Terletak di pesisir timur Sumatera, Pulau Bangka, yang merupakan bagian dari Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, adalah permata tersembunyi yang menyimpan kekayaan alam, sejarah, dan budaya yang luar biasa. Namanya mungkin tidak sepopuler Bali atau Lombok, namun Bangka menawarkan pesona unik yang mampu memikat siapa pun yang berkunjung. Dari hamparan pantai berpasir putih yang dihiasi bongkahan granit raksasa hingga jejak sejarah pertambangan timah yang mendalam, Bangka adalah destinasi yang menjanjikan pengalaman tak terlupakan.
Bangka bukanlah sekadar sebuah pulau; ia adalah sebuah narasi panjang tentang interaksi manusia dengan alam, tentang perpaduan budaya yang harmonis, dan tentang semangat ketahanan yang terus membara. Di setiap sudutnya, Anda akan menemukan cerita—kisah tentang para penambang yang berjuang menaklukkan bumi, tentang para pedagang yang menyeberangi lautan, tentang masyarakat adat yang menjaga kearifan lokal, dan tentang keindahan alam yang lestari meskipun terus bersentuhan dengan aktivitas manusia. Artikel ini akan membawa Anda menyelami lebih dalam keajaiban Pulau Bangka, mengungkap lapisan-lapisan pesonanya yang tak ada habisnya.
Pulau Bangka adalah pulau terbesar kesembilan di Indonesia dengan luas sekitar 11.693,54 km². Bersama Pulau Belitung, pulau ini membentuk Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Lokasinya yang strategis di jalur pelayaran internasional, di antara Sumatera dan Kalimantan, telah menjadikannya titik persimpangan penting sejak zaman dahulu kala. Topografinya didominasi oleh dataran rendah bergelombang, beberapa perbukitan kecil, serta garis pantai yang panjang dan beragam.
Salah satu ciri khas Bangka yang paling mencolok dan menjadi daya tarik utamanya adalah keberadaan bongkahan-bongkahan batu granit raksasa yang tersebar di sepanjang garis pantainya. Batu-batu ini, yang seringkali berbentuk unik dan kadang tersusun secara artistik, menciptakan pemandangan yang spektakuler, terutama saat berpadu dengan air laut yang jernih kebiruan dan pasir putih yang lembut. Batu granit ini bukan hanya sekadar ornamen alam, melainkan juga bagian integral dari ekosistem pesisir Bangka, menyediakan tempat berlindung bagi biota laut dan menjadi penanda geografis yang ikonik.
Pembentukan granit-granit ini adalah hasil dari proses geologi yang panjang selama jutaan tahun. Intrusi magma panas ke dalam kerak bumi yang kemudian mendingin perlahan membentuk batuan beku intrusif ini. Erosi oleh angin, air, dan perubahan suhu selama jutaan tahun kemudian memahat batuan ini menjadi bentuk-bentuknya yang sekarang kita lihat. Keberadaan granit ini juga terkait erat dengan keberadaan deposit timah, mineral yang telah membentuk sejarah dan ekonomi Bangka.
Garis pantai Bangka adalah surga bagi para pecinta pantai. Dari utara hingga selatan, pulau ini diberkahi dengan puluhan pantai indah, masing-masing dengan karakter uniknya sendiri. Pantai Parai Tenggiri yang terkenal dengan susunan granitnya yang dramatis, Pantai Tanjung Pesona dengan resor mewah dan pemandangan matahari terbitnya yang memukau, atau Pantai Matras yang panjang dan landai, semuanya menawarkan pengalaman yang berbeda. Selain itu, banyak pantai-pantai kecil tersembunyi yang menunggu untuk dijelajahi, memberikan ketenangan dan keindahan alam yang tak terjamah.
Meskipun dikenal dengan pantainya, Bangka juga memiliki beberapa sistem sungai kecil yang berperan penting dalam ekosistem lokal, seperti Sungai Baturusa. Sungai-sungai ini seringkali menjadi jalur transportasi tradisional dan sumber mata pencarian bagi masyarakat sekitar. Selain itu, beberapa perbukitan seperti Bukit Menumbing dan Bukit Mangkol menawarkan pemandangan panorama pulau dari ketinggian, serta menyimpan potensi keanekaragaman hayati yang menarik untuk dieksplorasi melalui trekking atau hiking.
