kesabaran): Menggambarkan kesalehan, pengabdian, kesabaran, dan sikap rendah hati. Ini adalah semangat bumi dan tanah, mewakili kesuburan dan ketahanan.
- Haurvatat (Kesehatan/Kelengkapan): Melambangkan kesehatan, keutuhan, kelengkapan, dan kemakmuran. Dikaitkan dengan air.
- Ameretat (Keabadian): Mewakili keabadian dan kehidupan abadi. Dikaitkan dengan tumbuhan.
Bersama-sama, Amesha Spentas membentuk jembatan antara Ahura Mazda dan ciptaan-Nya, melayani sebagai model bagi sifat-sifat yang harus dikembangkan oleh manusia dalam diri mereka sendiri.
5. Kehendak Bebas dan Tanggung Jawab Manusia
Dalam Zoroastrianisme, kehendak bebas adalah doktrin fundamental yang secara eksplisit ditekankan dalam Gathas. Manusia bukanlah pion dalam pertarungan kosmik antara kebaikan dan kejahatan; sebaliknya, mereka adalah agen moral dengan kekuatan untuk memilih. Setiap individu dihadapkan pada pilihan antara mengikuti Asha (kebenaran) atau Druj (kebohongan).
Pilihan ini memiliki konsekuensi baik di kehidupan ini maupun di akhirat. Manusia bertanggung jawab penuh atas pikiran, perkataan, dan perbuatan mereka. Doktrin ini menekankan pentingnya moralitas aktif dan etika kerja keras untuk mempromosikan kebaikan di dunia.
6. Etika "Pikiran Baik, Perkataan Baik, Perbuatan Baik" (Humata, Hukhta, Hvarshta)
Slogan terkenal "Pikiran Baik, Perkataan Baik, Perbuatan Baik" (Humata, Hukhta, Hvarshta dalam bahasa Avestan) adalah ringkasan dari seluruh etika Zoroaster. Ini adalah panduan praktis untuk menjalani hidup sesuai dengan Asha dan melawan Druj.
- Pikiran Baik (Humata): Melibatkan niat murni, kebijaksanaan, dan pemikiran yang berorientasi pada kebaikan, kebenaran, dan konstruksi. Ini adalah fondasi dari semua tindakan baik.
- Perkataan Baik (Hukhta): Mengacu pada kejujuran, kebenaran dalam berbicara, dan menghindari fitnah atau perkataan yang merusak. Kata-kata memiliki kekuatan, dan mereka harus digunakan untuk membangun, bukan menghancurkan.
- Perbuatan Baik (Hvarshta): Adalah tindakan nyata yang mencerminkan pikiran dan perkataan yang baik. Ini termasuk amal, membantu sesama, menjaga lingkungan, dan berkontribusi pada kemajuan dunia.
Etika ini mengajarkan bahwa spiritualitas tidak hanya tentang ritual atau kepercayaan pasif, tetapi juga tentang bagaimana seseorang hidup di dunia dan berinteraksi dengan sesama serta lingkungan.
7. Eschatologi: Jembatan Chinvat dan Frashokereti
Avesta menyajikan eskatologi yang kaya, yang mencakup nasib individu setelah kematian dan pemurnian akhir alam semesta. Konsep-konsep ini sangat berpengaruh terhadap agama-agama selanjutnya.
- Penilaian Individu: Setelah kematian, jiwa setiap individu dipercaya akan menghabiskan tiga hari dan tiga malam di dekat tubuh. Selama waktu ini, ia merenungkan kehidupan yang telah dijalani. Pada hari keempat, jiwa melakukan perjalanan ke Jembatan Chinvat (Jembatan Pemisah).
- Jembatan Chinvat: Di Jembatan Chinvat, jiwa dihakimi oleh tiga dewa: Mithra, Sraosha (Ketaatan), dan Rashnu (Keadilan). Bagi orang benar, jembatan itu menjadi lebar dan mudah dilewati menuju Rumah Lagu (Garodman), surga Ahura Mazda. Bagi orang jahat, jembatan itu menjadi setajam silet dan sempit, menyebabkan mereka jatuh ke Rumah Dusta (Druj-Demana), neraka sementara yang penuh penyesalan.
- Frashokereti (Pemurnian Akhir): Ini adalah konsep penting tentang pemurnian dan pembaruan kosmik di akhir zaman. Zoroastrianisme percaya pada kebangkitan tubuh dan pemurnian akhir semua ciptaan, di mana kejahatan akan sepenuhnya dimusnahkan dan dunia akan kembali ke keadaan murni yang sempurna. Pada saat ini, semua jiwa, termasuk yang berada di neraka sementara, akan dibersihkan dan bergabung kembali dengan Ahura Mazda. Frashokereti adalah kemenangan mutlak kebaikan atas kejahatan.
