Badan Usaha Milik Desa: Pilar Ekonomi Mandiri dan Inovatif untuk Kesejahteraan Komunitas
Membangun ekonomi desa yang kuat melalui BUM Desa.
Transformasi ekonomi di tingkat akar rumput merupakan kunci utama dalam mewujudkan pemerataan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Di Indonesia, salah satu instrumen vital untuk mencapai tujuan ini adalah melalui pengembangan dan penguatan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa). Konsep ini berakar dari semangat 'badan usaha unit desa' yang telah ada sebelumnya, namun dengan penyesuaian yang signifikan untuk menjawab tantangan dan peluang di era modern.
BUM Desa bukan sekadar entitas bisnis biasa; ia adalah sebuah motor penggerak yang dirancang untuk mengelola potensi desa secara mandiri, menciptakan nilai tambah ekonomi lokal, serta meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya. Dengan landasan hukum yang kuat dan dukungan pemerintah, BUM Desa memiliki peran strategis sebagai pilar ekonomi desa yang berkelanjutan dan inklusif. Artikel ini akan mengulas secara mendalam berbagai aspek terkait BUM Desa, mulai dari sejarah, filosofi, tujuan, struktur, jenis usaha, hingga tantangan dan strategi pengembangannya, sebagai upaya memahami potensi besarnya dalam mewujudkan kemandirian dan inovasi di tingkat desa.
1. Genealogi Konsep: Dari Badan Usaha Unit Desa (BUUD) ke BUM Desa
Untuk memahami BUM Desa secara komprehensif, penting untuk menilik sejarah dan konsep pendahulunya, yaitu Badan Usaha Unit Desa (BUUD). BUUD merupakan salah satu model kelembagaan ekonomi pedesaan yang pernah diterapkan di Indonesia, khususnya pada era Orde Baru, sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk menggerakkan perekonomian desa melalui koperasi. Konsep BUUD lahir dari kesadaran bahwa desa memiliki potensi ekonomi yang perlu diorganisasi dan dikelola secara kolektif untuk kepentingan bersama.
1.1. Latar Belakang dan Tujuan Pembentukan BUUD
Pada masa itu, pemerintah melihat desa sebagai unit produksi primer yang memiliki sumber daya alam dan tenaga kerja yang melimpah, namun seringkali terfragmentasi dan kurang terorganisir. BUUD didirikan dengan tujuan utama untuk meningkatkan pendapatan petani dan masyarakat desa lainnya melalui kegiatan usaha yang terintegrasi, seperti pengadaan sarana produksi pertanian, pemasaran hasil pertanian, hingga penyediaan layanan dasar. BUUD diharapkan menjadi wadah bagi masyarakat desa untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekonomi, sehingga dapat mengurangi ketergantungan pada pihak luar dan meningkatkan kemandirian ekonomi desa.
Fungsi BUUD sangat beragam, mencakup penyaluran kredit, pengadaan pupuk, bibit, pestisida, hingga alat pertanian. Selain itu, BUUD juga berperan dalam menampung dan memasarkan hasil panen petani, serta menyediakan barang-barang kebutuhan pokok bagi masyarakat desa. Dengan demikian, BUUD diharapkan dapat menjadi pusat kegiatan ekonomi yang komprehensif di tingkat desa, mengurangi praktik tengkulak, dan menciptakan skala ekonomi yang lebih efisien.
1.2. Tantangan dan Evolusi Konsep
Meskipun memiliki tujuan yang mulia, implementasi BUUD tidak selalu berjalan mulus. Berbagai tantangan muncul, antara lain keterbatasan modal, kurangnya kapasitas manajemen, intervensi pemerintah yang terlalu kuat, serta kurangnya partisipasi aktif dari anggota masyarakat. Banyak BUUD yang tidak mampu berkembang secara mandiri dan akhirnya mengalami kemunduran atau bahkan gulung tikar. Pengelolaan yang kurang profesional, masalah transparansi, dan akuntabilitas menjadi pekerjaan rumah yang serius bagi model kelembagaan ini.
Dari pengalaman BUUD, pemerintah dan berbagai pihak terkait belajar banyak mengenai pentingnya kemandirian, profesionalisme, serta adaptabilitas dalam mengelola lembaga ekonomi di tingkat desa. Pelajaran-pelajaran ini menjadi bekal berharga dalam merumuskan konsep baru yang lebih relevan dan berkelanjutan, yaitu Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa).
BUM Desa kemudian hadir sebagai penyempurnaan dari konsep BUUD, dengan penekanan pada otonomi desa, partisipasi aktif masyarakat sebagai pemilik, serta tata kelola yang lebih profesional dan akuntabel. Pergeseran ini mencerminkan perubahan paradigma pembangunan desa dari pendekatan sentralistik menjadi desentralistik, di mana desa diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengelola urusan rumah tangganya sendiri, termasuk dalam bidang ekonomi.
2. Definisi, Filosofi, dan Tujuan Pembentukan BUM Desa
Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) adalah entitas usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh desa melalui penyertaan modal langsung yang berasal dari kekayaan desa. BUM Desa didirikan oleh pemerintah desa dan masyarakat desa, bertujuan untuk mengelola potensi ekonomi desa guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa.
2.1. Definisi Resmi BUM Desa
Menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun tentang Desa, BUM Desa adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh desa melalui penyertaan modal langsung yang berasal dari kekayaan desa yang dipisahkan guna mengelola aset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa. Definisi ini menegaskan bahwa BUM Desa adalah representasi dari kemandirian ekonomi desa, di mana desa bertindak sebagai pemilik dan pengelola aset produktifnya.
Karakteristik utama BUM Desa adalah bahwa ia bukan semata-mata mencari keuntungan finansial, melainkan juga memiliki misi sosial dan pembangunan. Ini yang membedakannya dengan perusahaan swasta murni. Keuntungan yang diperoleh BUM Desa akan dikembalikan sebagian besar untuk kepentingan pembangunan desa dan peningkatan layanan publik, sementara sebagian kecil dapat dialokasikan untuk pengembangan usaha itu sendiri dan insentif bagi pengelola.
2.2. Filosofi dan Ruh BUM Desa
Filosofi di balik BUM Desa adalah kemandirian, partisipasi, keberlanjutan, dan inklusivitas.
Kemandirian: BUM Desa mendorong desa untuk tidak hanya bergantung pada transfer dana dari pemerintah pusat, melainkan mampu menciptakan sumber pendapatan asli desa (PADes) secara mandiri. Ini memberikan desa otonomi yang lebih besar dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunannya.
Partisipasi: Pembentukan dan pengelolaan BUM Desa harus melibatkan partisipasi aktif masyarakat desa. Ini memastikan bahwa usaha yang dijalankan sesuai dengan kebutuhan dan potensi lokal, serta membangun rasa kepemilikan di kalangan warga. Musyawarah desa menjadi forum utama untuk pengambilan keputusan strategis terkait BUM Desa.
Keberlanjutan: BUM Desa dirancang untuk menjadi entitas yang berkelanjutan, tidak hanya dalam aspek finansial, tetapi juga dalam aspek sosial dan lingkungan. Usaha yang dijalankan harus memberikan manfaat jangka panjang bagi desa tanpa merusak lingkungan atau merugikan masyarakat.
Inklusivitas: BUM Desa harus memberikan kesempatan yang sama bagi seluruh lapisan masyarakat desa untuk terlibat, baik sebagai pekerja, pemasok, maupun konsumen. Ini termasuk kelompok rentan seperti perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas, untuk memastikan tidak ada yang tertinggal dalam proses pembangunan ekonomi desa.