Perbukitan ini, meskipun tidak terlalu tinggi, menyediakan lanskap yang bervariasi dan penting sebagai daerah resapan air. Beberapa di antaranya bahkan menyimpan jejak sejarah, seperti Bukit Menumbing yang pernah menjadi tempat pengasingan para proklamator kemerdekaan Indonesia.
Sejarah Bangka adalah saga tentang kekayaan mineral dan persinggungan budaya. Jauh sebelum kedatangan bangsa Eropa, Pulau Bangka sudah dikenal sebagai penghasil timah. Catatan sejarah menunjukkan bahwa penambangan timah telah dilakukan oleh masyarakat lokal sejak abad ke-12 atau ke-13, meskipun dalam skala kecil. Letaknya yang strategis menjadikannya persinggahan penting bagi para pelaut dan pedagang dari berbagai penjuru, termasuk Tiongkok, Arab, dan India.
Pada masa kerajaan-kerajaan besar di Nusantara, Bangka berada di bawah pengaruh Sriwijaya dan kemudian Majapahit. Keberadaan timah di Bangka diperkirakan sudah menarik perhatian kerajaan-kerajaan ini, meskipun eksploitasinya belum masif. Kedatangan etnis Melayu ke Bangka juga diperkirakan terjadi pada periode ini, membawa serta kebudayaan dan tradisi maritim.
Pengaruh kerajaan-kerajaan ini mungkin tidak secara langsung meninggalkan banyak reruntuhan fisik di Bangka, namun jejak-jejaknya terlihat dalam struktur sosial, bahasa, dan bahkan beberapa mitos lokal yang masih hidup di masyarakat. Pulau ini berfungsi sebagai pos perdagangan penting, menghubungkan jalur maritim antara Sumatra, Jawa, dan Asia Tenggara.
Titik balik dalam sejarah Bangka datang dengan kedatangan bangsa Eropa. Pada abad ke-17 dan ke-18, Bangka menjadi rebutan antara berbagai kekuatan kolonial. Belanda, yang pertama kali menyadari potensi timah Bangka secara komersial, mulai membangun infrastruktur pertambangan. Namun, kendali atas pulau ini seringkali berpindah tangan.
Pada awal abad ke-19, tepatnya pada tahun 1812, Bangka sempat diserahkan oleh Sultan Palembang kepada Inggris. Namun, tiga tahun kemudian, melalui Perjanjian London tahun 1814, Bangka dikembalikan ke Belanda sebagai bagian dari pertukaran wilayah dengan Bengkulu (Bencoolen) yang diserahkan Inggris kepada Belanda. Sejak saat itu, Belanda menguasai Bangka secara penuh, membentuk Bangka Tin Winning (BTW), sebuah perusahaan negara yang mengelola seluruh penambangan timah di pulau ini.
Di bawah pemerintahan Belanda, industri timah Bangka berkembang pesat. Ribuan pekerja tambang didatangkan, terutama dari Tiongkok, untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja. Kedatangan para imigran Tiongkok ini tidak hanya meningkatkan produksi timah, tetapi juga membentuk demografi dan kebudayaan Bangka secara signifikan. Mereka membawa serta tradisi, bahasa, dan kuliner mereka, yang kemudian berakulturasi dengan budaya Melayu lokal.
Penambangan timah pada era kolonial ini sangat intensif dan sistematis, menggunakan teknologi yang paling canggih pada masanya. Kota-kota tambang bermunculan, infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, dan jalur kereta api dibangun untuk mendukung aktivitas pertambangan. Namun, di balik kemegahan industri ini, tersimpan pula kisah-kisah eksploitasi dan penderitaan para pekerja.
Ketika Perang Dunia II pecah, Bangka juga merasakan dampaknya. Pada tahun 1942, Jepang menduduki Bangka, mengakhiri kekuasaan Belanda. Selama pendudukan Jepang, produksi timah tetap menjadi prioritas, tetapi kondisi kerja semakin memburuk dan masyarakat mengalami penderitaan yang luar biasa. Masa ini juga menjadi salah satu periode kelam dengan terjadinya peristiwa-peristiwa tragis, seperti pembantaian di Muntok.