8. Pemujaan Api dan Air
Api dan air adalah unsur yang sangat dihormati dalam Zoroastrianisme. Api suci (Atesh) dianggap sebagai manifestasi fisik dari Asha Vahishta (Kebenaran Terbaik) dan representasi kehadiran Ahura Mazda. Ia adalah simbol kesucian, cahaya, dan pemurnian.
- Api: Api tidak disembah sebagai dewa, tetapi sebagai simbol ilahi dan titik fokus untuk meditasi dan doa. Rumah api (Agiary atau Atash Behram) adalah tempat ibadah pusat di mana api suci dipelihara dan diberi makan lima kali sehari oleh para imam.
- Air: Air, terutama air suci (Apas), juga sangat dihormati sebagai simbol kemurnian dan kehidupan, dikaitkan dengan Haurvatat (Kesehatan). Ritual melibatkan penggunaan air untuk pembersihan dan penyucian.
Kedua elemen ini menekankan pentingnya kemurnian dalam kehidupan spiritual dan ritualistik Zoroaster.
Bahasa Avestan
Bahasa Avestan adalah bahasa Indo-Iran kuno yang menjadi medium penulisan Avesta. Ini adalah salah satu bahasa Indo-Eropa tertua yang didokumentasikan, dan studinya memberikan wawasan penting tentang sejarah linguistik dan budaya Indo-Iran. Ada dua bentuk utama Avestan yang dapat dibedakan dalam Avesta:
1. Avesta Kuno (Gathic Avestan)
Avesta Kuno adalah bentuk bahasa yang digunakan dalam Gathas dan beberapa bagian tertua lainnya dari Yasna (seperti Yasna Haptanghaiti). Ini adalah dialek yang sangat arkais, seringkali dibandingkan dengan bahasa Sansekerta Veda dalam hal kompleksitas gramatikal dan usianya.
- Karakteristik: Tata bahasanya sangat infleksional, dengan banyak kasus, tense, dan mood. Kosakatanya seringkali sulit dipahami tanpa konteks Pahlavi kemudian.
- Signifikansi: Kualitas arkaisnya adalah alasan utama mengapa para sarjana cenderung menempatkan Zarathustra dan Gathas pada milenium kedua SM, jauh lebih awal dari tanggal tradisional. Ini menunjukkan periode di mana budaya Indo-Iran masih sangat erat terkait sebelum pemisahan besar yang menghasilkan bahasa-bahasa India dan Iran yang berbeda.
2. Avesta Muda (Younger Avestan)
Avesta Muda adalah bentuk bahasa yang digunakan dalam sebagian besar bagian lain dari Avesta, termasuk Yashts, Vendidad, Visperad, dan sebagian besar Yasna di luar Gathas. Bahasa ini menunjukkan evolusi dari Avesta Kuno, dengan penyederhanaan gramatikal dan perubahan fonologis.
- Karakteristik: Meskipun masih kompleks, Avesta Muda secara umum lebih mudah dipahami daripada Avesta Kuno. Ini menunjukkan ciri-ciri yang lebih dekat dengan bahasa Persia Kuno (yang ditemukan dalam prasasti Akhemeniyah) dan merupakan jembatan menuju bahasa Persia Tengah (Pahlavi) di kemudian hari.
- Signifikansi: Keberadaan dua bentuk bahasa ini dalam Avesta adalah bukti evolusi historis dari teks dan tradisi Zoroaster selama berabad-abad. Ini membantu para sarjana dalam menanggali bagian-bagian yang berbeda dari Avesta.
Alfabet Avestan (disebut Din Dabireh) yang digunakan untuk menulis Avesta dikembangkan pada periode Sassanid khusus untuk melestarikan teks-teks lisan ini secara akurat. Sebelum itu, teks-teks Avesta kemungkinan diturunkan secara lisan, atau mungkin ditulis dalam skrip Persia Kuno atau Pahlavi yang kurang memadai untuk menangkap nuansa fonetik bahasa Avestan.
Pengaruh Avesta pada Agama dan Pemikiran Dunia
Meskipun Zoroastrianisme saat ini adalah agama minoritas, ajaran-ajaran yang terkandung dalam Avesta telah meninggalkan jejak yang luar biasa dalam sejarah pemikiran keagamaan dan filosofis, terutama pada agama-agama monoteistik Abrahamik.