2.3. Tujuan Pembentukan BUM Desa
Pembentukan BUM Desa memiliki beberapa tujuan strategis, antara lain:
Meningkatkan Pendapatan Asli Desa (PADes): Ini adalah salah satu tujuan utama. Dengan beroperasinya BUM Desa, desa memiliki sumber pendapatan baru yang dapat digunakan untuk membiayai program-program pembangunan dan pelayanan publik tanpa harus sepenuhnya bergantung pada alokasi dana dari pemerintah.
Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Desa: Melalui penciptaan lapangan kerja, peningkatan nilai tambah produk lokal, serta penyediaan barang dan jasa dengan harga yang terjangkau, BUM Desa berkontribusi langsung pada peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat.
Mendorong Perekonomian Lokal: BUM Desa menjadi katalisator bagi pertumbuhan ekonomi di tingkat desa, menghidupkan sektor-sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lainnya yang ada di desa.
Mengelola Potensi Desa: Setiap desa memiliki potensi unik, baik sumber daya alam, kerajinan lokal, pariwisata, maupun jasa. BUM Desa bertugas mengidentifikasi, mengembangkan, dan mengelola potensi-potensi ini menjadi kegiatan ekonomi yang produktif.
Menyediakan Pelayanan Umum yang Efisien: BUM Desa dapat diamanahkan untuk menyediakan layanan publik yang dibutuhkan masyarakat, seperti pengelolaan air bersih, listrik, atau pengelolaan sampah, dengan cara yang lebih efisien dan terjangkau.
Menjadi Katalisator Pembangunan Desa: BUM Desa diharapkan dapat menjadi lokomotif pembangunan di desa, tidak hanya dalam aspek ekonomi tetapi juga sosial, dengan mendorong inovasi dan kolaborasi antarwarga.
3. Dasar Hukum dan Prinsip Tata Kelola BUM Desa
Keberadaan BUM Desa diperkuat oleh kerangka hukum yang jelas, yang memberikan legitimasi dan panduan operasional. Selain itu, prinsip-prinsip tata kelola yang baik menjadi fondasi agar BUM Desa dapat beroperasi secara efektif dan akuntabel.
3.1. Dasar Hukum BUM Desa
Regulasi utama yang menjadi payung hukum bagi BUM Desa adalah:
Undang-Undang Nomor 6 Tahun tentang Desa: Ini adalah landasan utama yang secara eksplisit mengatur tentang BUM Desa, termasuk definisi, tujuan, modal, dan tata kelolanya. UU Desa memberikan desa kewenangan untuk membentuk dan mengelola BUM Desa sebagai bagian dari hak otonomi desa.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun tentang Badan Usaha Milik Desa: PP ini merupakan aturan pelaksana dari UU Desa yang lebih merinci aspek-aspek teknis terkait pembentukan, pengelolaan, pengembangan, dan pembubaran BUM Desa. PP ini memberikan panduan yang lebih operasional bagi pemerintah desa.
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Permendes PDTT): Berbagai Permendes PDTT telah dikeluarkan untuk mendukung implementasi BUM Desa, seperti Permendes PDTT tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa, yang seringkali mengalokasikan dana untuk penyertaan modal BUM Desa, serta Permendes PDTT terkait pengelolaan dan pengembangan BUM Desa.
Peraturan Desa (Perdes): Setiap desa yang akan membentuk BUM Desa wajib menetapkan Peraturan Desa yang menjadi dasar hukum formal pembentukan BUM Desa di tingkat lokal. Perdes ini mencakup AD/ART BUM Desa, modal awal, struktur organisasi, dan ketentuan operasional lainnya yang disesuaikan dengan konteks desa setempat.
3.2. Prinsip-prinsip Tata Kelola BUM Desa
Agar BUM Desa dapat berkembang secara sehat dan memberikan manfaat maksimal, perlu diterapkan prinsip-prinsip tata kelola yang baik (Good Corporate Governance). Prinsip-prinsip ini meliputi:
Partisipatif: Setiap keputusan strategis harus melibatkan masyarakat desa melalui musyawarah desa. Masyarakat bukan hanya objek, tetapi subjek pembangunan BUM Desa.
Transparan: Seluruh informasi terkait kinerja keuangan, operasional, dan kebijakan BUM Desa harus terbuka dan dapat diakses oleh masyarakat desa. Laporan keuangan harus dipublikasikan secara berkala.
Akuntabel: Pengelola BUM Desa bertanggung jawab penuh atas setiap tindakan dan kebijakan yang diambil. Mereka harus mampu mempertanggungjawabkan penggunaan modal dan hasil usaha kepada pemerintah desa dan masyarakat.
Demokratis: Pengambilan keputusan dilakukan secara musyawarah mufakat, dengan menghargai setiap pendapat dan usulan dari anggota masyarakat atau perwakilan yang ditunjuk.
Profesional: Pengelola BUM Desa harus memiliki kompetensi dan integritas yang tinggi. Pengelolaan usaha harus dilakukan dengan standar profesionalisme layaknya badan usaha komersial, namun tetap mempertimbangkan konteks sosial desa.
Mandiri: BUM Desa harus mampu berdiri di atas kaki sendiri dan tidak terus-menerus bergantung pada penyertaan modal dari desa atau bantuan pihak lain. Tujuan akhirnya adalah mencapai kemandirian finansial.
Kekeluargaan: Meskipun dikelola secara profesional, suasana kekeluargaan dan gotong royong harus tetap dipertahankan, mengingat BUM Desa adalah milik bersama masyarakat desa.
4. Struktur Organisasi dan Mekanisme Pengelolaan BUM Desa
Struktur organisasi BUM Desa dirancang untuk memastikan adanya pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas, serta mekanisme pengawasan yang efektif. Struktur ini bervariasi tergantung skala dan jenis usaha, namun memiliki komponen inti yang sama.
Mekanisme tata kelola yang terstruktur adalah kunci keberhasilan BUM Desa.
4.1. Komponen Struktur Organisasi BUM Desa
Secara umum, struktur organisasi BUM Desa terdiri dari:
Musyawarah Desa (Musdes): Ini adalah lembaga tertinggi dalam pengambilan keputusan terkait BUM Desa. Musdes berwenang untuk membentuk, membubarkan, menyetujui anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART), menyetujui program kerja, dan mengevaluasi kinerja BUM Desa. Musdes juga menetapkan dan mengesahkan modal awal serta penyertaan modal desa.
Penasihat: Dijabat secara otomatis oleh Kepala Desa. Penasihat memiliki tugas untuk memberikan arahan, bimbingan, dan evaluasi terhadap jalannya operasional BUM Desa. Penasihat juga memastikan bahwa BUM Desa beroperasi sesuai dengan peraturan yang berlaku dan visi misi desa.
Pelaksana Operasional: Ini adalah unit yang bertanggung jawab langsung atas operasional sehari-hari BUM Desa. Pelaksana operasional terdiri dari Direktur atau Manajer, serta staf-staf teknis lainnya yang diperlukan sesuai dengan jenis usaha. Mereka bertanggung jawab merencanakan, melaksanakan, dan mengendalikan seluruh kegiatan usaha BUM Desa. Anggota Pelaksana Operasional dapat berasal dari unsur masyarakat desa yang memiliki kompetensi di bidangnya dan ditetapkan melalui Keputusan Kepala Desa.
Pengawas: Pengawas bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja Pelaksana Operasional BUM Desa, baik dari aspek keuangan, operasional, maupun kepatuhan terhadap regulasi. Pengawas biasanya dipilih dari unsur masyarakat desa yang memiliki integritas dan pemahaman yang baik tentang tata kelola usaha. Mereka melaporkan hasil pengawasannya kepada Musyawarah Desa dan Penasihat.