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, Bangka menjadi salah satu wilayah yang aktif dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Bahkan, pada periode Agresi Militer Belanda II (1948-1949), beberapa pemimpin bangsa, termasuk Soekarno, Hatta, dan Sjahrir, diasingkan di Muntok, Bangka. Rumah pengasingan mereka di Bukit Menumbing kini menjadi situs sejarah penting yang mengenang perjuangan para pendiri bangsa.
Setelah Indonesia merdeka sepenuhnya, pengelolaan timah Bangka diambil alih oleh pemerintah Indonesia. Perusahaan timah negara, PT Timah (Persero) Tbk, didirikan dan menjadi salah satu BUMN terbesar di Indonesia. Industri timah terus menjadi tulang punggung ekonomi Bangka selama beberapa dekade. Namun, seiring waktu, tantangan baru muncul, termasuk isu penambangan ilegal, kerusakan lingkungan, dan fluktuasi harga timah global.
Pada awal abad ke-21, Bangka bersama Belitung secara resmi menjadi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, memisahkan diri dari Sumatera Selatan. Pembentukan provinsi baru ini memberikan otonomi yang lebih besar untuk mengembangkan potensi daerah, tidak hanya di sektor pertambangan, tetapi juga pariwisata, perikanan, dan pertanian.
Sejarah panjang ini telah membentuk identitas Bangka yang kaya dan kompleks. Dari era kerajaan maritim hingga dominasi kolonial dan perjuangan kemerdekaan, setiap babak telah meninggalkan jejak yang membentuk karakter masyarakat dan lanskap Bangka hingga hari ini.
Masyarakat Bangka adalah perpaduan unik dari berbagai etnis yang telah berinteraksi selama berabad-abad. Kelompok etnis utama yang mendiami pulau ini adalah Melayu Bangka, Tionghoa, dan beberapa komunitas adat seperti Suku Laut atau Orang Laut yang juga dikenal sebagai Suku Sekak. Keberagaman ini telah menciptakan mozaik budaya yang kaya, tercermin dalam bahasa, adat istiadat, kuliner, dan seni mereka.
Mayoritas penduduk Bangka adalah etnis Melayu Bangka. Mereka memiliki dialek Melayu tersendiri yang berbeda dengan dialek Melayu di daerah lain, meskipun masih bisa dipahami. Kehidupan sosial dan budaya Melayu Bangka sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai Islam dan tradisi maritim. Beberapa tradisi adat yang masih dilestarikan antara lain:
Rumah adat Melayu Bangka umumnya berbentuk panggung dengan material kayu, menyesuaikan dengan iklim tropis dan kondisi geografis. Filosofi rumah panggung adalah untuk menghindari banjir dan gangguan binatang buas, serta untuk menjaga sirkulasi udara yang baik.
Komunitas Tionghoa di Bangka memiliki sejarah yang sangat panjang, sebagian besar adalah keturunan imigran yang didatangkan sebagai pekerja tambang timah pada masa kolonial Belanda. Mereka membawa serta budaya, bahasa, dan kepercayaan mereka, yang kemudian berakulturasi dengan budaya Melayu dan membentuk identitas Tionghoa Bangka yang khas.
Meskipun mayoritas mempraktikkan agama Buddha atau Konghucu, mereka hidup berdampingan secara harmonis dengan masyarakat Melayu dan etnis lainnya. Perayaan Imlek dan Cap Go Meh dirayakan meriah dan seringkali melibatkan partisipasi masyarakat luas. Klenteng-klenteng kuno yang tersebar di Bangka menjadi saksi bisu perjalanan sejarah komunitas ini.
Kontribusi komunitas Tionghoa terhadap ekonomi Bangka tidak dapat diabaikan. Selain berperan besar dalam industri timah pada masa lalu, mereka juga menjadi penggerak sektor perdagangan, pertanian, dan kuliner. Beberapa kuliner khas Bangka yang sangat populer, seperti Mi Bangka dan pempek khas Bangka, memiliki sentuhan Tionghoa yang kuat.