1. Agama Abrahamik (Yudaisme, Kristen, Islam)
Banyak sarjana berpendapat bahwa selama periode Kekaisaran Akhemeniyah, ketika Zoroastrianisme adalah agama dominan di Persia, ada kontak signifikan antara orang Yahudi dan Zoroaster. Ini, dan juga eksposur Persia ke Hellenisme, telah mengarah pada teori bahwa banyak konsep Zoroaster diserap ke dalam Yudaisme akhir, yang kemudian memengaruhi Kekristenan dan Islam.
- Dualisme Etis: Konsep pertarungan antara kebaikan dan kejahatan, dan peran Iblis (Angra Mainyu) sebagai personifikasi kejahatan, memiliki paralel yang jelas dengan Satanisme dalam tradisi Abrahamik.
- Eschatologi: Doktrin kebangkitan tubuh, penghakiman individu dan universal, surga dan neraka, kedatangan juru selamat (Saoshyant dalam Zoroastrianisme), dan pemurnian akhir dunia (Frashokereti) semuanya memiliki kesamaan yang mencolok dengan eskatologi Yahudi, Kristen, dan Islam.
- Malaikat dan Iblis: Konsep Amesha Spentas dan Yazata dalam Zoroastrianisme dapat dibandingkan dengan malaikat dan roh dalam tradisi Abrahamik, sementara daeva (iblis) Zoroaster memiliki kemiripan dengan jin dan setan.
- Pentingnya Kehendak Bebas: Penekanan kuat Zoroastrianisme pada kehendak bebas dan tanggung jawab moral manusia juga merupakan tema sentral dalam agama-agama Abrahamik.
- Sistem Etika: Etika "Pikiran Baik, Perkataan Baik, Perbuatan Baik" telah menemukan gaungnya dalam prinsip-prinsip moral agama-agama lain yang menekankan tindakan dan niat yang benar.
2. Filsafat Yunani dan Romawi
Pengaruh Zoroastrianisme mungkin juga telah mencapai filsafat Yunani. Beberapa filsuf Yunani kuno seperti Plato dan Pythagoras diketahui memiliki ketertarikan pada tradisi Timur, dan ada spekulasi bahwa beberapa konsep mereka mungkin telah dipengaruhi oleh pemikiran Zoroaster, terutama dalam hal dualisme, kosmologi, dan etika.
Meskipun koneksi langsung seringkali sulit dibuktikan, adanya Zoroastrianisme sebagai agama yang dominan di sebuah kekaisaran besar yang berinteraksi dengan Yunani dan Roma menunjukkan bahwa ide-idenya pasti memiliki kesempatan untuk menyebar dan mempengaruhi lingkungan intelektual di sekitarnya.
3. Manichaeisme
Manichaeisme, sebuah agama sinkretis yang didirikan oleh Nabi Mani di Persia pada abad ke-3 M, sangat dipengaruhi oleh Zoroastrianisme. Manichaeisme juga memiliki dualisme kosmik yang kuat, meskipun dalam bentuk yang berbeda, dengan pertarungan antara kerajaan terang dan gelap yang terpisah. Banyak konsep dan istilah Zoroaster diadaptasi dan diinterpretasikan ulang dalam konteks Manichaeisme.
4. Budaya dan Literasi Persia
Di luar pengaruh agama, Avesta dan tradisi Zoroaster secara keseluruhan telah membentuk dasar bagi banyak aspek budaya dan literasi Persia selama berabad-abad. Epos nasional Iran, Shahnameh (Kitab Raja-raja) karya Ferdowsi, meskipun ditulis setelah masuknya Islam ke Iran, sangat banyak mengambil inspirasi dari mitos, legenda, dan pahlawan pra-Islam yang berakar pada tradisi Avestan dan Pahlavi.
Pengaruh ini menunjukkan betapa mendalamnya akar Avesta dalam identitas Persia, bahkan setelah agama itu tidak lagi menjadi dominan.
Tantangan dalam Studi Avesta
Meskipun Avesta adalah dokumen sejarah dan keagamaan yang tak ternilai, studinya datang dengan serangkaian tantangan yang unik dan signifikan:
1. Sifat Fragmentaris
Seperti yang telah dibahas, Avesta yang kita miliki saat ini adalah sebagian kecil dari korpus yang jauh lebih besar. Hilangnya sebagian besar Nask asli selama penaklukan Alexander Agung dan setelahnya berarti kita kehilangan konteks penting, penjelasan rinci, dan banyak teks teologis dan ritualistik. Ini membuat rekonstruksi ajaran lengkap Zoroastrianisme kuno menjadi tugas yang sulit dan seringkali spekulatif.