4.2. Mekanisme Pengelolaan dan Operasional
Mekanisme pengelolaan BUM Desa harus dirancang secara transparan dan akuntabel:
Perencanaan: Dimulai dari identifikasi potensi desa, analisis pasar, penentuan jenis usaha, hingga penyusunan rencana bisnis (business plan) yang komprehensif. Rencana ini harus disetujui dalam Musyawarah Desa.
Penyertaan Modal: Modal awal BUM Desa berasal dari kekayaan desa yang dipisahkan, biasanya dari Dana Desa. Penambahan modal dapat berasal dari masyarakat, investasi pihak ketiga, atau pinjaman, sesuai dengan AD/ART dan persetujuan Musyawarah Desa.
Pelaksanaan Usaha: Dilakukan oleh Pelaksana Operasional sesuai dengan rencana bisnis. Mereka bertanggung jawab atas kegiatan produksi, pemasaran, keuangan, dan sumber daya manusia.
Pelaporan dan Evaluasi: Pelaksana Operasional wajib menyusun laporan keuangan dan laporan kinerja secara berkala (misalnya bulanan, triwulanan, dan tahunan) kepada Penasihat dan Pengawas. Laporan tahunan kemudian disampaikan dan dievaluasi dalam Musyawarah Desa.
Pembagian Hasil Usaha (SHU): Keuntungan bersih BUM Desa (Sisa Hasil Usaha/SHU) dialokasikan untuk beberapa pos, seperti:
Cadangan modal untuk pengembangan usaha.
Pendapatan Asli Desa (PADes) untuk pembiayaan pembangunan desa.
Dana sosial/kemasyarakatan.
Jasa Pengelola (insentif bagi Pelaksana Operasional dan Pengawas).
Pengawasan: Dilakukan secara internal oleh Pengawas dan eksternal oleh masyarakat serta pemerintah daerah. Audit eksternal dapat dilakukan untuk memastikan akuntabilitas keuangan.
5. Jenis-jenis Usaha BUM Desa dan Potensi Pengembangan
BUM Desa memiliki fleksibilitas tinggi dalam menentukan jenis usaha yang akan dijalankan, asalkan sesuai dengan potensi dan kebutuhan desa serta tidak melanggar ketentuan hukum. Keberagaman ini memungkinkan BUM Desa untuk beradaptasi dengan karakteristik unik setiap desa.
5.1. Kategori Umum Usaha BUM Desa
Secara umum, jenis usaha BUM Desa dapat dikategorikan menjadi beberapa kelompok:
Jasa Pelayanan Umum:
Usaha ini berfokus pada penyediaan layanan dasar yang dibutuhkan masyarakat desa. Tujuannya bukan hanya profit, tetapi juga peningkatan kualitas hidup dan efisiensi layanan. Contohnya:
Pengelolaan Air Bersih (SPAM Desa): Mengelola sumber mata air atau sumur bor untuk menyediakan air bersih yang layak konsumsi dan terjangkau bagi rumah tangga desa. Termasuk pemeliharaan infrastruktur dan penagihan iuran.
Pengelolaan Sampah Desa: Mengumpulkan, mengelola, dan mendaur ulang sampah, serta menyediakan layanan kebersihan lingkungan. Bisa melibatkan bank sampah untuk menambah nilai ekonomi.
Pengelolaan Energi (Listrik Desa/Mikrohidro): Menyediakan akses listrik bagi desa yang belum terjangkau jaringan PLN, bisa dengan pembangkit listrik tenaga surya, mikrohidro, atau biomassa.
Sewa Alat Pesta atau Alat Pertanian: Menyediakan jasa penyewaan tenda, kursi, sound system untuk acara desa, atau alat bajak sawah, traktor, dan mesin panen untuk petani.
Penyediaan Akses Internet Desa: Mengelola jaringan internet desa atau Wi-Fi publik dengan tarif terjangkau untuk mendukung pendidikan dan ekonomi digital.
Transportasi Desa: Mengelola angkutan umum desa atau jemputan anak sekolah untuk memudahkan mobilitas warga.
Usaha Sektor Primer (Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Perikanan):
Memanfaatkan potensi sumber daya alam desa untuk produksi. BUM Desa berperan dalam meningkatkan produktivitas, nilai tambah, dan akses pasar. Contohnya:
Pengadaan dan Penyaluran Saprotan (Sarana Produksi Pertanian): Menyediakan pupuk, bibit unggul, pestisida dengan harga yang bersaing dan kualitas terjamin.
Pemasaran Hasil Pertanian/Peternakan/Perikanan: Menjadi agregator atau fasilitator pemasaran produk lokal, baik ke pasar tradisional, modern, maupun ekspor, untuk memotong rantai distribusi yang panjang.
Unit Pengolahan Hasil Pertanian (Pascapanen): Mengolah komoditas mentah menjadi produk bernilai tambah, seperti keripik singkong, kopi bubuk, manisan buah, atau olahan ikan. Ini menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan petani.
Budidaya Tanaman Unggul/Ternak/Ikan: Mengelola lahan atau kolam desa untuk budidaya komoditas strategis, seperti padi organik, ternak kambing/sapi, atau ikan lele/nila.
Jasa Olah Lahan Pertanian: Menyediakan jasa pembajakan, penanaman, hingga pemanenan menggunakan alat modern.
Usaha Sektor Sekunder (Industri Pengolahan/Kerajinan):
Mengembangkan industri kecil berbasis sumber daya lokal atau keahlian masyarakat. Contohnya:
Produksi Makanan dan Minuman Olahan: Mengolah bahan baku lokal menjadi produk makanan atau minuman kemasan yang siap jual.
Produksi Kerajinan Tangan: Mengembangkan dan memasarkan produk kerajinan dari bambu, kayu, kain, atau bahan daur ulang.
Produksi Bahan Bangunan Lokal: Batu bata, genteng, atau bahan bangunan lain yang dapat diproduksi di desa.
Usaha Sektor Tersier (Perdagangan dan Pariwisata):
Usaha yang berfokus pada perdagangan barang atau jasa pariwisata.
Unit Usaha Toko Desa/Minimarket: Menyediakan kebutuhan pokok masyarakat dengan harga yang terjangkau, seringkali lebih murah karena rantai pasok yang pendek.
Unit Usaha Pariwisata Desa: Mengelola potensi wisata alam (curug, goa, gunung), budaya (seni tradisional, rumah adat), atau buatan (desa wisata, agrowisata). Ini meliputi penyediaan homestay, pemandu wisata, penjualan oleh-oleh, hingga pengelolaan retribusi.
Jasa Keuangan Mikro (Simpan Pinjam): Memberikan akses pinjaman modal usaha kecil kepada masyarakat desa dengan bunga yang ringan, atau menyediakan layanan simpanan. Ini merupakan pengembangan dari LKM yang sering ada di desa.
E-commerce Desa: Memfasilitasi pemasaran produk-produk UMKM desa secara online, baik melalui platform sendiri maupun bekerja sama dengan marketplace besar.
5.2. Inovasi dan Pengembangan Masa Depan BUM Desa
BUM Desa tidak boleh terpaku pada model usaha yang sudah ada. Inovasi menjadi kunci keberlanjutan dan pertumbuhan. Beberapa arah pengembangan inovatif:
BUM Desa Berbasis Digital: Pemanfaatan teknologi informasi untuk pemasaran, manajemen stok, keuangan, hingga pelayanan publik (misalnya, aplikasi desa).
BUM Desa Berbasis Ekonomi Kreatif: Mengembangkan potensi seni, budaya, dan kriya yang unik dari desa menjadi produk atau jasa bernilai ekonomi tinggi.
BUM Desa Klaster: Beberapa BUM Desa dari desa-desa tetangga dapat bekerja sama membentuk klaster usaha untuk mencapai skala ekonomi yang lebih besar, misalnya klaster wisata atau klaster pengolahan komoditas.