Di beberapa wilayah pesisir Bangka, terutama di pulau-pulau kecil sekitarnya, masih terdapat komunitas Suku Laut atau Orang Laut, yang sering disebut juga Suku Sekak. Mereka adalah masyarakat semi-nomaden yang secara tradisional hidup di atas perahu atau di pemukiman pesisir yang terpencil, menggantungkan hidup sepenuhnya pada hasil laut. Meskipun jumlahnya semakin sedikit dan banyak yang telah beradaptasi dengan gaya hidup modern, mereka tetap menjaga kearifan lokal tentang kelautan dan lingkungan.
Suku Sekak memiliki bahasa dan kepercayaan animisme yang unik, meskipun banyak di antara mereka yang kini memeluk agama Islam. Mereka adalah navigator ulung dan penangkap ikan yang terampil, dengan pengetahuan mendalam tentang pasang surut, arus laut, dan lokasi ikan. Pemerintah dan berbagai organisasi nirlaba kini berupaya untuk memberdayakan komunitas ini sekaligus melestarikan budaya dan tradisi mereka yang kaya.
Salah satu aspek paling menonjol dari masyarakat Bangka adalah tingkat toleransi dan kerukunan antar etnis dan agama yang tinggi. Perpaduan budaya Melayu dan Tionghoa, ditambah dengan pengaruh dari suku-suku lain, telah menciptakan masyarakat yang terbuka dan saling menghargai. Ini terlihat dalam perayaan hari-hari besar keagamaan yang seringkali dirayakan bersama, serta dalam kuliner dan seni yang memadukan unsur-unsur dari berbagai tradisi.
Akulturasi ini juga terlihat dalam bahasa sehari-hari masyarakat Bangka yang seringkali menyerap kosakata dari bahasa Mandarin Hokkien atau Hakka. Nama-nama tempat, masakan, dan bahkan nama orang seringkali mencerminkan perpaduan dua budaya besar ini.
Ekonomi Bangka secara tradisional sangat didominasi oleh industri pertambangan timah. Namun, seiring waktu, ada upaya diversifikasi untuk mengembangkan sektor-sektor lain seperti pertanian, perikanan, dan yang paling menonjol belakangan ini, pariwisata. Diversifikasi ini penting untuk menciptakan ekonomi yang lebih berkelanjutan dan tidak terlalu bergantung pada satu komoditas.
Timah telah menjadi komoditas utama Bangka selama berabad-abad, menjadikannya salah satu daerah penghasil timah terbesar di dunia. Meskipun produksinya telah mengalami pasang surut, industri timah tetap menjadi penyumbang terbesar PDRB provinsi. Penambangan dilakukan baik secara konvensional oleh PT Timah Tbk, maupun oleh penambang rakyat yang seringkali beroperasi secara ilegal.
Namun, ketergantungan pada timah juga membawa dampak negatif, terutama masalah lingkungan. Kerusakan ekosistem akibat penambangan, baik di darat maupun di laut, menjadi tantangan besar. Pemerintah dan berbagai pihak berupaya mencari solusi untuk penambangan yang lebih bertanggung jawab dan ramah lingkungan, serta merehabilitasi lahan-lahan bekas tambang.
Proses penambangan timah di Bangka sangat beragam, mulai dari penambangan darat tradisional dengan menggunakan cangkul dan dulang, hingga penambangan laut dengan kapal isap. Setiap metode memiliki tantangan dan dampak lingkungan tersendiri. Kontrol terhadap penambangan ilegal juga menjadi isu krusial yang terus-menerus diupayakan oleh pemerintah daerah.
Selain timah, Bangka juga dikenal sebagai penghasil lada putih berkualitas tinggi, atau yang sering disebut "Muntok White Pepper". Lada ini telah menjadi komoditas ekspor penting sejak zaman kolonial. Iklim dan kondisi tanah Bangka sangat cocok untuk budidaya lada, menghasilkan biji lada dengan aroma kuat dan rasa pedas yang khas.
Pertanian lada melibatkan banyak petani skala kecil yang mengolah lahannya secara turun-temurun. Proses pengolahan lada putih, yang melibatkan perendaman dan pengupasan kulit luar, membutuhkan keterampilan dan ketelatenan. Lada putih Bangka memiliki reputasi internasional yang baik dan menjadi salah satu komoditas pertanian unggulan provinsi.