2. Bahasa yang Sulit dan Archaik
Avesta Kuno, khususnya, adalah bahasa yang sangat kompleks dan arkais. Meskipun memiliki kemiripan dengan Sansekerta Veda, ia memiliki fitur-fitur uniknya sendiri yang membuatnya sulit untuk diterjemahkan dan ditafsirkan. Bahkan di antara para sarjana, ada banyak ketidaksepakatan tentang makna pasti dari kata-kata dan frasa tertentu.
Ketergantungan pada literatur Pahlavi (terjemahan dan komentar Persia Tengah) untuk memahami Avesta juga menimbulkan masalah. Sementara Pahlavi sangat membantu, teks-teks ini ditulis berabad-abad setelah Avesta asli, dan penafsirannya mungkin telah dipengaruhi oleh teologi Zoroaster yang berkembang pada masa Sassanid, yang mungkin berbeda dari makna asli yang dimaksudkan oleh Zarathustra.
3. Kurangnya Konteks Historis dan Arkeologis
Meskipun Avesta memberikan banyak wawasan tentang kepercayaan, ia jarang memberikan detail historis atau geografis yang jelas. Penentuan tanggal Zarathustra dan peristiwa awal sangat bergantung pada analisis linguistik dan interpretasi tradisi. Bukti arkeologis langsung yang mengkonfirmasi detail yang disebutkan dalam Avesta juga relatif langka, meskipun situs-situs arkeologi di Iran dan Asia Tengah terus memberikan wawasan baru.
4. Interpretasi dan Pluralitas Pandangan
Karena kesulitan-kesulitan di atas, ada beragam interpretasi tentang ajaran Zoroaster, bahkan di antara para penganutnya sendiri. Misalnya, sifat dualisme telah menjadi topik perdebatan—apakah itu dualisme etis antara Roh Baik dan Roh Jahat yang berasal dari Ahura Mazda, atau dualisme yang lebih radikal di mana dua Roh ini benar-benar independen dan sama kekuatannya? Gathas cenderung mendukung pandangan etis, sementara beberapa teks Avesta Muda dan Pahlavi mungkin mengarah ke interpretasi yang lebih radikal.
Pluralitas interpretasi ini mencerminkan kekayaan dan kedalaman Avesta, tetapi juga menyoroti kompleksitas untuk mencapai pemahaman yang seragam dan definitif.
Zoroastrianisme Modern dan Avesta
Meskipun Zoroastrianisme telah menurun secara drastis dalam jumlah penganutnya dibandingkan masa kejayaannya, ia tetap menjadi agama yang hidup dengan komunitas yang tersebar di seluruh dunia, terutama di India (sebagai Parsi) dan Iran, serta diaspora di Amerika Utara, Eropa, dan Australia.
Avesta terus menjadi teks sentral dalam praktik keagamaan mereka. Para imam Zoroaster (Mobed) masih membacakan bagian-bagian Avesta dalam upacara-upacara suci di kuil api. Doa-doa dari Khordeh Avesta dibacakan setiap hari oleh umat awam. Bahasa Avestan dipelajari dan dihormati sebagai bahasa suci yang menghubungkan penganutnya dengan asal-usul iman mereka.
Di era modern, Zoroaster menghadapi tantangan baru dalam menjaga tradisi mereka, termasuk penurunan populasi, asimilasi, dan adaptasi terhadap dunia kontemporer. Namun, upaya untuk melestarikan Avesta dan menerjemahkannya ke dalam bahasa modern terus berlanjut, memastikan bahwa ajaran Nabi Zarathustra tetap dapat diakses dan relevan bagi generasi mendatang. Organisasi-organisasi Zoroaster aktif dalam mempromosikan studi tentang Avesta dan warisan Zoroaster.
Avesta, dengan segala tantangan dan fragmennya, tetap berdiri sebagai monumen kekayaan spiritual dan intelektual peradaban kuno. Ia bukan hanya sebuah kitab suci bagi ribuan penganutnya tetapi juga merupakan harta karun bagi kemanusiaan, yang memberikan wawasan tentang evolusi pemikiran agama, etika, dan filosofi yang terus bergema hingga hari ini.
Dari konsep monoteisme Ahura Mazda hingga dualisme etis, dari penekanan pada kehendak bebas hingga etika pikiran, perkataan, dan perbuatan baik, Avesta menawarkan sebuah visi dunia yang penuh makna dan tanggung jawab. Warisannya adalah pengingat akan kekuatan abadi dari ide-ide yang mendalam dan bagaimana sebuah teks kuno dapat terus menginspirasi dan membentuk peradaban.