BUM Desa Berbasis Lingkungan (Green Economy): Mengembangkan usaha yang ramah lingkungan, seperti pengelolaan limbah organik menjadi pupuk kompos, pengembangan energi terbarukan, atau ekowisata.
Kemitraan Strategis: BUM Desa dapat menjalin kemitraan dengan pihak swasta, BUMN/BUMD, perguruan tinggi, atau lembaga donor untuk mendapatkan akses modal, teknologi, atau pasar.
Penting bagi BUM Desa untuk melakukan studi kelayakan yang mendalam sebelum memutuskan jenis usaha, serta terus berinovasi dan beradaptasi dengan perubahan pasar dan kebutuhan masyarakat.
6. Modal dan Sumber Pembiayaan BUM Desa
Modal merupakan salah satu faktor krusial dalam keberlangsungan dan pengembangan BUM Desa. Tanpa modal yang memadai, BUM Desa akan kesulitan untuk memulai, mengembangkan, atau bahkan mempertahankan operasional usahanya. Sumber modal BUM Desa dapat berasal dari berbagai pihak, baik internal desa maupun eksternal.
6.1. Sumber Modal Internal Desa
Sumber modal utama BUM Desa berasal dari internal desa, yang menunjukkan komitmen dan kepemilikan desa terhadap badan usaha ini:
Penyertaan Modal Desa: Ini adalah sumber modal utama dan wajib bagi BUM Desa. Penyertaan modal ini berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) yang bersumber dari berbagai alokasi, seperti Dana Desa, Alokasi Dana Desa (ADD), atau Pendapatan Asli Desa (PADes). Kekayaan desa yang dipisahkan dalam bentuk uang atau barang yang dinilai dengan uang menjadi modal awal dan modal pengembangan BUM Desa.
Dana Hibah dan Bantuan dari Masyarakat Desa: Masyarakat desa dapat berpartisipasi dalam penyertaan modal melalui hibah, sumbangan, atau investasi langsung. Ini bisa berupa uang tunai, lahan, bangunan, atau aset lainnya yang dapat digunakan untuk kegiatan usaha BUM Desa. Bentuk partisipasi ini memperkuat rasa kepemilikan masyarakat terhadap BUM Desa.
Dana Cadangan BUM Desa: Sebagian dari Sisa Hasil Usaha (SHU) BUM Desa setiap tahun dialokasikan sebagai dana cadangan untuk pengembangan usaha di masa mendatang atau sebagai bantalan keuangan saat terjadi kendala operasional.
6.2. Sumber Pembiayaan Eksternal
Selain dari internal desa, BUM Desa juga dapat mengakses sumber pembiayaan dari pihak eksternal untuk memperkuat modal atau membiayai ekspansi usaha:
Kemitraan dengan Pihak Ketiga:
Perbankan dan Lembaga Keuangan Non-Bank: BUM Desa dapat mengajukan pinjaman kepada bank atau lembaga keuangan lainnya. Namun, BUM Desa harus menunjukkan kelayakan usaha dan memiliki rencana bisnis yang solid agar pinjaman dapat disetujui.
Kemitraan dengan Swasta: Perusahaan swasta dapat berinvestasi atau menjalin kerja sama operasional (KSO) dengan BUM Desa, misalnya dalam bentuk penyertaan modal, penyediaan teknologi, atau akses pasar. Kemitraan ini dapat saling menguntungkan, di mana BUM Desa mendapatkan modal dan keahlian, sementara pihak swasta mendapatkan akses ke sumber daya atau pasar desa.
Program Corporate Social Responsibility (CSR): Banyak perusahaan memiliki program CSR yang dapat disalurkan untuk pengembangan BUM Desa, baik dalam bentuk modal bergulir, pelatihan, atau penyediaan fasilitas.
Bantuan dari Pemerintah Daerah dan Pusat:
Dana Alokasi Khusus (DAK) atau Bantuan Keuangan dari Pemda: Pemerintah daerah (provinsi atau kabupaten/kota) terkadang memiliki program bantuan keuangan yang dapat dialokasikan untuk pengembangan BUM Desa di wilayahnya.
Program Kementrian/Lembaga: Berbagai kementerian memiliki program pemberdayaan ekonomi masyarakat yang dapat dimanfaatkan oleh BUM Desa, seperti pelatihan, bantuan peralatan, atau akses permodalan dari Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Pertanian, dll.
Crowdfunding dan Hibah:
Dalam era digital, BUM Desa juga dapat menjajaki opsi crowdfunding (pengumpulan dana dari masyarakat luas secara online) atau mengajukan proposal hibah dari lembaga donor nasional maupun internasional yang berfokus pada pembangunan pedesaan atau ekonomi sosial.
6.3. Pengelolaan Keuangan yang Transparan dan Akuntabel
Terlepas dari sumbernya, pengelolaan modal dan keuangan BUM Desa harus dilakukan secara transparan, akuntabel, dan profesional. Ini meliputi:
Pencatatan keuangan yang rapi dan sesuai standar akuntansi.
Publikasi laporan keuangan kepada masyarakat desa.
Pemisahan yang jelas antara keuangan BUM Desa dengan keuangan desa dan keuangan pribadi pengelola.
Pengelolaan keuangan yang baik akan membangun kepercayaan masyarakat dan calon investor, yang pada akhirnya akan memudahkan BUM Desa untuk mengakses modal dan berkembang.
7. Peran Strategis dan Manfaat BUM Desa bagi Pembangunan Desa
BUM Desa tidak hanya sekadar lembaga ekonomi, tetapi juga merupakan instrumen strategis untuk mewujudkan pembangunan desa yang berkelanjutan dan berkeadilan. Keberadaannya membawa berbagai manfaat multidimensional bagi desa dan masyarakatnya.
BUM Desa sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan desa.
7.1. Peningkatan Pendapatan dan Kesejahteraan Masyarakat
Penciptaan Lapangan Kerja: Dengan beroperasinya berbagai unit usaha BUM Desa, terbuka kesempatan kerja bagi warga desa, baik sebagai pengelola, staf, maupun pekerja musiman. Ini mengurangi angka pengangguran dan urbanisasi.
Peningkatan Pendapatan Rumah Tangga: Melalui gaji/upah dari pekerjaan di BUM Desa, insentif sebagai pemasok bahan baku, atau keuntungan dari usaha simpan pinjam, pendapatan rumah tangga masyarakat desa meningkat.
Diversifikasi Ekonomi: BUM Desa mendorong diversifikasi jenis usaha di desa, mengurangi ketergantungan pada satu sektor ekonomi tertentu (misalnya pertanian), sehingga ekonomi desa lebih tangguh terhadap fluktuasi pasar.
Peningkatan Nilai Tambah Produk Lokal: Dengan mengolah bahan baku lokal menjadi produk jadi, BUM Desa meningkatkan nilai jual produk desa, yang pada akhirnya menguntungkan petani atau pengrajin lokal.
7.2. Penguatan Kapasitas dan Kemandirian Desa
Peningkatan Pendapatan Asli Desa (PADes): Keuntungan BUM Desa yang dialokasikan untuk PADes menjadi sumber pembiayaan pembangunan desa, mengurangi ketergantungan pada transfer dana dari pemerintah pusat dan daerah.
Pemberdayaan Masyarakat: Keterlibatan masyarakat dalam perencanaan, pengelolaan, dan pengawasan BUM Desa meningkatkan kapasitas mereka dalam berorganisasi, berbisnis, dan mengambil keputusan.
Pemanfaatan Potensi Lokal Optimal: BUM Desa secara sistematis mengidentifikasi dan mengelola potensi desa yang sebelumnya mungkin belum termanfaatkan secara optimal, baik sumber daya alam, sumber daya manusia, maupun kearifan lokal.