Sebagai provinsi kepulauan, sektor perikanan dan kelautan memiliki potensi besar. Berbagai jenis ikan, udang, kepiting, dan hasil laut lainnya menjadi sumber mata pencarian bagi masyarakat pesisir. Perikanan tangkap dominan, meskipun budidaya perikanan juga mulai dikembangkan.
Beberapa produk olahan hasil laut khas Bangka seperti kerupuk ikan, kemplang, dan terasi juga menjadi komoditas lokal yang populer. Potensi ini masih dapat dikembangkan lebih lanjut dengan inovasi teknologi dan manajemen yang lebih baik untuk menjaga keberlanjutan sumber daya laut.
Dalam beberapa tahun terakhir, pariwisata telah muncul sebagai sektor ekonomi baru yang menjanjikan di Bangka. Keindahan pantai-pantai granit, kekayaan sejarah, dan keunikan budaya menjadi daya tarik utama. Pemerintah daerah aktif mempromosikan Bangka sebagai destinasi wisata dengan mengembangkan infrastruktur dan fasilitas pendukung.
Pariwisata berkelanjutan menjadi fokus, dengan upaya untuk menjaga kelestarian alam dan memberdayakan masyarakat lokal. Pengembangan ekowisata, wisata sejarah, dan wisata kuliner diharapkan dapat menarik lebih banyak wisatawan domestik maupun internasional, menciptakan lapangan kerja, dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih merata.
Industri pariwisata tidak hanya mencakup akomodasi dan transportasi, tetapi juga pengembangan produk-produk kerajinan tangan lokal, pemandu wisata, dan kegiatan-kegiatan budaya yang dapat memperkenalkan kekayaan Bangka kepada dunia luar.
Selain lada, Bangka juga menghasilkan komoditas pertanian dan perkebunan lainnya seperti karet, kelapa sawit, dan berbagai jenis buah-buahan tropis. Sektor ini berperan penting dalam menyediakan pangan lokal dan juga sebagai komoditas ekspor. Pengolahan hasil pertanian menjadi produk bernilai tambah juga terus digalakkan untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
Upaya untuk mengembangkan pertanian organik dan diversifikasi tanaman juga menjadi bagian dari strategi pembangunan ekonomi Bangka untuk mengurangi ketergantungan pada beberapa komoditas saja dan meningkatkan ketahanan pangan.
Pulau Bangka menawarkan beragam destinasi wisata yang cocok untuk berbagai jenis pelancong, mulai dari penggemar pantai, pecinta sejarah, hingga petualang kuliner. Setiap tempat memiliki daya tarik unik yang menunggu untuk dijelajahi.
Perjalanan ke Bangka tidak akan lengkap tanpa mencicipi kuliner khasnya yang lezat dan beragam. Perpaduan budaya Melayu dan Tionghoa menghasilkan hidangan unik yang kaya rasa.
Beberapa daerah di Bangka juga mulai mengembangkan agrowisata, terutama di perkebunan lada. Pengunjung dapat melihat langsung proses budidaya lada dari penanaman hingga pengolahan. Selain itu, potensi ekowisata di kawasan hutan lindung dan mangrove juga sedang dieksplorasi untuk menawarkan pengalaman wisata yang berbeda, seperti pengamatan burung atau menyusuri hutan mangrove dengan perahu.
Meskipun memiliki potensi yang besar, Pulau Bangka juga menghadapi berbagai tantangan yang perlu diatasi untuk memastikan pembangunan yang berkelanjutan dan sejahtera bagi masyarakatnya. Tantangan-tantangan ini mencakup aspek lingkungan, ekonomi, dan sosial.
Dampak dari aktivitas pertambangan timah, baik legal maupun ilegal, telah menyebabkan degradasi lingkungan yang signifikan. Lubang-lubang bekas tambang (kolong) yang tidak direklamasi, pencemaran air dan tanah, serta kerusakan terumbu karang akibat penambangan laut adalah masalah serius. Upaya reklamasi lahan pascatambang dan penegakan hukum terhadap penambangan ilegal menjadi prioritas utama untuk menjaga kelestarian lingkungan Bangka.