Infrastruktur dan Layanan Publik yang Lebih Baik: Dana dari PADes yang dihasilkan BUM Desa dapat digunakan untuk membangun atau memperbaiki infrastruktur desa (jalan, jembatan, irigasi) dan meningkatkan kualitas layanan publik (pendidikan, kesehatan, air bersih).
7.3. Aspek Sosial dan Lingkungan
Memperkuat Solidaritas dan Gotong Royong: BUM Desa menjadi wadah bagi masyarakat untuk bekerja sama mencapai tujuan ekonomi bersama, memperkuat ikatan sosial dan semangat gotong royong.
Peningkatan Akses Terhadap Kebutuhan Dasar: Melalui unit usaha seperti toko desa atau pengelolaan air bersih, BUM Desa dapat menyediakan kebutuhan dasar masyarakat dengan harga terjangkau dan akses yang mudah.
Pelestarian Lingkungan: Beberapa jenis usaha BUM Desa (misalnya pengelolaan sampah, ekowisata, atau pengembangan energi terbarukan) berkontribusi langsung pada pelestarian lingkungan dan promosi praktik berkelanjutan.
Mendorong Inovasi dan Kreativitas Lokal: BUM Desa dapat menjadi inkubator bagi ide-ide bisnis baru dan kreativitas masyarakat desa, sehingga mendorong inovasi di berbagai sektor.
Secara keseluruhan, BUM Desa adalah manifestasi dari semangat otonomi desa dan pemberdayaan masyarakat. Ia tidak hanya menciptakan keuntungan finansial, tetapi juga membangun ekosistem ekonomi yang lebih adil, mandiri, dan berkelanjutan di tingkat desa, menjadi motor penggerak utama dalam mencapai visi desa yang sejahtera dan maju.
8. Tantangan dalam Pengembangan BUM Desa
Meskipun BUM Desa memiliki potensi besar, pengembangannya tidak lepas dari berbagai tantangan. Mengidentifikasi tantangan ini adalah langkah awal untuk merumuskan strategi penanganannya.
8.1. Tantangan Internal BUM Desa
Keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM):
Kapasitas Pengelola: Kurangnya pengetahuan dan keterampilan manajerial, akuntansi, pemasaran, dan pengembangan bisnis di kalangan pengelola BUM Desa. Banyak yang belum memiliki latar belakang bisnis yang kuat.
Minimnya Integritas: Risiko penyalahgunaan wewenang atau penyelewengan dana jika pengelola tidak memiliki integritas yang tinggi.
Regenerasi: Kesulitan mencari pengganti pengelola yang kompeten dan berdedikasi saat terjadi pergantian.
Keterbatasan Modal dan Akses Pembiayaan:
Modal Awal yang Terbatas: Meskipun ada Dana Desa, modal awal yang disuntikkan seringkali belum mencukupi untuk skala usaha yang optimal.
Kesulitan Mengakses Kredit: BUM Desa seringkali kesulitan mendapatkan pinjaman dari perbankan karena belum dianggap bankable, kurangnya agunan, atau ketidakmampuan menyusun proposal bisnis yang meyakinkan.
Pengelolaan Keuangan yang Lemah: Banyak BUM Desa belum memiliki sistem pencatatan keuangan yang rapi dan standar, sehingga sulit untuk memantau kesehatan finansial atau menarik investor.
Manajemen dan Tata Kelola:
Kurangnya Profesionalisme: Pengelolaan masih bersifat 'kekeluargaan' dan kurang menerapkan prinsip-prinsip bisnis modern.
Intervensi Politik Desa: Adanya campur tangan kepentingan politik atau pribadi dari perangkat desa atau pihak tertentu dalam operasional BUM Desa.
Rendahnya Partisipasi Masyarakat: Masyarakat kurang terlibat aktif dalam proses perencanaan atau pengawasan, sehingga BUM Desa kurang mendapatkan dukungan penuh.
Pemasaran dan Daya Saing:
Kualitas Produk/Jasa: Produk atau jasa yang dihasilkan BUM Desa terkadang kurang memiliki daya saing dari segi kualitas, kemasan, atau harga.
Akses Pasar: Kesulitan menembus pasar yang lebih luas di luar desa, terutama pasar modern atau digital, karena keterbatasan jaringan dan pengetahuan pemasaran.
Persaingan: Menghadapi persaingan yang ketat dari pelaku usaha swasta yang lebih mapan.
8.2. Tantangan Eksternal
Regulasi dan Kebijakan:
Peraturan yang Kurang Jelas/Tumpang Tindih: Beberapa aspek regulasi BUM Desa masih memerlukan penegasan atau harmonisasi dengan peraturan sektor lain.
Sosialisasi yang Kurang: Banyak perangkat desa dan masyarakat yang belum sepenuhnya memahami regulasi dan mekanisme BUM Desa.
Dukungan Pemerintah Daerah:
Kurangnya Pendampingan: Keterbatasan tenaga pendamping atau fasilitator yang berkualitas untuk membantu BUM Desa dalam perencanaan, pengelolaan, dan pengembangan.
Koordinasi yang Lemah: Kurangnya koordinasi antar dinas terkait di tingkat kabupaten/kota dalam mendukung BUM Desa.
Faktor Eksternal Lainnya:
Perubahan Pasar: Perubahan selera konsumen, tren pasar, atau fluktuasi harga komoditas yang cepat.
Bencana Alam atau Pandemi: Gangguan eksternal yang dapat melumpuhkan operasional BUM Desa.
Akses Teknologi: Kesenjangan akses terhadap teknologi dan informasi yang dapat mendukung pengembangan usaha.
Mengatasi tantangan-tantangan ini memerlukan pendekatan yang holistik, melibatkan pemerintah, masyarakat desa, swasta, dan akademisi dalam sebuah ekosistem dukungan yang kuat.
9. Strategi Pengembangan dan Keberlanjutan BUM Desa
Untuk memastikan BUM Desa dapat tumbuh berkelanjutan dan memberikan manfaat maksimal, diperlukan strategi pengembangan yang komprehensif dan adaptif.
Kemitraan yang kuat adalah kunci keberlanjutan BUM Desa.
9.1. Peningkatan Kapasitas SDM Pengelola
Pelatihan dan Pendampingan Berkelanjutan: Mengadakan pelatihan intensif di bidang manajemen bisnis, keuangan, pemasaran digital, akuntansi sederhana, hingga pengelolaan SDM bagi pengelola BUM Desa. Kerjasama dengan perguruan tinggi atau lembaga pelatihan profesional sangat penting.
Studi Banding: Mengirim pengelola BUM Desa ke desa lain yang memiliki BUM Desa sukses untuk belajar praktik terbaik dan mendapatkan inspirasi.
Sertifikasi Profesi: Mendorong pengelola untuk mendapatkan sertifikasi di bidang-bidang relevan guna meningkatkan profesionalisme dan kredibilitas.
Rekrutmen Berbasis Kompetensi: Memprioritaskan rekrutmen pengelola yang memiliki latar belakang pendidikan atau pengalaman relevan dalam bidang usaha yang akan dijalankan.
9.2. Penguatan Permodalan dan Akses Pembiayaan
Pengelolaan Keuangan Profesional: Menerapkan sistem akuntansi yang transparan dan akuntabel. Membuat laporan keuangan secara rutin yang mudah dipahami.
Diversifikasi Sumber Modal: Tidak hanya bergantung pada Dana Desa. Mendorong partisipasi masyarakat dalam bentuk saham preferensi atau investasi kecil.
Fasilitasi Akses Kredit: Pemerintah daerah dapat menjembatani BUM Desa dengan lembaga keuangan, memberikan jaminan kredit, atau menyediakan program kredit khusus dengan bunga rendah.
Kemitraan Investor: Mencari investor strategis dari sektor swasta yang memiliki visi sama untuk mengembangkan desa.
Pengembangan Bisnis Model: Membangun model bisnis yang jelas dan terukur untuk menarik investor dan memudahkan akses pembiayaan.
9.3. Peningkatan Efisiensi dan Daya Saing Usaha
Inovasi Produk dan Layanan: Terus berinovasi untuk menghasilkan produk atau jasa yang unik, berkualitas, dan sesuai dengan permintaan pasar. Memanfaatkan teknologi untuk efisiensi produksi.
Pemasaran Digital: Memanfaatkan media sosial, e-commerce, dan platform digital lainnya untuk memperluas jangkauan pasar produk BUM Desa. Membangun brand desa yang kuat.
Kemitraan Strategis: Menjalin kerja sama dengan UMKM lokal, BUM Desa lain (BUM Desa Bersama), atau perusahaan besar untuk sinergi dalam produksi, distribusi, dan pemasaran.
Peningkatan Kualitas dan Standarisasi: Mengupayakan sertifikasi produk (misalnya PIRT, Halal) untuk meningkatkan kepercayaan konsumen dan daya saing.
9.4. Penguatan Tata Kelola dan Regulasi
Penerapan Prinsip Good Governance: Menjunjung tinggi transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan profesionalisme dalam setiap aspek pengelolaan BUM Desa.
Penyempurnaan Peraturan Desa: Memastikan Peraturan Desa terkait BUM Desa jelas, komprehensif, dan tidak menimbulkan multi tafsir.
Pengawasan Internal dan Eksternal Efektif: Memperkuat peran Pengawas BUM Desa dan juga membuka diri untuk audit eksternal secara berkala.
Penguatan Peran Penasihat: Kepala Desa sebagai penasihat harus memberikan arahan yang konstruktif tanpa terlalu banyak intervensi dalam operasional harian.
9.5. Pendampingan dan Dukungan Ekosistem
Peran Pemerintah Daerah: Pemerintah kabupaten/kota perlu membentuk unit kerja khusus yang fokus pada pengembangan BUM Desa, menyediakan fasilitator, dan mengintegrasikan program BUM Desa dengan RPJMD.
Perguruan Tinggi dan Akademisi: Melibatkan perguruan tinggi untuk pendampingan riset, studi kelayakan, inovasi teknologi, dan pelatihan bagi BUM Desa.
Organisasi Kemasyarakatan dan Swasta: Membangun jejaring dengan NGO atau pelaku usaha swasta untuk mendapatkan mentoring, akses pasar, atau dukungan lainnya.
Dengan implementasi strategi ini secara konsisten, BUM Desa dapat bertransformasi dari sekadar badan usaha menjadi pilar ekonomi desa yang kokoh, inovatif, dan berdaya saing, berkontribusi nyata pada kemajuan dan kesejahteraan masyarakat desa.
10. Studi Kasus dan Potensi Inovasi BUM Desa
Banyak BUM Desa di seluruh Indonesia telah menunjukkan keberhasilan luar biasa, menjadi inspirasi dan model bagi desa-desa lainnya. Studi kasus ini menyoroti bagaimana inovasi dan adaptasi menjadi kunci sukses.
10.1. Contoh BUM Desa Berhasil
BUM Desa Ponggok, Klaten, Jawa Tengah:
Salah satu BUM Desa paling terkenal. Berawal dari pengelolaan mata air desa menjadi objek wisata Umbul Ponggok yang sangat populer. Keuntungan dari sektor pariwisata ini kemudian digunakan untuk mengembangkan unit usaha lain seperti toko desa, persewaan alat selam, penginapan, bahkan jaringan internet. Kesuksesan Ponggok terletak pada kepemimpinan yang kuat, partisipasi masyarakat, dan kemampuan mengelola potensi alam menjadi nilai ekonomi tinggi. BUM Desa ini tidak hanya menghasilkan PADes miliaran, tetapi juga menciptakan ratusan lapangan kerja dan menarik investor.
BUM Desa Maju Bersama, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur:
BUM Desa ini fokus pada pengelolaan sumber daya pertanian dan perkebunan. Mereka tidak hanya bertindak sebagai pengepul, tetapi juga melakukan pengolahan pascapanen, seperti produksi pupuk organik dari limbah pertanian dan budidaya jamur tiram. Mereka juga mengembangkan agrowisata dan pusat pelatihan pertanian, menunjukkan bagaimana integrasi berbagai unit usaha dapat menciptakan ekosistem ekonomi yang komprehensif.
BUM Desa Bukit Lamping, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat:
BUM Desa ini berhasil mengelola potensi wisata alam berupa air terjun dan hutan bambu. Selain itu, mereka juga mengembangkan kerajinan tangan lokal dan produk olahan dari hasil pertanian desa. Pendekatan pariwisata berbasis komunitas yang melibatkan warga lokal sebagai pemandu, pengelola homestay, dan penjual kuliner menjadi kunci keberhasilan mereka dalam meningkatkan pendapatan masyarakat.
BUM Desa Tirta Mandiri, Desa Sidomulyo, Yogyakarta:
Fokus pada pengelolaan sampah dan air bersih. Mereka mengembangkan bank sampah yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam memilah dan mendaur ulang sampah, serta menyediakan layanan air bersih perpipaan. Model ini tidak hanya menciptakan keuntungan ekonomi tetapi juga memberikan dampak positif yang signifikan pada kesehatan lingkungan dan sanitasi desa.
10.2. Potensi Inovasi Masa Depan
Inovasi BUM Desa tidak terbatas pada model yang sudah ada. Berikut adalah beberapa potensi inovasi yang dapat digali:
BUM Desa Berbasis Teknologi dan Ekonomi Digital:
Platform E-commerce Desa: Mengembangkan platform digital sendiri atau bermitra dengan marketplace besar untuk memasarkan produk unggulan desa secara online, menjangkau pasar nasional bahkan internasional.
Aplikasi Desa Terpadu: Menyediakan layanan administrasi desa, informasi wisata, jadwal kegiatan, dan pemesanan produk BUM Desa dalam satu aplikasi mobile.
Smart Farming / Smart Fishery: Pemanfaatan teknologi sensor, IoT (Internet of Things), dan analisis data untuk meningkatkan produktivitas pertanian atau perikanan.
BUM Desa Berbasis Energi Terbarukan:
Pembangkit Listrik Tenaga Surya/Mikrohidro: Mengelola pembangkit listrik skala kecil untuk memenuhi kebutuhan listrik desa secara mandiri dan menjual surplus ke PLN.
Bioenergi dari Limbah: Mengolah limbah pertanian atau peternakan menjadi biogas atau briket biomassa sebagai sumber energi.
BUM Desa sebagai Inkubator UMKM Desa:
BUM Desa tidak hanya menjalankan usaha sendiri, tetapi juga menjadi fasilitator dan inkubator bagi UMKM lokal. Memberikan pelatihan, pendampingan, akses permodalan, dan fasilitas produksi bersama untuk mendorong tumbuhnya wirausaha baru di desa.
Kemitraan Lintas Sektor dan Lintas Daerah:
Membentuk BUM Desa Bersama yang melibatkan beberapa desa untuk mengelola potensi regional yang lebih besar (misalnya klaster pariwisata atau komoditas unggulan). Menjalin kemitraan dengan perusahaan teknologi, startup, atau lembaga riset untuk pengembangan produk dan pasar.
Pengembangan Jasa Kreatif dan Keterampilan Lokal:
Mengembangkan jasa fotografi/videografi, event organizer, atau jasa desain grafis yang memanfaatkan talenta muda desa. Mengelola kursus keterampilan berbasis kearifan lokal (misalnya membatik, menenun, membuat kerajinan tradisional) yang dapat menarik wisatawan.