Pemerintah daerah bersama dengan PT Timah Tbk dan berbagai organisasi lingkungan terus berupaya mencari solusi inovatif, termasuk penggunaan kolong-kolong bekas tambang untuk budidaya ikan atau pengembangan ekowisata. Namun, skala masalahnya sangat besar, sehingga memerlukan komitmen jangka panjang dan partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat.
Ketergantungan yang tinggi pada komoditas timah membuat ekonomi Bangka rentan terhadap fluktuasi harga global. Oleh karena itu, diversifikasi ekonomi menjadi sangat krusial. Pengembangan sektor pariwisata, pertanian berkelanjutan (lada, karet, kelapa sawit), dan perikanan, serta industri pengolahan produk lokal, perlu terus didorong untuk menciptakan lapangan kerja baru dan sumber pendapatan yang lebih stabil.
Peningkatan nilai tambah produk-produk lokal, misalnya dengan mengolah lada menjadi bumbu siap pakai atau mengembangkan kerajinan tangan dari bahan-bahan lokal, akan memberikan dampak ekonomi yang lebih besar bagi masyarakat.
Untuk mendukung pertumbuhan pariwisata dan sektor ekonomi lainnya, peningkatan infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, bandara, dan fasilitas telekomunikasi adalah mutlak. Selain itu, pengembangan sumber daya manusia melalui pendidikan dan pelatihan vokasi juga sangat penting untuk menciptakan tenaga kerja yang terampil dan siap bersaing.
Peningkatan kualitas pendidikan di semua jenjang, dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi, serta program pelatihan keahlian yang relevan dengan kebutuhan industri pariwisata dan pertanian, akan sangat membantu dalam menyiapkan generasi muda Bangka menghadapi masa depan.
Di tengah modernisasi, pelestarian budaya dan warisan sejarah Bangka juga menjadi tantangan. Generasi muda perlu terus dikenalkan dengan tradisi, seni, dan sejarah pulau mereka agar identitas lokal tetap terjaga. Pengembangan wisata berbasis budaya dan edukasi dapat menjadi salah satu cara efektif untuk mencapai tujuan ini.
Situs-situs sejarah seperti Museum Timah dan Pesanggrahan Menumbing harus terus dirawat dan dipromosikan sebagai destinasi edukasi yang menarik. Sementara itu, seni pertunjukan tradisional seperti Dambus dan Tari Campak perlu terus dihidupkan melalui festival dan sanggar-sanggar seni.
Meski dihadapkan pada tantangan, prospek Bangka, khususnya di sektor pariwisata, sangat cerah. Keindahan alam yang unik dengan pantai-pantai granitnya telah menarik perhatian banyak wisatawan. Dengan pengelolaan yang baik, promosi yang efektif, dan partisipasi aktif masyarakat, Bangka berpotensi menjadi salah satu destinasi wisata unggulan di Indonesia.
Pengembangan konsep "geopark" untuk situs-situs geologi unik seperti batu granit, serta pembangunan resor-resor ramah lingkungan, akan semakin meningkatkan daya saing Bangka di mata wisatawan. Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat lokal adalah kunci untuk mewujudkan potensi besar ini.
Pulau Bangka, dengan segala kekayaan dan tantangannya, terus bergerak maju. Dengan semangat kebersamaan dan inovasi, pulau ini siap menorehkan babak baru dalam sejarahnya, tidak hanya sebagai pulau timah, tetapi juga sebagai destinasi wisata budaya dan alam yang memukau.
Dengan demikian, perjalanan mengenal Bangka adalah sebuah petualangan yang tak hanya memanjakan mata dengan pemandangan indahnya, tetapi juga memperkaya wawasan dengan kisah-kisah masa lalu dan harapan akan masa depan yang cerah. Bangka bukan hanya sekadar sebidang tanah, melainkan sebuah jiwa yang hidup, berdenyut dengan sejarah, budaya, dan keindahan alam yang tak terhingga.
Semoga artikel ini memberikan gambaran komprehensif tentang Pulau Bangka, menginspirasi Anda untuk menjelajahi keajaiban yang ditawarkannya, dan turut serta dalam menjaga kelestarian serta kemajuan pulau yang memukau ini. Mari lestarikan pesona Bangka untuk generasi mendatang.