Kunci dari inovasi adalah kemampuan BUM Desa untuk terus belajar, beradaptasi, dan berani mencoba hal-hal baru, sambil tetap menjaga nilai-nilai kebersamaan dan kebermanfaatan bagi masyarakat desa.
11. Peran Pemerintah Pusat dan Daerah dalam Mendukung BUM Desa
Keberhasilan pengembangan BUM Desa tidak bisa dilepaskan dari peran dan dukungan yang kuat dari pemerintah, baik pusat maupun daerah. Dukungan ini mencakup aspek regulasi, fasilitasi, pendampingan, dan pengawasan.
11.1. Peran Pemerintah Pusat
Penyusunan Kebijakan dan Regulasi:
Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) adalah leading sector dalam penyusunan regulasi terkait BUM Desa. Mereka bertanggung jawab untuk memastikan kerangka hukum BUM Desa jelas, komprehensif, dan mendukung pertumbuhan. Ini termasuk penyempurnaan UU Desa dan PP BUM Desa, serta penerbitan Permendes PDTT yang relevan.
Alokasi Dana Desa:
Pemerintah pusat melalui Kementerian Keuangan mengalokasikan Dana Desa setiap tahunnya, yang salah satu prioritas penggunaannya adalah untuk penyertaan modal BUM Desa. Ini merupakan sumber modal awal yang vital bagi banyak BUM Desa.
Pendampingan Nasional:
Kemendes PDTT memiliki program pendampingan desa secara nasional, termasuk pendampingan untuk BUM Desa. Pendamping desa bertugas memberikan asistensi teknis, fasilitasi musyawarah, dan bimbingan dalam pengelolaan BUM Desa.
Program Penguatan Kapasitas:
Berbagai kementerian (misalnya Kemenkop UKM, Kementerian Pertanian, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif) menjalankan program-program pelatihan, bantuan alat, dan akses permodalan yang dapat dimanfaatkan oleh BUM Desa. Pemerintah pusat juga memfasilitasi kemitraan BUM Desa dengan BUMN atau perusahaan swasta besar.
Monitoring dan Evaluasi:
Melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala terhadap perkembangan BUM Desa di seluruh Indonesia untuk mengidentifikasi keberhasilan, tantangan, dan merumuskan kebijakan yang lebih baik.
11.2. Peran Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota)
Penyelarasan Regulasi Lokal:
Pemerintah daerah perlu menyelaraskan kebijakan dan regulasi tingkat provinsi atau kabupaten/kota dengan peraturan pusat terkait BUM Desa. Ini bisa berupa Peraturan Gubernur/Bupati/Wali Kota yang mendukung pengembangan BUM Desa di wilayahnya.
Penyediaan Fasilitator dan Tenaga Ahli:
Pemerintah daerah memiliki tanggung jawab untuk menyediakan fasilitator dan tenaga ahli yang berkompeten di bidang pengembangan BUM Desa. Ini bisa berupa pendamping ahli, konsultan bisnis, atau mentor yang membantu BUM Desa dalam menyusun rencana bisnis, mengelola keuangan, dan memasarkan produk.
Integrasi Program Pembangunan:
Mengintegrasikan program pengembangan BUM Desa ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan mengalokasikan anggaran daerah untuk mendukung BUM Desa, misalnya melalui hibah, bantuan modal, atau program pelatihan khusus.
Promosi dan Pemasaran Produk BUM Desa:
Membantu BUM Desa dalam memasarkan produknya melalui pameran daerah, pusat oleh-oleh, atau memfasilitasi akses ke pasar yang lebih luas. Pemerintah daerah juga bisa memprioritaskan pembelian produk BUM Desa untuk kebutuhan instansi pemerintah setempat.
Mendorong Kemitraan:
Menjadi jembatan antara BUM Desa dengan sektor swasta, BUMN/BUMD, perguruan tinggi, atau lembaga keuangan yang ada di wilayahnya untuk menjalin kemitraan strategis.
Pembentukan BUM Desa Bersama:
Mendorong pembentukan BUM Desa Bersama antar desa-desa dalam satu wilayah untuk mengelola potensi yang lebih besar atau mengatasi masalah yang melampaui batas satu desa.
Pengawasan dan Evaluasi Lokal:
Melakukan pengawasan dan evaluasi terhadap BUM Desa di wilayahnya untuk memastikan operasional berjalan sesuai aturan dan memberikan manfaat optimal bagi masyarakat.
Sinergi antara pemerintah pusat, daerah, dan desa, didukung oleh partisipasi aktif masyarakat, merupakan ekosistem kunci untuk mewujudkan BUM Desa yang kuat, mandiri, dan inovatif.
12. Pengawasan dan Akuntabilitas BUM Desa
Pengawasan dan akuntabilitas adalah pilar utama yang memastikan BUM Desa beroperasi secara efektif, efisien, dan bebas dari penyalahgunaan. Tanpa pengawasan yang memadai, potensi BUM Desa untuk menyejahterakan masyarakat dapat terhambat.
12.1. Mekanisme Pengawasan Internal
Pengawas BUM Desa:
Struktur organisasi BUM Desa wajib memiliki unit pengawas yang diangkat oleh Musyawarah Desa. Pengawas bertanggung jawab untuk memantau kinerja pelaksana operasional BUM Desa, termasuk aspek keuangan, operasional, dan kepatuhan terhadap AD/ART serta peraturan yang berlaku. Laporan hasil pengawasan disampaikan kepada Musyawarah Desa dan Penasihat BUM Desa.
Penasihat BUM Desa (Kepala Desa):
Kepala Desa sebagai Penasihat BUM Desa memiliki peran strategis dalam memberikan arahan, pembinaan, dan evaluasi. Penasihat memastikan bahwa kebijakan operasional BUM Desa sejalan dengan visi dan misi pembangunan desa serta peraturan perundang-undangan.
Musyawarah Desa:
Musyawarah Desa adalah forum tertinggi dalam pengambilan keputusan dan pengawasan BUM Desa. Laporan pertanggungjawaban tahunan dari Pelaksana Operasional BUM Desa harus disampaikan dan disetujui dalam Musyawarah Desa. Ini menjadi wadah bagi masyarakat untuk bertanya, memberikan masukan, dan mengevaluasi kinerja BUM Desa.
Sistem Pelaporan Internal:
Pelaksana Operasional BUM Desa harus membuat laporan keuangan dan laporan kinerja secara berkala (bulanan, triwulanan) kepada pengawas dan penasihat. Laporan ini harus transparan dan mudah dipahami.
12.2. Mekanisme Pengawasan Eksternal
Inspektorat Daerah:
Pemerintah Kabupaten/Kota, melalui Inspektorat Daerah, memiliki kewenangan untuk melakukan audit dan pengawasan terhadap seluruh pengelolaan keuangan dan aset desa, termasuk yang terkait dengan BUM Desa. Inspektorat memastikan tidak ada penyimpangan dan BUM Desa beroperasi sesuai regulasi.
Badan Permusyawaratan Desa (BPD):
BPD memiliki fungsi pengawasan terhadap kinerja Kepala Desa, termasuk kebijakan Kepala Desa terkait BUM Desa. BPD dapat meminta laporan dan penjelasan dari Kepala Desa mengenai pengelolaan BUM Desa.
Masyarakat Desa:
Masyarakat desa adalah pemegang saham utama BUM Desa. Mereka memiliki hak untuk mendapatkan informasi, memberikan masukan, dan mengawasi jalannya BUM Desa. Transparansi informasi, seperti pemasangan papan informasi keuangan BUM Desa, sangat penting untuk memfasilitasi pengawasan oleh masyarakat.
Auditor Independen:
Untuk BUM Desa dengan skala besar atau yang mengelola dana publik yang signifikan, audit oleh akuntan publik independen dapat dilakukan untuk menjamin objektivitas dan kredibilitas laporan keuangan.
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan Perguruan Tinggi:
Beberapa LSM atau akademisi seringkali terlibat dalam pemantauan atau evaluasi BUM Desa sebagai bagian dari program pemberdayaan atau riset, memberikan perspektif pengawasan dari pihak ketiga.
12.3. Pentingnya Transparansi dan Etika
Akuntabilitas tidak hanya soal kepatuhan terhadap aturan, tetapi juga tentang transparansi dan etika dalam pengelolaan. Prinsip-prinsip ini harus menjadi bagian integral dari budaya organisasi BUM Desa:
Transparansi Informasi: Mempublikasikan laporan keuangan, rencana kerja, dan keputusan penting BUM Desa di tempat-tempat strategis di desa atau melalui media digital.
Kode Etik: Menyusun kode etik bagi seluruh pengelola BUM Desa untuk mencegah konflik kepentingan dan perilaku tidak etis.
Mekanisme Pengaduan: Menyediakan saluran bagi masyarakat untuk menyampaikan keluhan atau dugaan penyimpangan terkait BUM Desa.
Dengan mekanisme pengawasan yang berlapis dan budaya akuntabilitas yang kuat, BUM Desa dapat tumbuh sebagai entitas yang dipercaya, profesional, dan efektif dalam mencapai tujuannya untuk kesejahteraan masyarakat desa.
13. BUM Desa dalam Konteks Pembangunan Desa Berkelanjutan
Pembangunan desa berkelanjutan adalah visi jangka panjang yang melibatkan dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan. BUM Desa memiliki peran sentral sebagai instrumen untuk mewujudkan visi ini.
13.1. Kontribusi BUM Desa terhadap Dimensi Ekonomi Berkelanjutan
Penciptaan Ekonomi Lokal yang Tahan Banting: BUM Desa mendorong diversifikasi usaha dan penciptaan nilai tambah di desa, mengurangi ketergantungan pada satu komoditas atau sektor. Ini membuat ekonomi desa lebih resilient terhadap guncangan eksternal.
Peningkatan Pendapatan Asli Desa (PADes): Keuntungan BUM Desa yang disumbangkan ke PADes memungkinkan desa untuk membiayai sendiri program pembangunan tanpa selalu bergantung pada dana transfer. Ini adalah esensi kemandirian ekonomi.
Pemberdayaan UMKM Lokal: BUM Desa dapat menjadi mitra, fasilitator, atau bahkan inkubator bagi UMKM di desa, membantu mereka tumbuh dan berdaya saing, sehingga menciptakan ekosistem ekonomi yang lebih kuat.
Pengelolaan Sumber Daya Ekonomi yang Efisien: BUM Desa mendorong pengelolaan potensi desa (lahan, air, hutan, tenaga kerja) secara lebih efisien dan produktif, sehingga memberikan manfaat ekonomi maksimal.
13.2. Kontribusi BUM Desa terhadap Dimensi Sosial Berkelanjutan
Penciptaan Keadilan Sosial: Dengan menciptakan lapangan kerja dan peluang usaha, BUM Desa mengurangi kesenjangan ekonomi di antara warga desa. Layanan dasar yang disediakan (misalnya air bersih, listrik) juga diakses secara lebih merata.
Penguatan Partisipasi Masyarakat: Proses pembentukan dan pengelolaan BUM Desa yang partisipatif (melalui Musdes) memberdayakan masyarakat untuk terlibat aktif dalam pengambilan keputusan penting di desa.
Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia: Pelatihan dan kesempatan kerja yang diberikan BUM Desa meningkatkan keterampilan dan kapasitas SDM desa, yang pada gilirannya meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan.
Memperkuat Kohesi Sosial: Kerja sama dalam BUM Desa membangun rasa kebersamaan, kepemilikan, dan gotong royong di antara masyarakat, memperkuat ikatan sosial dan mengurangi potensi konflik.
13.3. Kontribusi BUM Desa terhadap Dimensi Lingkungan Berkelanjutan
Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Bertanggung Jawab: BUM Desa yang bergerak di sektor pertanian, kehutanan, atau perikanan dapat mengadopsi praktik-praktik berkelanjutan, seperti pertanian organik, pengelolaan hutan lestari, atau perikanan berkelanjutan.
Pengelolaan Limbah dan Sampah: Unit usaha BUM Desa di bidang pengelolaan sampah dan daur ulang berkontribusi langsung pada kebersihan lingkungan dan pengurangan polusi.
Pengembangan Energi Terbarukan: BUM Desa dapat menjadi pelopor dalam pengembangan dan pengelolaan energi terbarukan di desa (mikrohidro, surya, biomassa), mengurangi ketergantungan pada energi fosil.
Ekowisata: BUM Desa yang mengelola pariwisata berbasis alam dapat mempromosikan pariwisata berkelanjutan yang menjaga kelestarian lingkungan dan budaya lokal.
Dengan demikian, BUM Desa bukan hanya tentang profit, tetapi tentang mewujudkan sebuah ekosistem desa yang seimbang dan harmonis, di mana ekonomi tumbuh, masyarakat sejahtera, dan lingkungan lestari. BUM Desa menjadi cerminan dari kemandirian desa dalam membangun masa depannya sendiri secara holistik dan bertanggung jawab.
Kesimpulan
Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) adalah manifestasi nyata dari semangat kemandirian dan pemberdayaan ekonomi di tingkat akar rumput. Berakar dari konsep Badan Usaha Unit Desa (BUUD) yang lebih awal, BUM Desa telah berevolusi menjadi sebuah entitas yang lebih fleksibel, partisipatif, dan akuntabel, dirancang khusus untuk mengelola potensi lokal demi kesejahteraan seluruh masyarakat desa.
BUM Desa bukan hanya sekadar kendaraan bisnis; ia adalah instrumen pembangunan yang multidimensional. Ia berperan dalam meningkatkan Pendapatan Asli Desa (PADes), menciptakan lapangan kerja, meningkatkan nilai tambah produk lokal, menyediakan layanan dasar yang efisien, dan secara signifikan berkontribusi pada peningkatan kualitas hidup masyarakat. Dengan landasan hukum yang kuat dan prinsip tata kelola yang transparan serta akuntabel, BUM Desa berpotensi menjadi pilar utama dalam mewujudkan desa yang mandiri, inovatif, dan sejahtera.
Meskipun demikian, perjalanan pengembangan BUM Desa tidak selalu mulus. Berbagai tantangan, mulai dari keterbatasan sumber daya manusia dan modal, hingga persoalan manajemen dan daya saing, masih menjadi pekerjaan rumah. Oleh karena itu, diperlukan strategi pengembangan yang komprehensif, meliputi peningkatan kapasitas pengelola, penguatan permodalan, inovasi usaha, serta dukungan ekosistem yang kuat dari pemerintah pusat, daerah, dan berbagai pihak terkait.
Studi kasus keberhasilan BUM Desa di berbagai daerah menunjukkan bahwa dengan kepemimpinan yang visioner, partisipasi aktif masyarakat, serta pengelolaan yang profesional, BUM Desa mampu menjadi motor penggerak pembangunan desa berkelanjutan. Melalui inovasi, kemitraan strategis, dan adaptasi terhadap perkembangan zaman, BUM Desa dapat terus relevan dan memberikan kontribusi nyata dalam menciptakan desa-desa yang berdaya, maju, dan harmonis dalam dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan. Masa depan ekonomi desa sangat bergantung pada sejauh mana kita mampu mengoptimalkan peran dan potensi Badan Usaha Milik Desa ini.